Kita tidak lagi menggunakan sistem noken. Kita omen dan hura. Kalau itu sudah hura maka sudah selesai dan kita tidak ada noken,
Kabupaten Asmat (ANTARA) - Pemilihan Umum 2024 merupakan kali kedua bagi masyarakat di Kabupaten Asmat, Provinsi Papua Selatan, menyalurkan hak politiknya lewat mekanisme satu orang satu suara yang diterapkan secara nasional.

Sebelumnya, masyarakat di kabupaten berjuluk Kota Seribu Papan tersebut memilih pemimpin dengan cara noken atau sistem ikat suara. Meskipun tidak lagi menggunakan noken, masyarakat asli Tanah Papua maupun pendatang tetap antusias datang ke tempat pemungutan suara (TPS). Salah satunya di rumah adat Jew atau Rumah Bujang di Kampung Asuwetsy, Distrik Agats, Kabupaten Asmat.

Di rumah adat berbentuk persegi panjang tersebut terdapat lima TPS yang akan melayani 1.675 pemilih. Untuk menjaga asas langsung, umum, bebas dan rahasia (luber) serta jujur dan adil (jurdil) antara satu TPS dengan TPS lainnya, maka dibatasi sekat.

Sejak Rabu (14/2) sekitar pukul 06.30 WIT, masyarakat adat yang memiliki hak pilih dan terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT) berbondong-bondong mendatangi rumah adat yang berada di sekitar bibir muara.

Antusiasme mace (ibu) dan pace yang datang sejak pagi ke TPS yang berada di dalam rumah adat Jew, terlihat dari semangat dan kegembiraan mereka. Bahkan, beberapa di antaranya rela menggendong anak di bawah terik Matahari demi mencoblos calon pemimpin untuk 5 tahun ke depan.

Meskipun belum mendapatkan giliran sesuai undangan formulir pemberitahuan model C6, mereka rela berpanas-panas untuk menyaksikan meriahnya pesta demokrasi 5 tahunan itu.

Sambil menunggu giliran atau panggilan dari petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS), warga duduk santai di pelataran rumah adat Jew.

Pajangan contoh surat suara yang ditempel pada dinding rumah adat lengkap dengan nama calon, nomor urut, asal partai, hingga calon presiden dan wakil presiden tak luput dari perhatian warga.

Mereka dengan antusias menyaksikan nama-nama yang terpajang sebelum masuk ke bilik suara untuk menentukan pilihannya. Khusus contoh surat suara presiden dan wakil presiden, ukuran wajah masing-masing calon terpampang lumayan besar.

Foto pasangan calon nomor 1 Anies Rasyid Baswedan-Muhaimin Iskandar, paslon nomor 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md. kerap dilihat dari dekat oleh warga yang naik ke rumah panggung yang dibangun di atas rawa-rawa itu.


Harapan rakyat

Bagi masyarakat Suku Asmat dan Papua pada umumnya, pemilu merupakan pesta demokrasi yang dinantikan. Sebab, mereka bisa menyalurkan suaranya sembari menyadarkan  harapan besar kepada calon yang dipilih, terutama presiden dan wakil presiden.

Robi (45), warga Suku Asmat, bercerita hampir semua masyarakat di Kota Seribu Papan itu menggantungkan harapan besar kepada calon yang terpilih, utamanya presiden dan wakil presiden.

Lelaki yang sudah beberapa kali mengikuti pemilu tersebut mengatakan aspek kesehatan, pendidikan, kesejahteraan yang memadai, tempat tinggal yang layak hingga air bersih adalah harapan utama masyarakat Suku Asmat.

Masyarakat di Kabupaten Asmat tidak menuntut banyak. Mereka hanya bermimpi bisa menikmati hari demi hari yang tidak terlalu jauh berbeda dengan masyarakat di provinsi lain.

