Banyuwangi (ANTARA) - Bandara Banyuwangi meraih sertifikasi Greenship Net Zero Healthy Ready (NZH) dari Green Building Council Indonesia (GBCI) dan menjadi yang pertama di Indonesia peroleh sertifikat NZH karena dinilai memiliki konsep bangunan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.

GBCI merupakan lembaga nirlaba yang berkomitmen mendorong terciptanya gedung-gedung hijau ramah lingkungan, dan bagian dari World Green Building Council yang berpusat London.

Dalam keterangannya di Banyuwangi, Selasa, Eksekutif General Manajer (EGM) Bandara Internasional Banyuwangi Johan Seno Acton menjelaskan bahwa sertifikat ini diterima oleh Direktur Enginering PT Angkasa Pura II di Jakarta, pada November 2023.

"Dengan terbitnya sertifikat ini menjadi bukti bahwa Bandara Banyuwangi adalah Green Airport. Di mana praktik-praktik pembangunan berkelanjutan memang dilaksanakan seperti pengelolaan ramah lingkungan, efisiensi dalam penggunaan energi dan pemenuhan energi baru terbarukan," ujarnya.

Baca juga: Bandara Banyuwangi raih Penghargaan Subroto dari Kementerian ESDM

Baca juga: Ibu Negara dan rombongan tiba di Banyuwangi disambut tari gandrung


Dengan diterimanya sertifikasi Greenship NZH ini, kata Johan, semakin menegaskan konsep green building yang sejak awal diterapkan oleh bandara yang dirancang arsitek nasional, Andra Matin.

"Bisa dibilang Banyuwangi berkomitmen mendukung program pengurangan emisi karbon dan penggunaan energi baru terbarukan (EBT)," katanya.

Menurut ia, ada sejumlah aspek penilaian, di antaranya aspek kesehatan dan kenyamanan (health and xomfort) yang terdiri atas kenyamanan termal (panas) dalam ruang dan pergantian udara ruangan.

"Strategi ventilasi udara alami dan penggunaan kisi-kisi kayu untuk sirkulasi udara di Bandara Banyuwangi menjadi salah satu kelebihan yang dinilai. Selain itu, green roof terminal juga menjadi nilai lebih," kata Johan.

Aspek penilaian lainnya adalah efisiensi energi dan konservasi, meliputi sistem tata cahaya dalam ruang, sistem tata udara dalam ruang dan upaya reduksi emisi karbon.

"Untuk mengurangi emisi karbon Bandara Banyuwangi menggunakan pembangkit listrik tenaga surya di atap bandara. Juga menerapkan skylight untuk pencahayaan alami di siang hari. Menggunakan energi listrik yang minim pada berbagai ruangan juga menjadi salah satu penilaian positif," katanya.

Sementara itu, Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani menyampaikan apresiasi dan kebanggaannya atas capaian itu.

Menurut dia, Pemkab sejak awal telah merancang pembangunan Bandara Banyuwangi dengan konsep bangunan hijau sekaligus mengangkat arsitektur lokal.

Konsep yang diterapkan Pemkab Banyuwangi ini, akhirnya membawa Bandara Banyuwangi memenangi kompetisi bergengsi arsitektur internasional, The Aga Khan Award for Architecture 2022, menyisihkan 463 nominasi bangunan dengan arsitektur terbaik di dunia.

"Bandara adalah wajah depan sebuah kota, maka kami sangat serius merancang dan membangun bandara kami. Bahkan, kami terbitkan regulasi yang menjaga agar kawasan di sekitar bandara lansekapnya tetap persawahan," kata Ipuk.

Selain mengusung semangat green building, desain bangunan Bandara Banyuwangi juga dirancang mengangkat arsitektur lokal, dan jika dilihat dari atas, atap bandara berbentuk penutup kepala khas Suku Osing.*

Baca juga: Banyuwangi dorong pembangunan lewat Festival Arsitektur Nusantara

Baca juga: Farrokh sebut Bandara Banyuwangi mirip arsitektur akupuntur di China

Pewarta: Novi Husdinariyanto
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2023