Palu (ANTARA) - Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (PPHAM) menyalurkan pemenuhan hak korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang berat atas peristiwa 1965-1966 di Provinsi Sulawesi Tengah.

"Pelaksanaan program pemenuhan hak korban ini salah satu wujud komitmen pemerintah untuk melaksanakan rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM berat yang diterima oleh pemerintah," kata Ketua Tim PPHAM Makarim Wibisono pada kegiatan 'Pemenuhan Hak Korban Program Pelaksanaan Rekomendasi PPHAM' di Palu, Sulteng, Kamis.

Ia menyampaikan pemenuhan hak korban pelanggaran HAM yang berat didasarkan pada Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2023 tentang pelaksanaan rekomendasi penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM yang berat.

Selain itu, Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 2023 tentang tim pemantau pelaksanaan rekomendasi penyelesaian non yudisial pelanggaran HAM yang berat (Tim Pemantau PPHAM).

Inpres itu memberikan dua tugas kepada 19 kementerian dan lembaga untuk melaksanakan rekomendasi PPHAM, yakni memulihkan hak korban atas peristiwa pelanggaran HAM yang berat secara adil dan bijaksana dan mencegah agar pelanggaran hak asasi manusia yang berat tidak akan terjadi lagi.

"Pemenuhan program pelaksanaan rekomendasi penyelesaian pelanggaran HAM Berat di Indonesia merupakan sebuah impian yang menjadi kenyataan karena sangat penting untuk dilakukan," kata Makarim.

Ia mengemukakan beberapa program pemenuhan hak korban yang diberikan pemerintah pada kesempatan ini, berupa program Kartu Indonesia Sehat Prioritas dan Kesehatan Keluarga Prioritas dari Kementerian Kesehatan, Program Keluarga Harapan, atensi, dan sembako dari Kementerian Sosial.

Selanjutnya, pemberian tunjangan Tahun Baru dari Kementerian BUMN, program pembinaan dan bantuan usaha dari Kementerian Koperasi dan UMKM, dan program renovasi rumah atau bantuan dari Kementerian PUPR agar para korban memiliki rumah layak huni.

"Ini merupakan sebuah capaian yang membuat kami sangat bersyukur atas bantuan yang diberikan dari kementerian yang kemudian disalurkan oleh Tim PPHAM, dan diusahakan agar hal tersebut diterima selayaknya oleh para korban," katanya.

Adapun korban pelanggaran HAM yang berat untuk peristiwa 1965-1966 di Provinsi Sulawesi Tengah saat ini berjumlah sebanyak 454 orang.

Makarim mengatakan pihaknya akan terus berupaya mendorong pemenuhan hak korban yang lain berdasarkan hasil pendataan dan inventarisasi kebutuhan korban yang telah dilakukan oleh Tim Pemantau PPHAM untuk ditindaklanjuti melalui program kebijakan lanjutan dari Kementerian/Lembaga terkait.

Sementara itu, Gubernur Sulteng Rusdy Mastura menyampaikan terima kasih kepada pemerintah pusat yang telah memprogramkan penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM yang berat untuk peristiwa 1965/1966 di Provinsi Sulawesi Tengah.

"Hal ini merupakan aksi nyata dan langkah konkrit tindak lanjut pemerintah atau program pelaksanaan rekomendasi penyelesaian non yudisial pelanggaran HAM yang berat," katanya.

Program pemenuhan hak tersebut, kata dia, sebagai upaya pemerintah untuk memulihkan luka bangsa akibat pelanggaran HAM yang merupakan wujud nyata dari sebuah atensi dan perhatian pemerintah kepada korban pelanggaran HAM berat beserta istri atau suami, dan anak-anaknya.

​​​​​​​Ia berharap program tersebut dapat memberi manfaat dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan memberikan kontribusi yang signifikan untuk pembangunan di Sulteng.

Pewarta: Nur Amalia Amir
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2023