Kami akan mencoba duduk bersama dengan pemangku kebijakan lain seperti Badan Standardisasi Nasional (BSN), KLHK, Kemenperin, Kemenhub, dan Kepolisian RI untuk menyusun standardisasi produk otomotif knalpot,....
Jakarta (ANTARA) - Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Teten Masduki mengatakan akan bekerja sama dengan lembaga lain untuk mulai merumuskan regulasi dan standardisasi terkait knalpot agar memenuhi standar nasional Indonesia (SNI) sekaligus mendukung UMKM produsen knalpot dalam negeri.

Pernyataan tersebut disampaikan Teten saat bertemu dengan perwakilan Asosiasi Knalpot Seluruh Indonesia (AKSI) di Jakarta, Selasa (6/2), yang mengeluhkan keresahannya karena banyak produsen knalpot yang dituding memproduksi knalpot brong yang menimbulkan kebisingan hingga dirazia aparat kepolisian.

Melalui siaran pers Kemenkop UKM, Rabu, Teten mengatakan, hingga saat ini memang belum ada aturan baku mengenai knalpot. Dari sekian banyak produk komponen otomotif, baru sembilan yang sudah tersertifikasi SNI, sementara komponen otomotif lainnya belum ada, termasuk knalpot.

"Kami akan mencoba duduk bersama dengan pemangku kebijakan lain seperti Badan Standardisasi Nasional (BSN), KLHK, Kemenperin, Kemenhub, dan Kepolisian RI untuk menyusun standardisasi produk otomotif knalpot, termasuk dengan Kemenhub yang akan menjadi penghubung dengan Kepolisian," kata Teten.

Baca juga: Penghentian knalpot "brong" harus dimulai dari area sekolah

Ia mencermati sejumlah kasus penggunaan knalpot yang mengganggu kenyamanan masyarakat justru disebabkan belum ada SNI baku terkait knalpot, sebagaimana produk otomotif lain yang telah lebih dulu berstandar SNI.

Untuk itu, regulasi dan standar baku terkait knalpot menjadi penting karena, menurut Teten, industri ini merupakan embrio industri otomotif yang harus dikembangkan karena memiliki potensi ekonomi yang cukup besar dan menyerap banyak tenaga kerja.

Ia mengatakan para pelaku UMKM knalpot harus siap memenuhi regulasi terkait produknya sehingga tidak lagi selalu menjadi pihak yang disalahkan saat razia knalpot brong dilakukan. Regulasi yang harus dipatuhi termasuk regulasi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tentang ambang batas kebisingan, dan aturan ini harus dijadikan sebagai acuan bagi industri untuk memproduksi knalpot.

Dalam pertemuannya dengan Teten, Ketua AKSI Asep Hendro mengatakan bahwa apabila SNI knalpot telah terbit, AKSI siap memenuhi standardisasi dan regulasi yang menjamin produk knalpot memenuhi SNI sehingga produk knalpot lokal semakin berdaya saing dan memenuhi aturan termasuk ambang batas kebisingan.

“Kami berharap standardisasi atau Standar Nasional Indonesia (SNI) dan regulasi terkait knalpot segera diterbitkan untuk mendukung industri knalpot lokal dan UMKM semakin berkembang,” kata Asep.

Baca juga: Menkop UKM mewujudkan hilirisasi lewat rumah produksi bersama kakao

Standar itu penting bagi para produsen knalpot karena selama ini produk knalpot lokal banyak dikesankan sebagai knalpot brong yang tidak standar dan menyebabkan polusi suara, ujarnya.

Pengendara kendaraan bermotor yang menggunakan knalpot brong tidak sesuai standar SNI dapat dikenai sanksi sesuai Pasal 285 jo ayat (1) jo Pasal 106 ayat (3) dan Pasal 48 ayat (2) dan ayat (3), dengan denda maksimal Rp250 ribu karena kebisingan suaranya dapat mengganggu konsentrasi pengendara lainnya sehingga berpotensi menimbulkan kecelakaan lalu lintas.

Sayangnya, Asep menjelaskan razia yang digelar untuk menertibkan penggunaan knalpot brong belakangan ini justru berdampak kepada UMKM produsen knalpot. “Kami punya 20 merek serta 15 ribu karyawan yang saat ini sudah dirumahkan,” kata Asep.

“Saya berharap segera ada SNI untuk knalpot, sehingga UMKM industri knalpot dapat kembali seperti semula bahkan bisa lebih meningkatkan omzet,” kata Asep.
 

Pewarta: Shofi Ayudiana
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2024