Washington (ANTARA) - Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengakui bencana kemanusiaan besar di Jalur Gaza terjadi akibat serangan Israel ke daerah tersebut dan menegaskan hal tersebut harus dihentikan.
Dalam pernyataan yang diyakini menjadi kritiknya yang paling keras terhadap negara sekutunya itu, Biden meyakini bahwa tindakan Israel di Gaza "sudah keterlaluan."
"Sangat banyak orang tidak bersalah yang kelaparan, sangat banyak orang tidak bersalah yang menderita dan sekarat, dan ini harus dihentikan," kata Biden dalam sambutan yang disiarkan di televisi nasional pada Kamis (8/2) waktu setempat.
Presiden AS mengatakan, meski dalam keadaan diplomasi yang memanas, pihaknya telah berdialog dengan pemerintah Mesir, Qatar, dan Arab Saudi demi memastikan sebanyak mungkin bantuan kemanusiaan dapat masuk ke Gaza.
Negosiasi yang ditujukan untuk mencapai kesepakatan pembebasan sandera dengan balasan penghentian peperangan yang diperpanjang juga masih berlanjut.
Israel menyebut sekitar 1.200 warganya tewas dan 250 orang lainnya disandera Hamas yang merangsek perbatasan Israel dalam serangan 7 Oktober lalu. Israel memperkirakan saat ini masih ada sekitar 130 sandera ditawan organisasi itu.
Sementara itu, jumlah warga Palestina yang tewas akibat serangan Israel ke Gaza sudah hampir mencapai 30 ribu orang, dan sebagian besar dari mereka adalah wanita dan anak-anak.
Baca juga: PBB khawatir konflik regional melebar gegara pernyataan Biden
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken yang tengah melawat ke Timur Tengah pada Rabu (7/2) mengatakan, respons Hamas terhadap garis besar usulan kesepakatan yang diajukan memberi harapan bahwa kesepakatan dapat tercapai.
Biden mengatakan bahwa Blinken terus "bekerja tanpa lelah" demi mewujudkan sebuah kesepakatan awal yang dapat menjamin penghentian peperangan yang berkelanjutan di Jalur Gaza.
Terlebih, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut serbuan Israel itu menyebabkan 85 persen populasi Gaza terusir dari tempat tinggalnya, 60 persen infrastruktur Gaza rusak dan hancur, serta menyebabkan kelangkaan makanan, air bersih, serta obat-obatan yang akut.
Selain itu, lebih dari satu juta warga Gaza mengungsi di Kota Rafah di Jalur Gaza selatan yang berbatasan dengan Mesir. Meski demikian, perdana menteri Israel Benjamin Netanyahu justru berencana akan meneruskan peperangan ke Kota Rafah.
Juru Bicara Dewan Keamanan Nasional AS John Kirby pada Rabu menyebut rencana Netanyahu tersebut akan membawa bencana bagi rakyat Palestina, khususnya yang mengungsi di Rafah.
"Militer Israel punya kewajiban khusus, saat melakukan operasinya di sana ataupun di tempat lain, supaya mereka melindungi nyawa orang sipil yang tidak bersalah, khususnya orang sipil yang mengungsi ke Gaza selatan akibat operasi militer di bagian utara daerah itu," kata dia.
"Apabila tidak ada pertimbangan melindungi masyarakat sipil sebanyak itu di Gaza, operasi militer yang berjalan saat ini akan menjadi bencana bagi mereka, dan itu bukanlah hal yang akan kami dukung," tegas Kirby seperti dilansir Anadolu.
Baca juga: Sekjen PBB serukan gencatan senjata hindari "tragedi besar" di Gaza
Penerjemah: Nabil Ihsan
Editor: Aditya Eko Sigit Wicaksono
Copyright © ANTARA 2024