Ketika kita udah benar-benar healing, kita punya perasaan yang netral terhadap apapun peristiwa traumatis yang kita alami
Jakarta (ANTARA) - Psikolog Samanta Elsener menjelaskan bahwa pertanda seorang telah sembuh dari inner child trauma adalah ketika mereka melihat peristiwa buruk di masa lalunya secara netral.

"Ketika kita udah benar-benar healing, kita punya perasaan yang netral terhadap apapun peristiwa traumatis yang kita alami. Misalnya gini, kita kehilangan ibu gitu, waktu kita kecil tiba-tiba, atau kehilangan ayah tiba-tiba. Kita kan rasa berduka banget kan. Tapi pada saat kita udah selesai, masa berdukanya, pas kita ingat lagi kejadian waktu orang tua kita meninggal itu, kita udah gak nangis lagi," ujar Samanta dalam Siaran Sehat yang disiarkan Kementerian Kesehatan di Jakarta, Kamis.

Baca juga: Ahli: re-parenting salah satu cara berdamai dengan inner child

Dia menuturkan, inner child adalah konsep dari psikolog Swiss, Carl Jung, yang menjelaskan tentang sosok anak kecil yang ada pada diri seseorang. Semua orang, ujarnya, memiliki inner child. Seiring perkembangan ilmu psikologi, ujarnya, ada istilah inner child trauma. Hal tersebut, menurutnya, adalah situasi di mana ada sebuah isu, trauma atau luka yang belum dituntaskan.

Dia menjelaskan, penyebab inner child trauma bermacam-macam, misalnya pernah dirundung pada saat masih sekolah, dilecehkan, menyaksikan orang tua bercerai, atau melihat orangtuanya meninggal, seperti pada saat pandemi COVID-19.

Efek dari trauma tersebut, ujarnya, dapat bermacam-macam, misalnya sulit menjalani interaksi dengan orang lain di saat dewasa, atau haus kasih sayang hingga akhirnya terjerumus ke hubungan yang tidak sehat.

Baca juga: Atasi trauma anak akibat puting beliung lewat dongeng

Dia menjelaskan, bahwa terdapat sejumlah terapi yang dapat ditempuh apabila trauma tersebut parah, antara lain dengan mengikuti terapi seni, terapi musik, terapi kognitif. Menurutnya, setiap orang memiliki pendekatan yang berbeda-beda dalam proses penyembuhan.

Samanta menjelaskan bahwa terdapat tiga titik pada otak, antara lain amygdala yang mengatur emosi, prefrontal cortex yang mengatur pemikiran logis, serta satu bagian atas yang mengatur cara seseorang melihat dari sudut pandang orang ketiga.

"Orang-orang yang sudah healing dan sudah bisa memaafkan peristiwa-peristiwa buruk yang terjadi di masa lalunya dia, akan selalu memiliki pemikiran yang bijaksana, karena dia sudah mengaktifkan tiga titik ini," ujarnya.

Menurutnya, hal tersebut yang membuat seseorang dapat berpikir secara netral terhadap suatu kejadian. Dia mengatakan, orang-orang tersebut tidak mengambil keputusan secara impulsif, karena dapat meregulasi emosinya dengan baik.

Baca juga: Kepolisian lakukan trauma healing siswa terdampak erupsi Marapi

Pewarta: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2024