Jakarta (ANTARA) -
Mahasiswa Magister Universitas Pelita Harapan (UPH) Jakarta menggelar diskusi tentang pariwisata di Tanah Air dan perdagangan orang di Nusa Tenggara Timur (NTT).
 
Dosen Program Studi (Prodi) Hubungan Internasional UPH, Dr Amelia Joan Ribka Liwe dalam keterangan tertulis yang diterima, Senin, mengatakan, kegiatan ini merupakan wujud pengabdian mahasiswa pasca sarjana dan dosen Program Hubungan Internasional (HI) kepada masyarakat, khususnya masyarakat NTT.
 
"Jadi kita selenggarakan kegiatan seminar ini yang merupakan bagian integral dari mata kuliah pembangunan internasional, untuk berpikir bagaimana menangani isu-isu pembangunan berkesinambungan, karena ini sudah komitmen," katanya.

Baca juga: Labuan Bajo diyakini cepat tumbuh dibanding objek wisata lain
 
Menurut Amalia, pihaknya sekarang bukan hanya mengajak seluruh masyarakat untuk berpikir kritis tetapi merancang kegiatan ini untuk bertukar pikiran pada dua isu utama yang diangkat, yakni pariwisata dan perdagangan orang.
 
"Berdasarkan apa yang kita teliti, hal apa yang menjadi penting bagi komunitas di NTT, yaitu pariwisata dan perdagangan manusia," katanya.

"Kenapa pilih NTT, karena NTT merupakan daerah yang berpenghasilan lumayan rendah. Jadi kita membuat komitmen yang untuk membantu komunitas ini," katanya.
 
Amalia juga menjelaskan UPH sangat mendukung untuk melebarkan pasarnya dengan tujuan di program magister (HI). "Salah satunya mencapai bagaimana keilmuan kita agar mampu bertransformasi," katanya.
 
Seminar yang bertema "Tantangan dan Peluang Globalisasi Terhadap Pariwisata di Labuan Bajo" diselenggarakan di Atrium Plaza Semanggi ini juga menghadirkan Guru Besar HI UPH Prof Aleksius Jemadu dan Staf Ahli Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Parekraf) Bidang Pembangunan Berkelanjutan dan Konservasi Dr Fransiskus Xaverius Tegus.

Baca juga: Polri berhasil selamatkan 2.497 korban TPPO selama dua bulan terakhir
 
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT menyebutkan 185 pekerja asal NTT telah menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang direkrut secara tidak prosedural untuk bekerja di luar negeri dalam enam bulan di tahun 2023.
 
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Provinsi NTT drg Lien Adriany mengatakan, kasus TPPO merupakan kejahatan luar biasa yang melanggar hak asasi manusia (HAM) karena manusia tidak dipandang sebagai manusia seutuhnya tetapi dipandang sebagai komoditas yang menjanjikan untuk dijual.
 
Menurut dia, pada 2019 kasus TPPO di NTT tercatat mencapai 191 kasus dan pada 2020 meningkat hingga mencapai 382 kasus serta pada 2021 mengalami kenaikan yang signifikan mencapai 624 kasus.
 
Menurut dia, pada semester pertama 2023 kasus TPPO di provinsi berbasis kepulauan ini mencapai 185 orang terdiri dari 39 perempuan, yaitu 12 anak-anak dan 27 dewasa serta 146  laki-laki terdiri dari 20 anak-anak dan 126 dewasa.

Pewarta: Ilham Kausar
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2023