Mereformasi diri dan Bertransformasi
Jakarta (ANTARA) - Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengatakan saat dirinya menjabat sebagai jaksa agung, hal pertama yang akan dilakukan adalah membenahi Korps Adhyaksa untuk menciptakan penegakan hukum yang modern dan humanis, namun hal itu tidaklah mudah karena harus berhadapan dengan tantangan internal dan eksternal.

"Ketika saya diberikan amanah menjadi Jaksa Agung, sedikitpun tidak menyangka kalau ini merupakan perjalanan sang waktu, yang saya pikirkan dan akan saya laksanakan sebagai seorang pimpinan adalah melakukan pembenahan internal (membangun soliditas dan integritas) sebagai penegak hukum," kata Burhanuddin dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA di Jakarta, Minggu.

Burhanuddin mengatakan dirinya kemudian membuat aturan-aturan yang fleksibel dan perlu dibuat progresif dalam rangka penegakan hukum modern dan humanis, kemudian menggeliatkan bidang-bidang penindakan sehingga manfaatnya dirasakan oleh masyarakat.

"Awalnya hanya sebuah mimpi, tapi suka tidak suka ini adalah pilihan yang harus dilakukan. Bulan demi bulan saya lihat progres-nya memang rintangan internal dan tekanan eksternal sangat kuat dalam membawa Kejaksaan yang seperti sekarang ini," ujarnya.

Hal tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan sistem pengawasan yang cepat, tepat dan akurat dalam mengambil suatu keputusan dan tindakan. Ketegasan Burhanuddin dalam membenahi Korps Adhyaksa membuatnya kerap disebut sebagai raja tega.

Baca juga: Kejaksaan Agung eksekusi 99.224 perkara sepanjang 2023

Baca juga: Kejaksaan Agung selamatkan uang negara Rp74,7 triliun sepanjang 2023


"Harus diberikan contoh kepada seluruh Insan Adhyaksa sehingga sering saya disebut Raja Tega, karena tidak mungkin kita membersihkan halaman dengan sapu yang kotor," tegas Burhanuddin.

Selanjutnya dalam membangun kinerja di bidang penindakan, harus menyasar kasus-kasus yang berhubungan dengan kepentingan publik, menyentuh kebutuhan pokok masyarakat, dan bermanfaat bagi masyarakat, serta mengutamakan perkara-perkara "big fish", sehingga masyarakat memahami bahwa korupsi itu tidak hanya merampas ekonomi masyarakat, tetapi juga melemahkan pertumbuhan ekonomi masyarakat.

Dalam perjalanannya, ternyata penindakan harus diimbangi dengan perbaikan tata kelola, perbaikan manajemen, termasuk menggandeng proyek-proyek strategis nasional agar bisa berjalan dan dinikmati hasilnya oleh masyarakat. Oleh karena itu, harus dilakukan pendampingan sekaligus pengamanan walaupun itu tugas yang berat.

Jargon "Penegakan Hukum Humanis dan Modern" menjadi suatu renungan yang mendalam dari segenap insan kejaksaan bahwa hukum yang baik adalah hukum yang mengandung nilai-nilai kemanusiaan, karena hukum yang tertinggi adalah kemanusiaan itu sendiri.

Hukum yang modern itu adalah hukum yang mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman dan menjamin kebutuhan hukum masyarakat.

Digitalisasi di bidang hukum juga menjadi keniscayaan untuk mempermudah, mempercepat dan mengefektifkan akses pelayanan informasi hukum kepada masyarakat dan media guna mengedepankan transparansi.

Baca juga: Kejaksaan Agung tangkap 138 buron sepanjang 2023

Program-program Penegakan Hukum Humanis juga harus diluncurkan dalam rangka penyadaran hukum dan melek hukum masyarakat, sehingga ketika kesadaran hukum masyarakat menjadi semakin baik maka penegakan hukum yang sifatnya represif tidak diperlukan lagi karena telah tercipta keharmonisan dan kedamaian di dalam masyarakat itu sendiri, sehingga tujuan hukum sudah dirasakan manfaat, kepastian dan keadilannya di masyarakat.

Burhanuddin menyampaikan kata kuncinya agar kejaksaan ke depan eksistensi-nya dapat dipercaya oleh masyarakat yakni "Mereformasi diri dan Bertransformasi", yaitu mereformasi untuk mengubah pola pikir, perilaku yang nantinya menjadi budaya kerja Kejaksaan dan Bertransformasi, artinya mampu beradaptasi dan lincah dengan kebutuhan hukum masyarakat modern di era kekinian dan di masa yang akan datang.

Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2024