... GDP 115 miliar dolar Amerika Serikat dan produksi minyak sekitar tiga juta barel perhari, Irak tentu saja menjadi rebutan berbagai negara... "
London (ANTARA News) - Satu perusahaan Indonesia pembuat well-head (alat pengebor sumur minyak) akan berinvestasi di Basra, Irak.

"Rencana investasi ini dibahas Duta Besar Indonesia untuk Irak, Safzen Noerdin, dengan Gubernur Basra, Majid al-Nasrawi, dan direksi South Oil Company (SOC) dalam pertemuan di Basra, kota kedua terbesar Irak," kata pejabat KBRI di Baghdad, Des Alwi, dalam keterangannya dari London, Selasa.

Noerdin mengatakan saat ini sedang disiapkan rencana kunjungan antara dua atau tiga anggota tim teknis Irak ke Indonesia untuk menyesuaikan spesifikasi teknis well-head buatan Indonesia dengan kebutuhan sumur minyak di Basra.

Tim ini sebelumnya telah melakukan paparan di hadapan 15 anggota tim teknis Irak. Dikatakan dia, saat ini well-head yang banyak dipakai adalah buatan FMC, Kamerun, Amerika Serikat. Namun harganya dan biaya perbaikannya sangat mahal.

Karena itu alat pengebor produk Indonesia sangat laris. "Ini peluang sangat bagus untuk mempromosikan produk Indonesia ke pasar yang sangat besar di negara Teluk," kata bekas komandan Korps Marinir TNI AL ini.

Safzen juga memaparkan kapasitas Indonesia di sektor energi dan konstruksi. "Kami mencatat peluang di bidang konstruksi yang dapat dimanfaatkan perusahaan Indonesia. APBD Basra pada 2014 mencapai delapan miliar dolar Amerika Serikat, setara APBN banyak negara," kata Noerdin.

Dengan APBN sebesar itu, perusahaan Indonesia bisa bersaing dengan perusahaan dari China, Jepang, Korea Selatan, dan bahkan Malaysia yang telah banyak berkiprah di Irak.

Dengan GDP 115 miliar dolar Amerika Serikat dan produksi minyak sekitar tiga juta barel perhari, Irak tentu saja menjadi rebutan berbagai negara, terutama untuk proyek pembangunan infrastruktur dan migas.

Menurut dia, dalam kondisi perekonomian saat ini, sektor swasta Indonesia harus berani mengambil risiko dan keluar kandang. "Selama ini sektor swasta kita terlalu dimanjakan oleh berbagai fasilitas dan besarnya pasar domestik," kata dia.

"Indonesia sudah saatnya melebarkan sayap berinvestasi di luar negeri. Prinsip duta besar hanya mencari dan mendatangkan investor ke Indonesia harus mulai direvisi," ujarnya.

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2013