Jakarta (ANTARA) - Masyarakat dapat berperan aktif dalam merawat dan melestarikan arsip-arsip film nasional dengan turut memberikan informasi mengenai keberadaan materi-materi film, baik dalam bentuk pita magnetik atau pita seluloid, agar pemerintah dapat bertindak cepat untuk menyelamatkan film-film lawas Indonesia.

Hal tersebut diutarakan oleh Koordinator utama Digitalisasi dan Restorasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Rizka Fitri Akbar saat sesi diskusi media peluncuran film restorasi “Dr. Samsi” di Jakarta, Selasa.

Film "Dr. Samsi" produksi tahun 1952 merupakan salah satu film dengan materi seluloid 35mm yang tersimpan dalam koleksi Sinematek Indonesia dalam kondisi yang nyaris punah dan tidak lengkap. Kemudian, Direktorat Perfilman, Musik, dan Media, Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek segera melakukan tindakan restorasi film karya perempuan sutradara Ratna Asmara itu sebagai bentuk penyelamatan dari format seluloid ke format digital yang lebih modern.

Baca juga: Kemendikbudristek restorasi film perempuan sutradara pertama Indonesia

Selain "Dr. Samsi", Kemdikbudristek telah melakukan restorasi sebanyak empat judul film yaitu "Darah dan Doa (The Long March)", "Pagar Kawat Berduri", "Bintang Ketjil", dan "Kereta Api Terakhir". Menurut Rizka, semua film yang direstorasi telah melalui proses kurasi. Kemendikbudristek, juga ingin melakukan restorasi terhadap sejumlah film nasional yang diproduksi beberapa dekade lalu, namun terkendala sumber film yang nihil.

"Kalau memang dari masyarakat ada yang bisa menemukan materi dalam bentuk apapun, kami sangat terbuka menerima itu. Ada beberapa kriteria untuk proses restorasi sebuah film, contohnya kelangkaan materi, kerusakan, atau keunikan. Nilai lebih film 'Dr. Samsi' kebetulan menampilkan perempuan sutradara. Perspektif utama kami dalam melakukan restorasi adalah penyelamatan film karena film bagian dari sejarah peradaban bangsa,” papar Rizka.

Sementara itu Pamong Budaya Ahli Muda Bidang Perfilman Kemendikbudristek Panji Wibisono mengatakan dalam melakukan restorasi terhadap film "Dr. Samsi, pihaknya menggunakan materi film seluloid dari copy positif maupun negatif sebanyak 15 reels.

"Film tersebut disimpan kemudian kami pinjam dari Sinematek Indonesia. Dari 15 reels tersebut, tidak serta merta bisa diharapkan karena beberapa adegan pada menit pertama juga pasti akan terasa sekali kerusakan audio-nya," jelas Panji.

Baca juga: "Dr. Samsi" jadi film restorasi kelima Kemendikbudristek

Selain kerusakan parah pada sektor suara, Panji menjelaskan bahwa ada pula sejumlah kerusakan visual pada beberapa bagian di film "Dr. Samsi" sehingga membuat emosi adegan turut menghilang.

"Kami menerapkan proses inspeksi, digitalisasi, serta ada juga rekonstruksi meliputi diskusi dan pengambilan keputusan terkait film. Jadi, kami kembalikan film ini ke aslinya semirip mungkin seperti saat film tersebut dibuat," kata Panji mengakhiri penjelasan.

Restorasi film "Dr. Samsi" merupakan upaya pemerintah untuk menambah kekayaan arsip dan penyelamatan materi yang selama ini pernah menjadi catatan kejayaan sinema nasional. Pengelolaan arsip dan restorasi film tersebut menjadi salah satu kerja nyata Kemendikbudristek dalam menghargai peran para sutradara sekaligus karya-karya dalam membangun industri perfilman Indonesia.

Film "Dr. Samsi" merupakan karya sandiwara yang diciptakan oleh suami Ratna yaitu Andjar Asmara. Tak hanya berada di balik layar, Ratna Asmara juga turut membintangi film "Dr. Samsi" dengan memerankan karakter Sukaesih. Selain Ratna, beberapa aktor seni peran yang turut bermain di film ini di antaranya Raden Ismail, M. Said, Kamaludin, Djuwita, Kartini, dan Awaludin.

Baca juga: Kemendikbudristek ungkap tantangan utama restorasi film "Dr. Samsi"

Pewarta: Ahmad Faishal Adnan
Editor: Siti Zulaikha
Copyright © ANTARA 2023