Bratislava (ANTARA) - Eropa dan China memiliki kepentingan yang sama di sejumlah bidang, seperti iklim, perdagangan, dan teknologi. Oleh karena itu, kerja sama antara Uni Eropa (UE) dan China sangat penting, kata seorang pakar ekonomi Slovakia dalam sebuah sesi wawancara dengan Xinhua baru-baru ini.

Juraj Sipko, mantan kepala Institut Penelitian Ekonomi di Akademi Ilmu Pengetahuan Slovakia, mengungkapkan bahwa dunia saat ini menghadapi tiga guncangan sistemik, yaitu perubahan iklim, dampak lanjutan pandemi virus corona, dan berbagai konflik. Dampak gabungan dari guncangan-guncangan ini telah menimbulkan blok-blok geoekonomi dan fragmentasi global.

Mencermati bahwa ekonomi dunia saat ini sedang dilanda "pertumbuhan ekonomi yang sangat rendah, suku bunga yang sangat tinggi, inflasi yang sangat tinggi, serta utang publik yang sangat besar," pakar tersebut menekankan bahwa kerja sama internasional menjadi satu-satunya cara untuk melawan tren fragmentasi global.

UE dan China dapat memperoleh manfaat dari bekerja sama dan saling belajar, tidak hanya di bidang perdagangan tetapi juga dalam semua bidang kehidupan, kata Sipko.

Pernah menjabat sebagai direktur hubungan internasional di Kementerian Keuangan Slovakia, dan negosiator di UE serta Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (Organization of Economic Cooperation and Development/OECD), Sipko kerap berkunjung ke China untuk mendapatkan pengalaman langsung dan "gambaran riil tentang ekonomi setempat berdasarkan analisis data."   "Bahkan lembaga-lembaga internasional juga mendorong China untuk membantu membiayai proses restrukturisasi utang publik di negara-negara tersebut," ungkap Sipko.


Dengan fragmentasi global yang terus meningkat, "upaya China untuk mempromosikan kerja sama dan membangun infrastruktur di luar negeri memainkan peran penting dalam ekonomi global," ungkap Sipko.

Menurut pakar ekonomi itu, China merupakan salah satu pemain kunci yang secara aktif mengupayakan kerja sama internasional dengan negara-negara lain. Dia menuturkan China menjadi satu dari sedikit negara yang "mandiri" dan mampu memberikan dukungan kepada negara lain berkat dana kekayaan dan cadangan devisanya yang besar.

Dengan rata-rata porsi kontribusi sebesar 30 persen pada pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) global per tahun selama satu dekade terakhir, dan perkiraan serupa untuk masa mendatang, China akan dapat terus berinvestasi, terutama di negara-negara berpendapatan rendah dan negara-negara berkembang, di bawah Inisiatif Sabuk dan Jalur Sutra, paparnya.
 
  Foto udara yang diambil pada 23 April 2022 menunjukkan bagian Beograd-Novi Sad dari jalur kereta Beograd-Budapest di Beograd, Serbia. (Foto oleh Wang Wei/Xinhua)  


 "Bahkan lembaga-lembaga internasional juga mendorong China untuk membantu membiayai proses restrukturisasi utang publik di negara-negara tersebut," ungkap Sipko.   Mengenai intensitas kerusakan akibat perubahan iklim global terhadap banyak negara dan industri, yang menguras anggaran nasional dan mengancam stabilitas keuangan, Sipko menggarisbawahi bahwa "satu-satunya cara adalah bekerja sama."

Mantan penasihat gubernur Bank Nasional Slovakia (Slovak National Bank) itu menguraikan beberapa contoh seperti bantuan keuangan China untuk Pakistan yang dilanda banjir pada 2022 lalu, dan kegiatan pembangunan infrastruktur China yang tidak hanya dilaksanakan di negara-negara berkembang tetapi juga di Eropa.

China telah berhasil secara signifikan mengurangi kemiskinan dalam beberapa dekade terakhir yang akan "meningkatkan paritas daya beli kelas menengahnya," kata Sipko.

Permintaan domestik China akan menjadi kekuatan pendorong utama seiring negara itu terus mengubah model pertumbuhannya dari kuantitas ke kualitas, berkat "robotisasi, otomatisasi, digitalisasi, serta peningkatan inovasi teknologi," tutur Sipko, seraya menyarankan China untuk terus meningkatkan investasi produktif agar tetap kompetitif mengingat banyak produk buatan China yang diminati di luar negeri.
 
  Foto yang diambil pada 14 Oktober 2023 ini menunjukkan turbin angin di Brandenburg, Jerman.
  Foto yang diambil pada 14 Oktober 2023 ini menunjukkan turbin angin di Brandenburg, Jerman. (Xinhua/Ren Pengfei) 
 

 Mengenai intensitas kerusakan akibat perubahan iklim global terhadap banyak negara dan industri, yang menguras anggaran nasional dan mengancam stabilitas keuangan, Sipko menggarisbawahi bahwa "satu-satunya cara adalah bekerja sama."

"Saat ini, peradaban manusia sedang menghadapi banyak tantangan, risiko, dan ancaman eksistensial. Sekarang bukan waktunya untuk strategi isolasi, melainkan untuk kerja sama yang bermanfaat dan saling menguntungkan bagi semua orang yang tinggal di planet yang indah ini," ujar Sipko. Selesai


 

Pewarta: Xinhua
Editor: Santoso
Copyright © ANTARA 2023