Jakarta (ANTARA) - Muktamar Pemikiran Nahdlatul Ulama (NU) 2023 yang digelar di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Jumat (1/12)-Minggu (3/12), menghasilkan 11 poin keputusan berdasar tukar gagasan kader NU lintas generasi, akademisi, aktivis, hingga organisasi masyarakat.

"Hasil pokok-pokok pikiran dalam Muktamar Pemikiran NU kami harapkan nanti akan menjadi panduan kita atau paling tidak menjadi arah yang ingin kita tuju," ujar Steering Committee (SC) Muktamar Pemikiran NU Rumadi Ahmad dalam keterangannya di Jakarta, Minggu.

Ia mengatakan poin pertama menyangkut politik. Muktamar Pemikiran NU tidak memiliki pretensi politik untuk terlibat dalam dukung-mendukung pada politik elektoral.

Kedua, muktamar tersebut disebut sebagai "Muktamar Pemikiran" karena ruang publik saat ini, khususnya di media sosial, sering dilakukan secara instan, emosional, dan cepat, tetapi dangkal.

"Ketiga, perlunya mengusahakan adanya ruang percakapan yang lebih mendalam dan serius tentang berbagai masalah yang dihadapi bangsa ini, di tengah-tengah pendangkalan komunikasi dan pemiskinan ide," katanya.

Poin keempat, kata dia, perlunya membawa kembali tema tentang masyarakat ke tengah-tengah percakapan publik, melihat adanya tantangan-tantangan bahkan ancaman terhadap lembaga masyarakat.

Kelima, bentuk masyarakat harus menjadi tema terbuka yang diperbincangkan oleh semua pihak. Apabila berhasil dirumuskan, harus merupakan bentuk yang terbuka (open society), bukan tertutup yang mengeksklusi yang lain.

Keenam, harus ada nilai-nilai yang mendasari bentuk masyarakat apapun yang akan dibayangkan di masa depan, seperti kejujuran, amanah dan memenuhi janji, keadilan, kerja sama, dan konsistensi.

Baca juga: PBNU gelar muktamar pemikiran bahas corak masyarakat masa depan

Ketujuh, apapun bentuk masyarakat yang akan dirumuskan di masa depan itu, kedudukan utama harus diberikan kepada manusia.

"Masyarakat yang dibayangkan di masa depan adalah masyarakat manusia dan manusia harus menempati posisi sentral," katanya.

Kedelapan, meskipun gambaran masyarakat di masa depan adalah yang berposisi sebagai sentral, tapi tidak berarti aspek ekologis harus diabaikan.

Kesembilan, perkembangan yang cepat dalam bidang kecerdasan buatan perlu terus dicermati. Perkembangan-perkembangan ini tidak perlu dicurigai, apalagi ditakuti.

"Karena adanya unsur ilahiah dalam diri manusia dan karena kemuliaan derajat yang diberikan oleh Allah SWT. kepadanya, manusia akan bisa mengarahkan perkembangan dalam kecerdasan buatan," kata dia.

Kesepuluh, masyarakat di masa depan harus berlandaskan pada sejumlah visi yakni keterbukaan, keadilan, penghormatan pada keragaman, akhlak mulia, keluarga dan pengasuhan anak, pendidikan anak, hingga kesetaraan.

Kesebelas, Muktamar Pemikiran tak menolak secara total modernitas, modernisasi, dan perkembangan sosial, tapi turut merumuskan sikap terhadap perkembangan itu.

Baca juga: Gibran minta restu tokoh NU untuk menangkan Pilpres2024
Baca juga: Fatayat NU minta kader kawal pemilu dan tekan golput
Baca juga: PBNU larang semua pihak bawa nama NU dalam Pilpres 2024

Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2023