“Hari ini kami diundang oleh BK DPD RI untuk memaparkan apa yang menjadi keberatan, kami sudah mengajukan surat pengaduan kepada BK dan hari ini diminta menjelaskan satu persatu secara detail apa yang menjadi isu pokok dari keberatan kami,”
Denpasar (ANTARA) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Bali hadir dalam sidang Badan Kehormatan (BK) DPD RI untuk menjelaskan dan menyerahkan barang bukti terkait dugaan pelanggaran tata tertib dan kode etik oleh Arya Wedakarna atau AWK.

“Hari ini kami diundang oleh BK DPD RI untuk memaparkan apa yang menjadi keberatan, kami sudah mengajukan surat pengaduan kepada BK dan hari ini diminta menjelaskan satu persatu secara detail apa yang menjadi isu pokok dari keberatan kami,” kata Ketua Bidang Hukum MUI Bali Agus Samijaya di Denpasar, Jumat.

Adapun yang dibahas dalam sidang ini adalah aduan MUI Bali terkait video pertemuan AWK dengan Kanwil Bea Cukai Bandara I Gusti Ngurah Rai yang dinilai bermuatan ujaran kebencian mengandung sara, dan untuk mendukung laporan, telah dilampirkan tiga bukti pendukung.

Bukti tersebut berupa tanggapan dan pendapat hukum dari MUI Bali, bukti-bukti berupa unggahan dari Arya Wedakarna, dan rekapan dari rekaman siaran langsung saat rapat dengar pendapat antara anggota Komite I DPD RI tersebut bersama bea cukai sepanjang 49 menit.

“Jadi untuk menafsirkan sebuah kalimat itu tidak lepas dalam konteksnya. Saat itu kalau kita lihat dari 49 menit video kan dia (AWK) katakan soal ‘apa agama sampean, apakah agama sampean tidak mengajari’ itu kan sudah mencoba membingkai bahwa agama saya mengajarkan itu dan agama kamu tidak,” ujar Agus.

“Kemudian berulang-ulang mengatakan ‘kamu pendatang dan kami pribumi’ menurut saya itu dikotomi bahasa yang membentur-benturkan orang Bali dan luar,” sambungnya.

Kepada Pimpinan BK DPR RI, MUI Bali juga menyampaikan bahwa mereka turut bangga jika petugas depan atau front liner di bandara adalah gadis Bali, namun ketika menyentuh politik identitas seperti mengatakan ‘tidak mau orang yang pakai penutup kepala tidak jelas this is not middle east’, maka mereka menafsirkan ucapan AWK sebagai bentuk kebencian.

“Dia mengatakan yang dimaksud penutup tidak jelas itu topi bukan hijab, memangnya di rapat itu ada yang pakai topi, kan tidak ada, yang ada disana Kakanwil Bea Cukai Bandara Ngurah Rai yang baru, ibu-ibu yang kebetulan muslimah pakai hijab, dan pandangan matanya (AWK) menurut keterangan diarahkan ke kakanwil dengan nada marah-marah, kami sudah koordinasi,” kata dia.

Agus bercerita ketika dia bersama Ketua Umum MUI Bali Mahrusun Hadyono dan Komisi Hukum MUI Bali Muhammad Zainal Abidin menghadap BK DPD RI, mereka mendapat apresiasi karena bersedia hadir memberi keterangan.

Ke depan, MUI yang didukung sekitar 25 kelompok Muslim di Pulau Dewata akan menerima dinamika atas aduan ini, baik berlanjut secara hukum maupun potensi selesai secara kekeluargaan.

BK DPD yang hadir dalam sidang ini sendiri dipimpin oleh Made Mangku Pastika dan Habib Ali Alwi, namun hingga berita ini diturunkan proses sidang masih berlangsung dengan pengumpulan keterangan Bea Cukai Bandara Ngurah Rai dan keterangan terlapor Arya Wedakarna.

Pewarta: Ni Putu Putri Muliantari
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2024