Palembang (ANTARA) - Banjir mulai menyapa warga Sumatera Selatan (Sumsel). Sejak awal Januari, banjir sudah menggenangi enam kabupaten dan kota dari 17 daerah di Sumsel.

Daerah yang mulai mengalami bencana banjir adalah Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara), Musi Banyuasin (Muba), Musi Rawas (Mura), Muara Enim, Penikal Abab Lematang Ilir (Pali), Kabupaten Ogan Ilir (OI) dan satu kota yakni Kota Prabumulih. Banjir di Muratara menjadi yang terparah.

Menurut catatan Pemerintah Provinsi Sumsel, sebanyak 13.527 kepala keluarga (KK) atau 54.108 jiwa menjadi korban bencana banjir di Kabupaten Musirawas Utara.

Di Kota Prabumulih, banjir yang melanda kawasan RT 03 RW 01 Kelurahan Payu Putat, Kecamatan Prabumulih Barat, Kota Prabumulih, selain mengakibatkan puluhan rumah warga terendam dan rusak ringan juga mengakibatkan rusaknya sebuah jembatan yang mengakibatkan terputusnya aktivitas masyarakat Payu Putat.

Prajurit TNI Kodim 0404 / Muara Enim bersama anggota Yonzipur 2/SG Kodam II/Sriwijaya membantu membangun jembatan beally (jembatan rangka baja) sebagai pengganti jembatan Payu Putat yang putus tersebut sebagai bentuk tanggap darurat banjir dari Pemkot Prabumulih dengan Kodim 0404.

Januari, menurut prakiraan Stasiun Klimatologi Sumatera Selatan, belum menunjukkan curah hujan tinggi. Sekitar 70 persen wilayah di provinsi tersebut masih mengalami curah hujan menengah (100-300 mm).

Pada Maret, sebagian besar wilayah ini diprakirakan mendapatkan curah hujan dengan kategori tinggi (301–500 mm). Artinya, ancaman bencana hidrometerologi berupa banjir dan longsor masih ada hingga beberapa bulan ke depan.

Terus waspada

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatera Selatan mengimbau masyarakat di 17 kabupaten dan kota dalam provinsi setempat untuk mewaspadai kemungkinan terjadinya bencana banjir pada musim hujan 2024 ini.

"Bencana banjir mulai mengancam pada musim hujan sekarang ini, untuk menghadapi kemungkinan terjadi bencana tersebut perlu dilakukan berbagai tindakan antisipasi agar bisa diminimalkan timbulnya kerugian harta benda dan korban jiwa," ujar Kepala Pelaksana BPBD Sumsel M Iqbal Alisyahbana.

Selain mengimbau masyarakat meningkatkan kewaspadaan, untuk membantu masyarakat pihaknya juga berupaya menyiagakan petugas didukung dengan peralatan yang memadai seperti perahu karet dan peralatan menyelam.

Dengan menyiagakan petugas BPBD, jika terjadi banjir diharapkan bisa membantu korban secara cepat dan tepat sehingga dapat diminimalkan timbulnya kerugian harta benda dan korban jiwa.

Pj Gubernur Sumsel Agus Fatoni juga telah meminta pemerintah kabupaten dan kota untuk mengantisipasi bencana akibat peningkatan curah hujan akhir-akhir ini.

"Provinsi ini tidak hanya rawan terjadi bencana kebakaran hutan dan lahan pada musim kemarau tetapi juga pada musim hujan rawan terjadi banjir dan tanah longsor," ujarnya.

Dengan persiapan maksimal diharapkan bencana banjir dan longsor yang sewaktu-waktu bisa terjadi di wilayah Sumsel dapat ditanggulangi dengan baik serta bisa dicegah timbulnya korban jiwa, kata Fatoni.

Mitigasi bencana 

Selain meningkatkan kewaspadaan, berbagai langkah sudah diambil oleh pemerintah daerah setempat untuk mengurangi risiko bencana.

Pemerintah Kota Palembang misalnya, telah menyiapkan segala kemungkinan dalam menghadapi banjir pada puncak musim hujan Januari - Februari 2024.

Pj Wali Kota Palembang Ratu Dewa menjelaskan bahwa pihaknya mengoptimalkan fungsi kolam retensi yang ada di kota itu, dengan cara melakukan pengerukan sedimen lumpur dan sampah dengan alat berat sebagai upaya mencegah banjir saat musim hujan.

Kemudian, mengumpulkan para camat dari 18 kecamatan di Kota Palembang, untuk melakukan sosialisasi tanggap banjir kepada warga hingga memetakan kawasan yang berpotensi terjadi genangan air hujan.

Satu hal yang musti diingat, bahwa hujan bukanlah satu-satunya penyebab banjir dan longsor.

Kondisi alam yang kritis akibat aktivitas manusia juga menjadi penyebab kuat banjir dan tanah longsor. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel menilai kondisi alam saat ini kritis akibat perusakan hutan, pembukaan perkebunan lahan di sepanjang sungai, serta aktivitas pertambangan.

Pegiat lingkungan Yuliusman mengatakan pemda yang wilayahnya rawan bencana hidrometeorologi atau rawan banjir dan tanah longsor perlu meningkatkan berbagai tindakan pencegahan menghadapi cuaca ekstrem puncak musim hujan.

Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian pemda yakni menghentikan penyimpangan tata ruang yang menjadi salah satu penyebab banjir pada setiap turun hujan lebat dalam waktu yang cukup lama.

Pemda setempat juga harus mengendalikan, bahkan bersikap tegas menghentikan investasi dan eksploitasi sumberdaya alam (SDA).

Bencana hidrometeorologi, seperti genangan, banjir, banjir bandang, dan tanah longsor terjadi karena akumulasi kerusakan akibat kesalahan pengolahan dan pemanfaatan sumberdaya alam serta eksploitasi karena kepentingan industri.

Banyaknya korban dan kerugian yang disebabkan bencana tersebut menunjukkan telah terjadi ketidakseimbangan ekologis, yang kemudian memicu perubahan iklim.

"Perubahan iklim menimbulkan bencana dengan dampak yang sangat luas yang dirasakan oleh masyarakat, kondisi tersebut menandakan ada sesuatu yang tidak beres dalam pengelolaan SDA di provinsi dengan 17 kabupaten/kota ini," ujar Yuliusman.

Kebersamaan instansi pemerintah, BUMN/BUMD, TNI/Polri membantu masyarakat yang terdampak banjir atau bencana hidrometeorologi tidak hanya berhenti saat penanggulangan seperti sekarang ini, tetapi perlu dilanjutkan kegiatan antisipatif dan mitigasi bencana.

Melihat dampak kerugian harta benda dan permasalahan sosial dari bencana hidrometeorologi pada setiap musim hujan, perlu dilanjutkan kebersamaan serta upaya serius untuk mencegah dan mengurangi risiko bencana itu.

Baca juga: Pj Gubernur Sumsel bantu logistik dan obat-obatan ke korban banjir
Baca juga: Kemensos bagikan 3.000 nasi untuk korban banjir di Musi Rawas Utara
Baca juga: Pemprov Sumsel data 13.527 KK korban banjir di Kabupaten Muratara

Editor: Sri Haryati
Copyright © ANTARA 2024