"Dalam pengungkapan tersebut, kami telah melakukan penangkapan kemudian penahanan terhadap para tersangka,"
Purwokerto (ANTARA) - Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Kepolisian Resor Kota (Polresta) Banyumas, Jawa Tengah, berhasil mengungkap kasus peredaran pupuk jenis NPK yang diketahui palsu atau ilegal dan tidak terdaftar di Kementerian Pertanian.

Saat menggelar konferensi pers di Markas Polresta Banyumas, Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jumat, Wakil Kepala Polresta Banyumas Ajun Komisaris Besar Polisi Hendri Yulianto mengatakan kasus tersebut berhasil diungkap pada tanggal 29 November 2023 setelah pihaknya menerima laporan dari masyarakat terkait dengan adanya peredaran pupuk ilegal.

"Dalam pengungkapan tersebut, kami telah melakukan penangkapan kemudian penahanan terhadap para tersangka," katanya.

Ia mengatakan kasus tersebut berawal dari adanya sebuah mobil Granmax yang dikendarai orang tidak dikenal menawarkan pupuk jenis NPK merek Bio cr Mutiara 16.16.16 dengan harga berkisar Rp500.000 per kantong di Desa Watuagung, Kecamatan Tambak, Banyumas, pada hari Sabtu (25/11).

Oleh karena itu, pelapor berinisial TM (68), warga Desa Watuagung, membeli pupuk tersebut sebanyak 11 kantong dengan harga Rp4.200.000.

Selanjutnya pada hari Senin (27/11), sekitar pukul 07.30 WIB, TM mendapat informasi melalui media sosial jika telah beredar pupuk palsu di wilayah Tambak.

Dengan berbekal informasi tersebut, TM segera mengecek pupuk yang dibelinya dan setelah diremas dengan menggunakan tangan pupuk itu tidak seperti jenis pupuk NPK yang biasa dibeli melalui petugas penyuluh pertanian lapangan (PPL) serta bahannya berwarna cokelat menyerupai tanah, sehingga hal itu segera dilaporkan ke polisi.

"Atas dasar laporan dari pelapor, petugas Satreskrim Polresta Banyumas melakukan penangkapan terhadap empat orang laki-laki pada hari Rabu (29/11) setelah melakukan serangkaian tindakan penyelidikan," kata Wakapolresta.

Ia mengatakan empat orang yang ditangkap karena berkaitan dengan pupuk ilegal itu terdiri atas HP (36) alias Bakil, CHA (31), MCH (36), dan P (26), seluruhnya merupakan warga Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur.

Menurut dia, pihaknya juga menangkap seorang pria berinisial AF (40), warga Kabupaten Gresik, Jawa Timur, yang diketahui sebagai pemilik pabrik pupuk Bio cr Muara 16.16.16 , yakni PT Semeru Jaya Gemilang.

Selain itu, kata dia, pihaknya juga melakukan pengejaran terhadap seseorang bernama Aziz saat ini telah masuk daftar pencarian orang (DPO).

"Dalam penyidikan, kami juga meminta keterangan ahli dari Kementerian Pertanian, Balai Penerapan Standar Instrumen Pertanian (BPSIP) Yogyakarta, dan pakar hukum pidana dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto," katanya.

Berdasarkan keterangan ahli, kata dia, pupuk dengan merek dagang Bio cr Mutiara 16.16.16 yang diproduksi oleh PT Semeru Jaya Gemilang tidak terdaftar di Kementan dan kandungannya pun tidak sesuai dengan yang tercantum pada kemasannya,

Terkait dengan hal itu, Wakapolresta mengatakan para tersangka dijerat Pasal 122 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Tanaman Berkelanjutan atau Pasal 62 Ayat 1 Jo. Pasal 8 Ayat 1 huruf a dan f Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Jo. Pasal 55 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak Rp3 miliar.

Sementara pakar hukum pidana dari Unsoed Purwokerto, Prof Hibnu Nugroho mengapresiasi keberhasilan Polresta Banyumas dalam mengungkap peredaran pupuk yang tidak terdaftar atau dalam bahasa hukumnya disebut dengan pupuk palsu.

"Pupuk palsu ini suatu kejahatan ekonomi yang luar biasa terutama pada sektor pangan. Ketahanan pangan kita dalam arti situasi yang serba sulit karena cuaca, benih, dan ini ditambah pupuk," katanya.

Menurut dia, hal itu berdampak terhadap pendapatan masyarakat petani menjadi turun dan hasilnya makin tidak jelas.

Ia mengharapkan Polresta Banyumas mengembangkan kasus tersebut mengingat pupuk itu diproduksi di Jawa Timur, sehingga tidak menutup kemungkinan peredarannya juga cukup luas di wilayah itu.

"Ini PR lagi, karena jangan-jangan tidak hanya seperti ini, di daerah lain, berapa ton," katanya.

Pewarta: Sumarwoto
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2023