Jakarta (ANTARA) - Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pahala Nainggolan mengatakan bahwa perbaikan indeks persepsi korupsi (IPK) membutuhkan kolaborasi seluruh kementerian, bukan hanya bertumpu pada aparat penegak hukum.

“Menganggap IPK ini tanggung jawab aparat penegak hukum, itu salah besar. Salah besar. Karena IPK ini kalau dibedah, siapa saja yang diukur, itu seluruh kementerian terlibat,” kata Pahala saat ditemui di Gedung Pusat Antikorupsi KPK, Jakarta, Kamis.

Pahala ingin kondisi IPK Indonesia saat ini menjadi perhatian bersama, agar perbaikannya ke depan menjadi tanggung jawab bersama.

“Kita ingin naikkan masalah ini, sehingga semua kementerian aware (sadar, red.) bahwa IPK ini bukan hanya tentang korupsi dan bukan hanya KPK,” tuturnya.

Stagnasi skor IPK Indonesia, ucap Pahala, menggambarkan ada sistem yang tidak berjalan dengan baik, sehingga dibutuhkan perubahan masif dan signifikan.

“Bahasa saya, sudah enggak bisa lagi kita jalan, udah enggak bisa lagi perbaikannya dengan lari, harus melompat untuk kita bisa bareng lagi dengan Malaysia. Malaysia sudah 50 sekarang,” kata dia.

Terkait perbaikan sistem yang signifikan, diperlukan dorongan dan kebijakan dari kepala negara. Untuk itu, KPK pada Kamis, mengadakan diskusi publik antara perwakilan tim calon presiden dan wakil presiden, serta organisasi masyarakat sipil.

Diketahui, Transparency International Indonesia telah merilis hasil pengukuran Indeks Persepsi Korupsi (IPK) tahun 2023 pada Selasa (30/1). Indonesia meraih skor 34 atau stagnan dengan skor pada tahun 2022.

Terkait hal itu, Kepala Bagian Pemberitaan Ali Fikri sebelumnya telah mengatakan stagnasi skor IPK menjadi cambuk bahwa upaya pemberantasan korupsi perlu cara-cara yang luar biasa.

“Stagnasi skor IPK tentu jadi cambuk bagi kita semua, bahwa upaya pemberantasan korupsi tidak cukup jika hanya dilakukan dengan 'biasa-biasa' saja,” ujar Ali dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (30/1).

Menurut Ali, pemberantasan korupsi butuh komitmen konkret dan dukungan penuh dari semua elemen di samping juga melakukan penguatan regulasi.

“Penguatan regulasi dibutuhkan untuk penguatan kelembagaan atau pun pelaksanaan tugas pemberantasan korupsi yang akseleratif dan berdampak nyata terhadap perbaikan pemberantasan korupsi di Indonesia, seperti pengesahan undang-undang perampasan aset maupun perluasan lingkup LHKPN,” kata dia.

Baca juga: KPK tegaskan tetap proses perkara dugaan korupsi Eddy Hiariej
Baca juga: KPK amankan uang hingga mobil dari penggeledahan di Sidoarjo

Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2024