Beijing (ANTARA) - Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning menyebut Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (EU) juga punya catatan buruk dalam penegakan Hak Asasi Manusia di wilayah masing-masing.

"Amerika Serikat penuh dengan permasalahan hak asasi manusia dalam negeri dan mempunyai catatan hak asasi manusia internasional yang cukup buruk," kata Mao Ning saat menyampaikan keterangan kepada media di Beijing, China pada Senin.

Dalam pernyataan di laman Kedutaan AS dalam peringatan Hari Hak Asasi Manusia Internasional 2023 Duta Besar AS untuk China, Nicholas Burns mengatakan AS mendukung negara-negara dan masyarakat di seluruh dunia melawan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang sedang berlangsung terhadap warga Uighur dan anggota kelompok etnis dan agama minoritas lainnya di Xinjiang.

Termasuk soal pelanggaran HAM yang disebut oleh Dubes Burns dilakukan pemerintah China terhadap warga Tibet untuk menghilangkan identitas budaya, bahasa dan etnis Tibet sementara di Hong Kong, AS menyebut kondisi HAM memburuk serta terjadi penahanan yang tidak adil terhadap mereka yang menyuarakan pendapatnya secara damai.

"Jika AS benar-benar peduli terhadap HAM, maka AS perlu dengan sungguh-sungguh mengatasi permasalahan dalam negerinya seperti diskriminasi rasial, kekerasan bersenjata, dan penyalahgunaan narkoba. Hal terakhir yang harus dilakukan adalah memveto resolusi Dewan Keamanan yang menyerukan gencatan senjata kemanusiaan, satu-satunya negara yang telah melakukan hal tersebut, sementara bencana kemanusiaan di Gaza semakin memburuk dari waktu ke waktu," tegas Mao Ning.

Menurut Mao Ning, AS mengarang dan menyebarkan narasi palsu mengenai Xinjiang dan menjatuhkan sanksi ilegal terhadap perusahaan dan pejabat China dengan alasan "masalah HAM" di Xinjiang.

"AS tidak mempunyai hak dan tidak dalam posisi untuk menyalahkan situasi HAM di Xinjiang. Apa yang disebut 'genosida' dan 'kerja paksa' tidak lain adalah kebohongan terbesar abad ini yang disebarkan oleh AS dengan tujuan untuk membendung dan menindas China,' ungkap Mao Ning.

Padahal menurut Mao Ning, apa yang telah dicapai Xinjiang dalam perkembangannya dapat dilihat semua orang dan kebijakan Xinjiang China didukung secara luas oleh masyarakat.

Sedangkan untuk Uni Eropa, dalam siaran pers resmi pada 7 Desember 2023 mengenai Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-24 EU-China disebutkan EU prihatin mengenai situasi HAM di China, terutama pelanggaran HAM yang sistemik di Xinjiang dan Tibet, kerja paksa, perlakuan terhadap pembela HAM dan orang-orang dari kelompok minoritas, serta terus terkikisnya kebebasan fundamental di Hong Kong.

"Pernyataan EU berisi tuduhan tidak berdasar terhadap kondisi HAM di China, menyebarkan disinformasi, mencoreng citra China dan sangat melanggar urusan dalam negeri China. China menyesalkan dan dengan tegas menentang hal ini dan telah melakukan demarche (protes) serius ke EU," ujar Mao Ning.

Mao Ning menyebut China menganut pendekatan yang berpusat pada rakyat dan telah melindungi HAM karena Xinjiang dan Xizang telah lama menikmati pertumbuhan ekonomi, masyarakat yang harmonis dan stabil, serta perlindungan dan promosi warisan budaya yang efektif.

"Hak dan kebebasan semua kelompok etnis, termasuk kebebasan beragama dan kebebasan menggunakan serta mengembangkan bahasa lisan dan tulisan kelompok etnis mereka, dilindungi sepenuhnya. Fakta ini menyangkal apa yang disebut 'genosida' dan 'kerja paksa' sebagai kebohongan yang mengerikan," jelas Mao Ning.

Saat EU menuding kondisi HAM di negara-negara berkembang memburuk selama bertahun-tahun, pada kenyataannya kondisi HAM di EU sendiri juga mengkhawatirkan.

"Beberapa tahun terakhir telah terjadi pelanggaran hak-hak pengungsi dan migran di negara-negara Eropa, meningkatnya eksklusivisme dan rasisme, pengabaian terhadap hak-hak ekonomi, sosial dan budaya serta hak atas pembangunan, serta penerapan standar ganda dalam isu-isu seperti kebebasan pers dan tenaga kerja," ucap Mao Ning.

China, menurut Mao Ning, mendesak EU untuk mengakui kemajuan China dalam isu HAM, menghilangkan arogansi dan bias, meninggalkan standar ganda yang munafik, mengambil tindakan nyata untuk memperbaiki kondisi HAM di negara-negara anggota EU serta berhenti menggunakan HAM sebagai dalih untuk ikut campur dalam urusan internal China.

"China menganut filosofi HAM yang berpusat pada masyarakat dan percaya bahwa kehidupan bahagia bagi masyarakat adalah hak asasi manusia yang paling penting. Kami telah membangun masyarakat yang cukup sejahtera dalam berbagai hal, memenangkan perjuangan terbesar melawan kemiskinan dan menerapkan sistem pendidikan, jaminan sosial, dan layanan kesehatan terbesar di dunia," klaim Mao Ning.

Mao Ning pun menyebut China telah mengadakan Simposium Internasional mengenai HAM di Beijing untuk memperingati 75 tahun Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.

Baca juga: Wadah pemikir rilis laporan tentang pandangan China soal HAM
Baca juga: Jubir: China menjadi anggota Dewan HAM PBB sebagai pengakuan dunia

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2023