Jakarta (ANTARA) - Organisasi Masyarakat Sipil, Indonesia for Global Justice (IGJ) menilai pemerintah Republik Indonesia harus memperjuangkan isu subsidi perikanan bagi negara berkembang pada Konferensi Tingkat Menteri WTO (Organisasi Perdagangan Dunia) ke-13 yang akan berlangsung pada tanggal 26-29 Februari 2024 di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab.

“Pemerintah di negara-negara berkembang harus bisa memberikan subsidi ke nelayannya tanpa ada syarat-syarat apapun dan kondisi apapun karena subsidi ini penting. Kalau di negara berkembang tidak diberikan, ada batasan bagi nelayan di negara berkembang,” kata Direktur Eksekutif IGJ Rahmat Maulana Sidik saat Media Visit ANTARA di Kantor Redaksi ANTARA, Jakarta, Senin.

Rahmat menjelaskan Konferensi Tingkat Menteri ke-12 WTO pada 2023 membahas rencana penghapusan subsidi untuk sektor perikanan termasuk bagi nelayan yang melakukan praktik ilegal atau yang disebut Illegal, Unregulated and Unreported (IUU) fishing. Aturan tersebut salah satunya melarang pemberian subsidi kepada para nelayan yang beroperasi di luar batasan 12 Mil Laut/ nautical mile (NTM) atau perairan teritorial.

Nelayan di Indonesia, lanjut Rahmat, tidak disadari sering kali melaut hingga lebih dari 12 NTM. Selain dikarenakan perairan Indonesia yang memang luas, rusaknya alam membuat nelayan terpaksa harus melebarkan area tangkapan agar mendapatkan ikan yang berkualitas.

“Negara maju ingin kita supaya tidak mengharapkan subsidi atas sektor perikanan. Karena dianggap subsidi ini mencederai liberalisasi tapi kenyataannya yang sering memberikan subsidi negara maju karena mereka punya banyak kapal tangkap besar. Ini menjadi isu karena kita negara maritim dan kalau ini tembus kita tidak boleh memberikan subsidi kepada nelayan kita,” ucapnya.

IGJ menilai definisi IUU fishing tersebut tidak tepat jika diterapkan di Indonesia. Indonesia sebagai negara maritim dan sektor perikanan yang menjadi salah satu mata pencaharian, harus memiliki fleksibilitas penuh untuk memberikan subsidi bagi nelayan dan kegiatan penangkapan ikan hingga Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan zona kontinental untuk selama-lamanya.

Untuk itu, pemerintah Indonesia perlu bergandengan tangan dengan negara-negara berkembang lainnya terutama di Asia Tenggara yang juga mengandalkan sektor perikanan seperti Vietnam untuk sama-sama memperjuangkan subsidi bagi para nelayan-nelayan kecil.

“Jangan lupa memperkuat data-data, misalnya data nelayan yang melaut melebihi 12 nautical mile. Fakta tersebut harus dibawa ke ruang negosiasi karena itu untuk memperkuat bahwa tidak cukup hanya 12 nautical mile itu yang bisa ditargetkan menerima subsidi,” jelasnya.

Selain subsidi perikanan, IGJ menilai pemerintah juga perlu membawa sejumlah isu yang penting bagi negara berkembang. Seperti subsidi pada sektor pertanian yang juga turut dibatasi melalui Pengukuran Dukungan Agregat atau Aggreagate Measurment of Support.

Lalu menjaga reformasi WTO agar sejalan dengan kepentingan Indonesia dan mendesak agar negara-negara WTO untuk membebaskan kewajiban melindungi hak kekayaan intelektual terkait pencegahan, penanganan dan pengobatan COVID-19 atau yang dikenal dengan Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS) Waiver.

Kemudian memperjuangkan liberalisasi e-commerce di digital Tanah Air melalui Joint Statement Initiative (JSI) dibidang e-commerce serta mendorong kemudahan investasi melalui Investment Facilitation for Development.


Baca juga: IGJ sebut hak dan kedaulatan nelayan kecil harus dijaga

Baca juga: IGJ: Pemerintah harus jamin nelayan kecil dapatkan subsidi perikanan


Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Nurul Aulia Badar
Copyright © ANTARA 2024