Athena (ANTARA) - Dalam novel Metamorphosis karya Franz Kafka, dikisahkan Gregor Samsa terbangun dan mendapati dirinya berubah menjadi seekor kumbang.

Ia pun kemudian harus bersusah payah menyesuaikan diri dengan realitas baru, hidup terisolasi dan tidak bisa meneruskan kehidupan normal. Ia merasa tidak berguna dalam keluarga dan masyarakat.

Bagi mereka yang tidak punya rumah atau tuna wisma, terdapat perasaan yang sama, terisolasi, merasa tidak berharga dan dibenci. Tidak ada orang yang peduli dan mau menuliskan kisah mereka.

Mereka tidak memilih untuk jadi tuna wisma, mereka tidak memilih untuk hidup di jalanan, mengenakan pakaian yang sama selama berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan, tidak bisa mandi dan merasakan bagaimana segarnya rasa kulit mereka saat memakai baju yang baru dicuci.

Mereka juga ingin seperti manusia normal lain, mempunyai pekerjaan, rumah, mobil, atau mungkin keluarga, hewan piaraan dan uang di saku mereka.

Tapi hidup memang sering berjalan aneh dan ketika kesulitan menghadang, selalu ada jalan keluar. Dalam kisah ini, terdapat metamorfosis yang positif.

Dalam kondisi seperti itulah lahir Immortaliting, sebuah NGO yang didirikan oleh Vicky Arali, seorang ibu tunggal bekerja, yang ingin melakukan perubahan dalam kehidupan orang lain.

Arali mendirikan sebuah organisasi yang menyediakan pakaian bersih dan segar kepada para tuna wisma. Ia pun menggunakan mobilnya yang diberi nama Metamorphosis dalam menjalankan misinya.

"Semua orang punya hak untuk mendapatkan fasilitas sanitasi dan pakaian bersih, meski saat mereka tidak punya uang untuk mendapatkannya," kata Arali kepada Anadolu.

Pada 2020, saat pandemi virus corona mencapai puncaknya, Arali berkesempatan untuk mengamati dan memantau kondisi kelompok tuna wisma di Athena.

Ia kemudian beberapa kali menemui para tuna wisma tersebut, menawarkan sabun cuci, sabun mandi dan alat pembersih lainnya.

Ide untuk mendirikan organisasi sosial tersebut dilakukan setelah ia selama empat hari ikut merasakan hidup sebagai tuna wisma. Ia kemudian menyadari bahwa kaum tuna wisma sangat membutuhkan hal-hal yang oleh orang lain bisa didapat dengan mudahnya.

Arali sebenarnya berniat mencoba menjalani hidup di jalan dan menjadi tuna wisma selama lima hari. "Tapi pada hari keempat saya memutuskan pulang ke rumah, menangis. Saya mulai mendengarkan hal-hal yang saya rekam dengan telepon genggam saya," katanya.

“Di luar sana, tidak ada yang mengenal saya, dalam bahaya, saya tidur beberapa jam di pagi hari di trem, saya takut. Pakaian saya kotor, jauh dari orang yang saya cintai, tanpa uang, tidak ada komunikasi dan tidak dikenal masyarakat lainnya,” katanya.

Saat itulah ia mendirikan Immortaliting, kemudian disusul dengan Metamorphosis, mobil serba guna.

Sebanyak 59 kegiatan telah dia lakukan dengan lebih dari 1.700 penerima manfaat.

Arali menyadari bahwa tuna wisma tidak punya tempat untuk mandi, mencuci pakaian. Bahkan ada tuna wisma yang tidak pernah mandi selama lebih dari empat bulan.

"Saya meminta seorang pria tuna wisma untuk menyingsingkan lengan baju dan saya melihat bekas luka di kulitnya," kata Arali.

Ide Metamorphosis

Metamorphosis pun "lahir” - sebuah mobil van yang menawarkan bantuan kepada mereka yang tidak punya akses terhadap air besar dan tidak punya kesempatan untuk menikmati mandi dengan air hangat.

“Bagi mereka yang tinggal di jalanan, mendapatkan akses terhadap air bersih dan pakaian bersih adalah sebuah keistimewaan yang tak terbayangkan,” kata Arali sambil menambahkan bahwa akses terhadap pancuran air hangat adalah langkah pertama untuk mendapatkan kembali martabat dan memerangi lingkaran setan tunawisma.

Valantis, salah seorang tuna wisma penerima manfaat menceritakan pengalamannya kepada Anadolu.

Ia mengaku bahwa pernah bekerja, tapi tidak bersedia mengungkapkan jenis pekerjaan dan bagaimana bisa kemudian hidup di jalanan dan menyatakan ingin menulis sebuah buku.

"Saya akan melakukannya," kata Valantis dengan nada penuh bangga percaya diri. Ia lalu masuk mobil van untuk mandi dan keluar dalam keadaan segar dan bersih. Ia tampak berubah dan gembira.

Metamorphosis dalam bahasa Yunani berarti transformasi dan banyak tuna wisma yang bertransformasi seperti menjadi seseorang. Seseorang yang tidak lagi merasa terisolasi dari masyarakat setelah membersihkan diri dengan air hangat dan mengenakan pakaian baru.

"Mandi bisa membantu orang lain kembali merasa diri mereka sendiri, meningkatkan harga diri dan memperbarui rasa percaya sehingga mereka berguna," kata Arali sambil menambahkan bahwa mandi membuat mereka mendapatkan kembali diri mereka sebelum menjadi tuna wisma.

Tapi tidak semua tuna wisma bersedia menceritakan kisah mereka. Ada beberapa yang datang, enggan berbicara, memilih baju yang mereka inginkan dan kemudian pergi.

Stelios, seorang supir dan sekaligus bertugas sebagai koordinator, beberapa kali mengatakan bahwa pekerjaannya sangat menantang karena sebagian tuna wisma yang dihadapi bisa jadi mengalami gangguan psikologis sehingga memerlukan kesabaran dan pengertian.

"Mereka sering datang, berbicara dan duduk-duduk disini," kata Stelios. Mereka merasa dikucilkan dan keberadaan mobil van dan Stelios membuat mereka merasa lebih nyaman.

"Tugas saya bukan untuk menilai. Saya disini untuk mereka agar mereka nyaman dengan diri mereka, membuat mereka merasa dilibatkan," kata Stelios.

Sementara itu Arali berharap bisa mengembangkan sayap Metamorphosis ke kota lain di Yunani.

"Saya percaya dengan reintegrasi. Membawa perubahan yang kita inginkan dalam melihat dunia," katanya.

Sumber: Anadolu

Baca juga: River Plate buka stadionnya untuk lindungi tuna wisma
Baca juga: Restoran Muslim beri makanan gratis untuk tuna wisma pada Hari Natal

 

Pewarta: Atman Ahdiat
Editor: Arie Novarina
Copyright © ANTARA 2024