Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Indonesia dan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) menjalin kerja sama untuk menciptakan petani muda di Indonesia.

Kerja sama itu dilakukan melalui Kantor Staf Presiden (KSP) dan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) dengan program Technical Cooperation Programmes (TCP) yang ditandatangani di KSP, Jakarta, Senin (15/1).

Dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengatakan regenerasi petani menjadi salah satu permasalahan dunia, sehingga ada kegelisahan yang dihadapi berbagai negara soal regenerasi petani.

"Apalagi di saat ini terjadi kondisi yang bertentangan, di mana satu sisi pertumbuhan penduduk dunia semakin meningkat, namun pada sisi yang lain kondisi pertanian atau tanahnya menurun. Bahkan, teridentifikasi petani dihuni oleh orang-orang tua dengan alat-alat seadanya," kata Amran.

Baca juga: Moeldoko buka peluang petani muda bekerja di Korsel

Amran menyebut pertanian merupakan sektor strategis penyedia pangan yang saat ini menghadapi krisis ketersediaan petani.

Jumlah rumah tangga petani dalam 10 tahun terakhir, yakni periode 2003-2013, telah berkurang sebanyak 5 juta orang dan sebanyak 61 persen petani Indonesia berusia di atas 45 tahun.

Dia menilai kecilnya ketertarikan generasi muda untuk terjun di sektor pertanian ialah karena mereka menganggap profesi sebagai petani tidak keren, kumuh, miskin, dan komunitas terpinggirkan.

Hal itu juga yang mendorong Kementan bergerak untuk menghapus citra tersebut.

Baca juga: HIPMI Jaya buka peluang kalangan muda tekuni pertanian

Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Dedi Nursyamsi mengatakan Kementan ingin mengenalkan teknik pertanian modern untuk menumbuhkan minat generasi muda terhadap sektor pertanian.
​​​​​​​
"Kami ingin memunculkan cara bertani modern, smart farming, kepada anak muda pelaku pertanian dan pemahaman pertanian yang semakin luas bagi anak muda," kata Dedi.
​​​​​​​
Dia berharap program tersebut bisa menghapus citra petani yang dianggap tidak keren di kalangan anak muda.

"Harapannya, tidak ada lagi pandangan di kalangan anak muda bahwa bertani itu kotor, berlumpur, dan tidak menghasilkan. Kami berikan pemahaman bahwa bertani itu punya area yang sangat luas, mulai dari riset, budidaya, pascapanen, sampai dengan rantai supply dan demand dipenuhi," ujar Dedi.
​​​​​​​
Baca juga: Kementan maksimalkan pendidikan vokasi cetak petani muda

TCP merupakan program pertanian pintar atau smart farming yang berkolaborasi dengan Gerakan Pramuka Kwartir Nasional (Kwarnas) di Bumi Perkemahan dan Graha Wisata (Buperta) Cibubur dan Lampung.

Program tersebut menargetkan 100-150 ribu anak muda.

Proyek percontohan tersebut akan dikawal oleh FAO bersama dengan HKTI, Badan Pangan Nasional, Kementerian Pertanian, dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui hasil risetnya.
​​​​​​​
Melalui TCP, akan dilakukan pula pengembangan kurikulum pendidikan pertanian bagi anak muda, meningkatkan keterampilan, dan pengetahuan melalui solusi inovatif dan pendekatan digital.

Baca juga: Pengamat UGM: Materi pertanian perlu masuk kurikulum sekolah dasar
​​​​​​​
Model tersebut telah dijalankan oleh Program YESS di Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Selatan.
​​​​​​​
Pada penandatanganan kerja sama tersebut, Assistant Representative (Programme) FAO Ageng Herianto menjelaskan TCP di Indonesia akan berbentuk pelatihan untuk anak muda, termasuk mendengarkan apa yang diinginkan para pemuda dalam sektor pertanian.
​​​​​​​
Kemudian, dilakukan pendekatan pasar yang sesuai, agar para petani muda tidak hanya memproduksi hasil pertanian, tetapi juga bekerja di keseluruhan rantai pasok.

Baca juga: Petani milenial manfaatkan plasma ozon tingkatkan kualitas produk

Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2024