Guiyang (ANTARA) - Tidak ada superstar. Tidak ada tiket. Semua orang bisa bernyanyi di atas panggung. Berbeda dengan konser pada umumnya, konser pinggir jalan (roadside concert) yang digelar di Guiyang, ibu kota Provinsi Guizhou, China barat daya, memungkinkan orang-orang untuk membaurkan diri mereka ke dalam musik.

Meski cuaca dingin, konser pinggir jalan di Guiyang tetap menarik banyak turis dan penduduk untuk menonton pertunjukan di jalanan yang ramai dan tempat-tempat wisata.

Konser pinggir jalan di Guiyang sudah ada sejak 1937, ketika beberapa organisasi musik mengajari masyarakat untuk menyanyikan lagu-lagu anti-Jepang yang membantu membangkitkan semangat juang mereka selama Perang Perlawanan Rakyat China melawan Agresi Jepang.

Jenis konser yang menjadi hit ini berasal dari sebuah pertunjukan di pinggir jalan.

Menjelang konser besar, beberapa penggemar musik dari seluruh provinsi itu berkumpul terlebih dahulu dan menyanyikan lagu-lagu di lorong bawah tanah di Distrik Guanshanhu, Kota Guiyang.

Tanpa tiket atau pagar pembatas, kaum muda bergandengan tangan, bernyanyi, dan menari. Video yang menunjukkan penampilan mereka bersantai dan bersenang-senang dengan cepat menjadi viral setelah diunggah di media sosial.

"Kami hanya menghibur diri dan tidak menyangka akan menjadi sorotan saat musim panas," ungkap Yang Zhi, inisiator acara sekaligus penyanyi utama band lokal Guiyang "Zhe Er Gen".

"Guiyang memiliki suasana yang baik untuk musik, dan banyak band yang menikmati berbagai pertunjukan jalanan. Ini merupakan sebuah tradisi yang telah diwariskan selama bertahun-tahun," ujar Yang.

Di suatu malam akhir pekan pada Mei 2018, beberapa pencinta musik yang tunanetra menggelar sebuah konser di bawah tembok Paviliun Wenchang di Distrik Yunyan. "Lebih dari 300 orang datang pada saat itu, sehingga menyuguhkan suasana yang ramai dan menyenangkan," kenang Chen Changhai, drumer band tersebut.

Sejak itu, band "Zhe Er Gen" dibentuk dan pertunjukan pinggir jalan menjadi populer.

"Zhe Er Gen", yang juga dikenal sebagai mint ikan (fish mint), merupakan herba yang asli berasal dari China barat daya. Band itu terdiri dari tiga terapis pijat tunanetra dan seorang pengantar pesanan makanan. Mereka menjalankan pekerjaan mereka di siang hari dan berkumpul di malam hari untuk melantunkan nada menggunakan alat musik mereka. Para penyandang tunanetra dalam band tersebut seperti "Zhe Er Gen" yang kaya dengan esensi Guizhou dan tumbuh subur dalam kegelapan.

Hingga saat ini, lebih dari 20 konser telah diselenggarakan di Paviliun Wenchang, menarik hampir 40.000 penonton dan sekitar 37 juta penonton online.

Saat Festival Pertengahan Musim Gugur dan libur Hari Nasional China pada 2023, seorang penyanyi tenor China yang terkenal, Zhang Yingxi, pergi ke sebuah konser pinggir jalan. "Saya melepaskan tuksedo dan naik ke panggung pinggir jalan. Karena begitu dekat dengan penonton, saya rasa inilah musik rakyat dan oleh rakyat," tutur Zhang.
 
 Foto udara yang diambil pada 13 Oktober 2023 ini menunjukkan lokasi konser pinggir jalan di Paviliun Wenchang di Guiyang, Provinsi Guizhou, Tiongkok barat daya. (Xinhua/Ou Dongqu)  


Dari kalangan rakyat biasa hingga para bintang, musik menyatukan banyak orang. Selain Zhang, para selebriti dari berbagai kalangan, termasuk aktor film dan peraih medali emas Asian Games ke-19, juga berpartisipasi dalam konser pinggir jalan

"Baik rakyat biasa atau bintang, ketika naik ke panggung kecil di pinggir jalan, mereka dapat menikmati keindahan musik bersama," kata Zhou Wenjia, wakil kepala departemen publisitas Distrik Yunyan.

Sun Guang, kepala biro kebudayaan dan pariwisata Distrik Nanming di Guiyang, menjadi terkenal berkat konser pinggir jalan.

"Saya punya impian bermusik," ungkap Sun, yang pernah ikut serta dalam kompetisi nasional dan tampil di atas panggung di Beijing. Namun karena sibuk dengan pekerjaan, gitarnya pun terabaikan. Sambil mengamati kerumunan penonton yang makin banyak, Sun mendaftar secara diam-diam, mengenakan jaket kulit dan kacamata hitam, kemudian tampil di atas panggung.

Akan tetapi, mungkin karena penampilannya yang mengagumkan, sebagian penonton mengenalnya. Ketika bernyanyi di atas panggung untuk ketiga kalinya, sebuah video pendek yang menunjukkan penampilan Sun menjadi populer di internet dan mencatatkan hampir 1 juta penayangan, yang membuatnya kaget untuk sementara waktu.

Pasar Qingyun, salah satu venue konser pinggir jalan, merupakan sebuah objek wisata terkenal di Guiyang yang menjual jajanan malam serta produk-produk kreatif dan budaya lokal. Dengan popularitas konser tersebut, pasar itu menjadi mesin penting untuk meningkatkan ekonomi Guiyang.

Data menunjukkan bahwa saat Festival Pertengahan Musim Gugur dan libur Hari Nasional tahun lalu, jumlah turis yang berkunjung ke pasar itu mencapai sekitar 900.000 orang, dengan volume penjualan hampir 30 juta yuan (1 yuan = Rp2.166) atau sekitar 4,2 juta dolar AS (1 dolar AS = Rp15.518)

"Konser pinggir jalan sekarang menjadi pendorong ekonomi yang penting, dan saya bisa menjadi penggeraknya. Ini merupakan kombinasi yang baik antara hobi dan pekerjaan saya," kata Sun.

Seiring kian besarnya momentum yang didapatkan konser pinggir jalan, musik menjadi pendorong konsumsi. Otoritas Guiyang menjelaskan bahwa konser pinggir jalan akan terus tanpa tiket, tanpa bisnis, dan tanpa jarak dari orang-orang, dengan tujuan membangun kota yang hangat dan ramah. 

Pewarta: Xinhua
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2024