Jakarta (ANTARA) - Terdakwa penyuap mantan Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Marsdya Henri Alfiandi, Komisaris PT Intertekno Grafika Sejati sekagilus Komisaris PT Bina Putera Sejati Mulsunadi Gunawan, meminta untuk dibebaskan dari segala dakwaan.

"Membebaskan terdakwa Mulsunadi Gunawan dari seluruh dakwaan sesuai ketentuan Pasal 191 ayat (1) KUHAP atau setidak-tidaknya melepaskan Terdakwa dari segala tuntutan hukum sesuai ketentuan Pasal 191 ayat (2) KUHAP," kata penasihat hukum Mulsunadi saat membacakan nota pembelaan (pleidoi) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Senin.

Mulsunadi, melalui penasihat hukumnya, meminta dirinya dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan. Sebab itu, ia juga ingin dibebaskan dari tahanan.

Baca juga: KPK perpanjang penahanan tersangka penyuap Kabasarnas

Di sisi lain, Mulsunadi ingin rekening milik perusahaannya atas nama PT Intertekno Grafika Sejati dan PT Bina Putera Sejati yang diblokir dapat dibuka kembali.

"Saya juga memohon kiranya rekening perusahaan saya yang diblokir dapat dibuka kembali seperti semula agar perusahaan dapat melakukan pembayaran gaji kepada seluruh karyawan," kata Mulsunadi dalam pleidoi pribadinya.

Pada perkara dugaan korupsi pengadaan peralatan deteksi korban reruntuhan di lingkungan Basarnas ini, Mulsunadi bersama Direktur PT Intertekno Grafika Sejati Marilya didakwa memberi cek senilai Rp1.499.999.898,00 (Rp1,4 miliar) dan Rp999.710.400,00 (Rp 999 juta) kepada Henri Alfiandi.

Cek tersebut diberikan melalui Koordinator Staf Administrasi Basarnas Afri Budi Cahyanto dengan maksud agar Hendri Alfiandi sebagai Kabasarnas ketika itu menunjuk perusahaan milik Mulsunadi menjadi pelaksana pekerjaan pengadaan peralatan deteksi korban reruntuhan pada tahun anggaran 2021, 2022, dan 2023.

Berdasarkan surat dakwaan, Hendri meminta Afri yang ditunjuk sebagai Koordinator Staf Administrasi Basarnas untuk mengelola dana yang berasal dari pemungutan 10 persen dari nilai proyek yang ada di Basarnas.

Lebih lanjut dalam pleidoi pribadinya, Mulsunadi mengaku menyesali adanya kewajiban memberikan dana komando (dako) 10 persen kepada Kabasarnas. Namun begitu, ia tetap memberi dako untuk menjaga nama perusahaan.

"Dengan terkondisi keadaan maka dengan sangat terpaksa saya menyetujui pemberian dako tersebut, sehingga dengan kami memberikan persetujuan pemberian dako tersebut maka akhirnya saya ditahan dan menjalani proses hukum di persidangan sekarang ini," katanya.

Baca juga: KPK segera sidang tiga penyuap eks kepala Basarnas Henri Alfiandi

Di sisi lain, penasihat hukum Mulsunadi mengaku pemberian dako tersebut tidak memengaruhi Basarnas selaku penyelenggara negara untuk pengaturan proyek dimaksud. Mereka berdalih pemberian dako 10 persen dilakukan saat proyek telah selesai dikerjakan.

"Menurut tim penasihat hukum, jelaslah bahwa terhadap unsur ‘Dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya’ adalah tidak terpenuhi," kata penasihat hukum.

Diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Mulsunadi Gunawan dengan pidana penjara selama 3 tahun dan pidana denda sebesar 250 juta subsider 6 bulan penjara.

Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2023