"Kami akan terus berupaya melakukan pencegahan terhadap praktik terkait sindikat penyeludupan PMI sebagaimana tertuang dalam undang-undang 18 tahun 2012 tentang perlindungan pekerja Indonesia,"
Tangerang (ANTARA) - Novi Pertiwi (24), wanita asal Labuhan Haji, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat nyaris menjadi pekerja migran Indonesia (PMI) non prosedural setelah hampir diberangkatkan ke Abu Dhabi melalui agen ilegal.

Hal tersebut, diketahui setelah Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) berhasil mencegah keberangkatan terhadap 10 calon Pekerja Migran Indonesia pada Jumat (19/01) lalu di Tangerang.

Pengakuan Novi di Tangerang, Rabu, dirinya mendapat informasi keberadaan agen yang mampu memberangkatkan ke luar negeri dari temanya dengan iming-iming mendapat gaji besar.

Tidak berpikir panjang, wanita asal Lombok Timur itu langsung mengabarkan kepada keluarga untuk diizinkan bekerja sebagai asisten rumah tangga (ART).

"Awalnya saya tahu ada travel yang bisa memberangkatkan kerja ke luar negeri itu dari teman yang sudah lebih dulu kerja disana. Setelah itu saya berangkat naik pesawat ke Bandara Soekarno-Hatta, tapi minta izinnya ke suami mau kerja di Jakarta, bukan pergi ke luar negeri," terangnya.

Setibanya di lokasi agen yang berada di wilayah Neglasari, Kota Tangerang Banten, dirinya pun mengajukan untuk diberangkatkan kerja ke luar negeri.

Mendapati adanya korban baru itu, pihak agen tersebut langsung menawari kontrak bekerja kepadanya di negara Abu Dhabi dengan kurun waktu selama dua tahun.

Selain itu, untuk memikat korbannya, agen itu juga menjanjikan akan menanggung seluruh biaya administrasi dan tiket perjalanan ke luar negeri.

"Mereka menawarkan bekerja sebagai ART di Abu Dhabi dengan kontrak selama dua tahun sekitar Rp4 juta lebih. Katanya saya tidak akan mengeluarkan uang sama sekali, semua keperluan seperti paspor, visa dan tiket pesawat akan ditanggung," ungkapnya.

Selama berada di tempat penampungan agen, Novi harus bersabar menunggu giliran untuk berangkat selama tiga bulan dengan iming-iming harus menjalani pelatihan keahlian terlebih dahulu.

Perempuan yang diketahui telah memiliki satu anak itu, mengaku bertemu dan disatukan dengan sejumlah wanita lain dari berbagai daerah yang juga hendak berangkat keluar negeri.

"Selama di penampungan saya enggak ada pelatihan, disuruh tinggal di kos-kosan, terus diberi biaya buat makan sehari-hari dan sampai sekarang sudah satu bulan enggak berangkat juga," tuturnya.

Hingga pada Jumat (19/01), pada akhirnya BP2MI bersama dengan jajaran kepolisian setempat menggagalkan keberangkatannya.

"Saya nekat melakukan ini karena faktor ekonomi yang dialami keluarga. Jadi saya pilih kerja yang memang menjanjikan," ujar dia.

Sebelumnya, Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) telah menerima sebanyak 10 orang pekerja migran Indonesia (PMI) yang menjadi korban penempatan kerja secara non-prosedural ke luar negeri untuk dipulangkan ke daerah asal masing-masing.

Deputi Penempatan dan Pelindungan Kawasan Eropa dan Timur Tengah BP2MI I Ketut Suardana menyampaikan bahwa ke-10 PMI ini telah dibawa dan ditempatkan di Gedung Shelter BP3MI Banten, untuk nantinya dikembalikan ke masing-masing daerah asal mereka.

"Kami akan terus berupaya melakukan pencegahan terhadap praktik terkait sindikat penyeludupan PMI sebagaimana tertuang dalam undang-undang 18 tahun 2012 tentang perlindungan pekerja Indonesia," katanya.

Ia menjelaskan, para PMI non-prosedural yang berhasil digagalkan oleh pihaknya tersebut, diketahui akan diberangkatkan ke negara Timur Tengah diantaranya seperti, Arab Saudi, Dubai, Saudi Arab, Bahrain dan Uni Emirat Arab.

Adapun identitas dari 10 calon pekerja migran ini semuanya merupakan perempuan berumur kisaran 23 sampai 54 tahun dengan daerah berasal dari Provinsi Jawa Barat, Banten dan Nusa Tenggara Barat.
 

Pewarta: Azmi Syamsul Ma'arif
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2024