Nairobi (ANTARA) - Sebuah obat baru yang diharapkan dapat menurunkan penularan malaria di kalangan wanita hamil pengidap HIV diluncurkan pada Selasa (16/1) oleh para ilmuwan Kenya dan Malawi setelah melalui tahap uji coba yang ketat.

Melalui temuan penelitian yang dipublikasikan di jurnal medis Lancet, para ilmuwan itu mengatakan bahwa penambahan obat antimalaria dihydroartemisinin-piperaquine pada obat malaria yang sudah ada dapat secara signifikan mengurangi risiko infeksi malaria pada ibu hamil yang positif HIV.

"Kami merayakan temuan ini, yang menawarkan tambahan sumber daya obat untuk melawan penyakit yang mengancam sekitar 70 persen populasi kita," kata Elijah Songok, penjabat direktur jenderal Kenya Medical Research Institute (KEMRI), dalam pernyataan yang dirilis di Nairobi, ibu kota Kenya.

Menurut Songok, malaria pada kehamilan dapat memicu komplikasi yang mengancam jiwa, termasuk risiko keguguran, kematian bayi saat lahir (stillbirth), kelahiran prematur, dan gangguan pertumbuhan pada bayi yang baru lahir.

Dia menambahkan bahwa koinfeksi dengan HIV dapat berakibat fatal bagi wanita hamil, sehingga perlu segera dikembangkan obat baru yang dapat mengurangi infeksi di negara-negara Afrika sub-Sahara yang sangat endemik.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan dosis harian antibiotik kotrimoksazol untuk mencegah malaria pada ibu hamil yang positif HIV, menurut para peneliti di KEMRI.

Ketika parasit malaria menjadi semakin kebal terhadap antibiotik, kemanjurannya semakin berkurang, sehingga para peneliti terdorong untuk mengeksplorasi pengobatan baru yang dibuat khusus untuk negara-negara Afrika yang sangat endemik, menurut para ilmuwan.
 
   Arsip - Seorang bayi menerima pengobatan pencegahan malaria (IPTi) secara berkala di permukiman Soa di Yaounde, Kamerun, pada 25 April 2022. (Xinhua/Kepseu)


Feiko ter Kuile, seorang profesor Epidemiologi Tropis di Liverpool School of Tropical Medicine sekaligus pemimpin penelitian ini, mengatakan bahwa obat baru tersebut mengurangi insiden malaria di kalangan wanita hamil dan wanita pengidap HIV sebesar 68 persen, berdasarkan hasil uji klinis.

Obat baru itu menunjukkan tingkat keamanan dan toleransi yang tinggi, mencegah dua dari tiga infeksi malaria selama kehamilan, kata Hellen Barsosio, seorang ilmuwan penelitian klinis dari Pusat Penelitian Kesehatan Global KEMRI.

Barsosio menambahkan bahwa penemuan obat malaria baru untuk ibu hamil yang positif HIV dapat dijadikan referensi untuk menyesuaikan kebijakan kesehatan ibu dan bayi baru lahir di Afrika.

Simon Kariuki, kepala program malaria di Pusat Penelitian Kesehatan Global KEMRI, mengatakan bahwa pengembangan obat baru yang dikombinasikan dengan uji coba serupa yang sedang dilakukan di Gabon dan Mozambik akan merevitalisasi pencegahan malaria di Afrika.

 

Pewarta: Xinhua
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2024