Sembari menunggu panggilan dari petugas KPPS, Robi mengaku telah memiliki sosok calon yang ia dambakan. Hanya, ia tidak menyebutkan siapa calon presiden dan calon wakil presiden yang akan dipilih.

Namun, yang pasti, ia berharap siapa pun presiden terpilih harus bisa mengayomi semua anak bangsa termasuk lebih memerhatikan kehidupan masyarakat di Tanah Papua.

Harapannya kian besar setelah dua orang calon anggota legislatif dari kampung halamannya maju pada Pemilu 2024. Robi dan warga lainnya juga berharap kedua calon tersebut bisa memperjuangkan aspirasi warga setempat apabila terpilih.

Senada dengan itu, seorang sesepuh lembaga musyawarah adat Asmat Nicolaus Ndepi menilai pemimpin atau sosok presiden dan wakil presiden yang dibutuhkan tidak hanya sekadar pintar dan cakap. Namun, masyarakat setempat menilai tokoh yang bisa bertutur kata sopan, santun, dan memiliki kepribadian hati dan kasih adalah impian setiap orang di Asmat.

Kepada presiden dan wakil presiden terpilih, eks anggota DPRD periode pertama sejak Kabupaten Asmat itu terbentuk, minta kepala negara membentuk Kementerian Adat.

Menurutnya, jika presiden melantik Menteri Adat maka berbagai persoalan terkait adat di Tanah Air yang selama ini masih terjadi bisa terselesaikan dengan cepat.

"Dari adat itu bisa lahir segala macam impian dan cita-cita. Perlu diketahui, ada adat kemudian agama dan barulah pemerintah masuk," ujarnya.


Musyawarah untuk memilih

Bagi Nikolaus Ndepi, sistem demokrasi adat (noken) di daerah itu sudah berjalan sejak lama dan berlangsung dengan baik. Namun kini, masyarakat tidak lagi menerapkannya.
Bagi masyarakat setempat, sistem noken adalah sebuah musyawarah. Dalam mufakat itu para tetua adat akan berembuk siapa calon yang akan dipilih saat hari pencoblosan.

Para tetua adat sama sekali tidak memaksakan seseorang harus memilih calon tertentu. Sebab, masyarakat adat setempat masih mengedepankan demokrasi.

Kendati demikian, Nico sapaan akrabnya, mengatakan masyarakat juga tidak menolak sistem pemilu dengan cara nasional atau satu orang satu suara. Apalagi, keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengatur tentang peniadaan noken sudah melalui kajian matang dan mendalam.

"Kita tidak lagi menggunakan sistem noken. Kita omen dan hura. Kalau itu sudah hura maka sudah selesai dan kita tidak ada noken," ujarnya menegaskan.

Berbeda halnya dengan Nicolaus, Bupati Kabupaten Asmat, Elisa Kambu tidak menampik masih ada daerah di Kabupaten Asmat menggunakan sistem noken. Daerah yang mengimplementasikan itu berdekatan dengan wilayah yang hingga kini diakui negara dalam menerapkan sistem noken.

"Akan tetapi, tidak semua kampung di distrik itu menggunakan cara itu (noken)," kata Elisa Kambu.

Menurutnya, sistem noken yang masih dilakukan tersebut dapat dilihat dari aspek positifnya yakni masyarakat adat yang masih mengutamakan dan mengedepankan kata musyawarah.

Pada dasarnya, spirit demokrasi Indonesia yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ialah musyawarah sehingga, ia mengajak semua pihak tidak melihat perbedaan tersebut sebagai hal yang negatif.

Terlepas dari sistem noken atau tidak, pada intinya masyarakat di Kota Seribu Papan memang mendukung pesta demokrasi 5 tahunan yang berintegritas.

Siapa pun anak bangsa yang terpilih dan diberikan mandat oleh rakyat, sudah sepatutnya menjalankan amanah sesuai konstitusi, yakni menyejahterakan rakyat, di mana pun berada.



 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024