Kairo (ANTARA) - Sejumlah helikopter militer Mesir hari Jumat melancarkan serangan udara ke posisi-posisi militan di Sinai, dua hari setelah serangan bom bunuh diri menewaskan enam prajurit di semenanjung bergolak itu, kata beberapa sumber keamanan.

Helikopter-helikopter Apache menyerang tempat persembunyian dan kendaraan yang digunakan militan di dekat kota Sheikh Zuwayid di Sinai utara, kata sumber-sumber itu.

Rabu, dua ledakan bom mobil dengan sasaran markas intelijen militer di kota Rafah dan sebuah pos pemeriksaan berdekatan menewaskan enam prajurit dan dua militan yang mengemudikan kendaraan-kendaraan itu.

Sebuah kelompok yang kurang dikenal di Sinai mengklaim bertanggung jawab atas serangan-serangan di kota yang berbatasan dengan Jalur Gaza itu.

Kelompok Jund al-Islam (Prajurit Islam) menyampaikan pengakuan tanggung jawab tersebut dalam sebuah pernyataan yang dipasang di situs-situs militan.

Kelompok itu menuduh militer Mesir menyerang "muslim tidak bersenjata" dalam operasi menumpas militansi di Sinai utara.

Wilayah utara semenanjung itu dilanda kekerasan militan sejak militer menggulingkan Presiden Mohamed Morsi pada 3 Juli.

Penumpasan militan yang dilakukan kemudian di Mesir menewaskan ratusan orang dan lebih dari 2.000 ditangkap di berbagai penjuru negara itu.

Kekacauan meluas di Sinai sejak penggulingan Presiden Hosni Mubarak dalam pemberontakan rakyat 2011 dan militan meningkatkan serangan-serangan terhadap pasukan keamanan di perbatasan dengan Israel.

Militan-militan garis keras yang diyakini terkait dengan Al Qaida memiliki pangkalan di kawasan gurun Sinai yang berpenduduk jarang, kadang bekerja sama dengan penyelundup lokal Badui dan pejuang Palestina dari Gaza.

Militan di Sinai, sebuah daerah gurun di dekat perbatasan Mesir dengan Israel dan Jalur Gaza, menyerang pos-pos pemeriksaan keamanan dan sasaran lain hampir setiap hari sejak militer menggulingkan Presiden Mohamed Mursi pada 3 Juli.

Sumber-sumber militer memperkirakan, terdapat sekitar 1.000 militan bersenjata di Sinai, banyak dari mereka orang suku Badui, yang terpecah ke dalam sejumlah kelompok dengan ideologi berbeda atau loyalitas suku, dan sulit untuk melacak mereka di daerah gurun itu.

Ikhwanul Muslimin kubu Mursi mengatakan, peningkatan kekerasan itu mungkin juga direkayasa sendiri oleh militer.

"Kami tidak mengesampingkan kemungkinan bahwa kekerasan di Sinai tercinta merupakan peristiwa rekayasa," kata juru bicara Ikhwanul Muslimin Ahmed Aref beberapa waktu lalu.

"Insiden-insiden kekerasan terhadap warga sipil, polisi dan militer di Sinai merupakan pekerjaan badan intelijen yang bertujuan membelokkan... protes damai revolusioner orang-orang kami di Sinai untuk menentang kudeta militer," tuduh pemimpin senior Ikhwanul Muslimin Essam El-Erian yang dilansir AFP.

(M014)

Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2013