Jakarta (ANTARA) - Sebanyak 64 lukisan karya maestro Jeihan Sukmantoro dipamerkan oleh G3N Project x Studio Jeihan di Museum Puri Lukisan Ubud, Bali pada Minggu (10/12) hingga 5 Januari 2024.

General Manager G3N Project Andry Ismaya Permadi dalam siaran resmi pada Senin, menyatakan bahwa pameran bertema "Solo Exhibition: Jeihan and The New Indonesian" merupakan eksebisi yang menampilkan karya sang maestro secara komplit.

"Bisa dibilang kali ini yang terlengkap. Kami menyebutnya, pameran retrospektif, di mana kita bisa melihat karya Jeihan di era sebelum figur dengan 'mata hitam' muncul," kata Andry.

"Ini sekaligus menjawab keraguan banyak orang, yang mengira jika tokoh 'mata hitam' atau 'black eye' yang menjadi ciri khas Jeihan muncul karena ketidakmampuan Jeihan mengekspresikan objek lukisnya lewat mata," tambah dia.

Baca juga: Pameran seni multisensoris hadirkan "Van Gogh Alive" di Norwegia

Baca juga: Kemenparekraf dan Kemendikbudristek dukung gelaran Art Jakarta 2023


Pameran tunggal itu mendapatkan sambutan dari penikmat seni nasional dan mancanegara karena sosok Jeihan yang bukanlah seniman sembarangan, melainkan pelukis figuratif, maestro dan sosok penting dalam perjalanan sejarah seni rupa Indonesia modern.

Seluruh lukisan karya Jeihan yang merupakan koleksi G3N Project dan kolektor seni Daniel Jusuf, tertata dengan rapi dan runut, mulai dari karya terlama Jeihan sekitar tahun 1950-an, hingga yang terbaru karya 2016.

Sosok "mata hitam" yang menjadi ciri khas pelukis kelahiran Surakarta, 26 September 1938 itu muncul di era sesudah 1965. Jauh sebelum itu, karya Jeihan yang realis ditampilkan dengan mata yang indah.

Jeihan kemudian sengaja memunculkan sosok "mata hitam" sebagai ciri khas yang dianggap mampu mengekspresikan karyanya secara lebih dalam. Meski sempat dicibir, namun pemilik nama Tionghoa Lim Tjeng Han itu tetap memegang teguh style melukisnya hingga akhir hayat pada 2019.

Sebagai apresiasi terhadap Museum Puri Lukisan Ubud yang telah bersedia menjadi tuan rumah bagi pameran tunggal Jeihan, kolektor seni Daniel Jusuf turut menyumbang salah satu koleksi karya Jeihan miliknya.

Lukisan cat minyak berdimensi 98 cm x 80 cm karya tahun 1969 itu diserahkan langsung kepada Penglingsir Puri Agung Ubud Tjokorda Gde Putra Sukawati untuk menjadi koleksi Museum Puri Lukisan Ubud.

Tiga filosofi "Mata Hitam" dan pendapat Jean Couteau
G3N Project x Studio Jeihan Gelar Solo Exhibition, Hadirkan 64 Lukisan Karya Sang Maestro (ANTARA/HO)


​​​​​​
Menurut Azasi Adi, anak kedua sang maestro, ada tiga pendekatan filosofi di balik sosok manusia tanpa bola mata yang konsisten digambar sejak sang ayah berusia 27 tahun.

"Pertama, bahwa masa depan adalah misteri, tidak ada satupun orang di dunia ini yang bisa mengetahui masa depan mereka. Hitam juga berarti netral, tidak memihak salah satu," kata Adi.

Kedua, kata Adi menambahkan bahwa "warna hitam di sini mungkin dipilih Bapak, terkait situasi politik saat beliau berkarya di zamannya, di mana politik masih bergejolak dan warna bisa diartikan sebagai keberpihakan terhadap satu kubu".

Lalu yang terakhir, kata Adi, sosok "mata hitam" bisa dikaitkan dengan isu lingkungan yang makin lama dipenuhi polutan.

Adapun bagi kurator seni rupa Jean Couteau, Jeihan merupakan salah satu maestro lukis Indonesia yang berhasil "mendobrak" pakem.

Menurut Jean, keunikan Jeihan ada pada kemampuannya dalam menerjemahkan situasi politik dengan konsep yang tak biasa.

Jeihan tak "terbawa arus" seperti pelukis lain yang mengangkat problematika politik, euforia kemerdekaan, antipenjajahan, dan karya yang menonjolkan spirit membangun persaudaraan.

"Jeihan tidak memiliki antusiasme yang sama dalam mengekspresikan jiwa kolektif ini. Karena keyakinannya untuk menterjemahkan pemikirannya yang unik, kita jadi bisa mendapatkan satu gambaran yang berbeda tentang seni rupa Indonesia, hari ini," puji Kurator Seni Rupa Indonesia Jean Couteau, dalam pembukaan pameran.

Apakah berarti bahwa Jeihan memiliki pandangan pesimis tentang kemanusiaan? Jean menyebut, mungkin kadang-kadang dapat diasumsikan seperti itu, tetapi sering kali dapat dikatakan bahwa manusia, sebagai individu, adalah makhluk yang tidak dapat diketahui sepenuhnya.

“Kita dapat mencoba memahami atau berspekulasi tentang seseorang, tetapi selalu ada misteri di dalam diri mereka yang tidak dapat kita tembus dan oleh karena itu tidak dapat diungkap,” tutup Jean.

Baca juga: Pameran seni Kisah Rimba jadi inspirasi masyarakat lebih peduli hutan

Baca juga: Pameran seni dibuka dalam Forum Liangzhu di China timur

Baca juga: Pameran JICAF 2023 berhasil jual 4000 karya senilai Rp1,2 miliar

Pewarta: Alviansyah Pasaribu
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2023