Jakarta (ANTARA) - Pakar kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah mengatakan KTP Sakti merupakan solusi mencegah bantuan sosial (bansos) salah sasaran karena bisa menyatukan beragam kartu bantuan sosial yang dirilis pemerintahan Joko Widodo (Jokowi).

"Sudah semestinya (kartu-kartu program bansos Jokowi) itu disederhanakan menjadi satu kartu. Ada kartu macam-macam sehingga itu menyebabkan pemborosan," kata Trubus dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.

Untuk itu, dia mengapresiasi rencana Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden RI Ganjar Pranowo-Mahfud Md. meluncurkan KTP Sakti.

Menurut dia, selama ini bansos yang disalurkan oleh pemerintahan Jokowi mengharuskan penerimanya memegang beragam kartu. Kartu Indonesia Pintar, misalnya, harus dimiliki oleh sekitar 20 juta penerima bantuan.

Ada pula Kartu Indonesia Pintar Kuliah, Kartu Keluarga Sejahtera, Kartu Prakerja, Kartu Sembako, Kartu Indonesia Sehat, Kartu Tani, dan Program Keluarga Harapan.

Bila bersandar pada rencana sistem pemerintahan berbasis elektronik (SPBE), kata Trubus, seharusnya data penerima bantuan sosial digabung dan divalidasi. Dengan begitu, kasus-kasus bansos salah sasaran karena kesalahan administrasi tak lagi mengemuka.

Trubus menilai program KTP Sakti mesti berpatokan pada nomor induk kependudukan (NIK). Sebelum merancang KTP Sakti, pasangan Ganjar-Mahfud mesti membenahi seluruh data di kementerian dan lembaga yang sejauh ini masih mengedepankan egosektoral.

"Untuk membenahi egosektoral, memerlukan kepemimpinan yang kuat untuk menyatukan itu semua. Yang jelas, selama ini setiap kementerian dan lembaga itu punya misi suci sendiri sehingga ketika itu disatukan, tentu prosesnya sangat alot," ujarnya.

Adapun kementerian dan lembaga yang sering berbenturan data adalah Kementerian Sosial, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kesehatan, Badan Pangan Nasional dan Kementerian Pertanian. Dengan demikian, pasangan Ganjar-Mahfud perlu tegas menghapus egosektoral yang menyulitkan pusat data nasional terbentuk.

"Kalau secara rasional, kebijakan ini bagus. Cuma pada tataran implementasi, akan berat. Pembenahan data itu enggak cukup setahun. Jadi, itu nanti ada namanya PDN, Pusat Data Nasional," ungkap Trubus.

Baca juga: Pengamat soroti "politisasi" IMB masyarakat Tanah Merah Plumpang
Baca juga: Analis kebijakan publik: IPO PGE bisa bangun kepercayaan publik


Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia (SDI) mengamanatkan seluruh data penduduk menjadi satu. Namun, perlu kolaborasi dan sinergi antara kementerian dan pemerintah daerah supaya data penerima bansos bisa disatukan.

"Pada tataran pemerintah daerah, ini jauh lebih rumit. Biasanya yang dilaporkan jadi penerima (bansos) itu orang-orang yang mendukung kepala daerah itu saat kampanye. Kalau enggak kampanye, kalau enggak dukung saya, ya, enggak saya masukkan," jelasnya.

Sebelumnya, Capres RI Ganjar Pranowo menyebut program KTP Sakti didorong Ganjar-Mahfud guna mengefektifkan penyaluran bansos kepada masyarakat. KTP Sakti juga dimaksudkan untuk meminimalisasi pungutan liar terhadap penerima bansos yang kerap terjadi.

"KTP Sakti akan memusnahkan praktik-praktik pungutan liar, yang kerap terjadi saat penyaluran bansos dan menghindari duplikasi data masyarakat, yang membutuhkan bantuan terintegrasi dalam satu sistem," kata Ganjar.

Ganjar optimistis program KTP Sakti bakal mudah dijalankan. Pasalnya, KTP Sakti akan berbasis pada NIK yang datanya relatif akurat.

"Bisa melakukan profiling, ahli IT (informasi teknologi) cukup banyak, dan sebenarnya itulah basis data," pungkasnya.

Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2023