... pemungutan suara dengan metode pos masih relevan digunakan di Kuala Lumpur,
Kuala Lumpur (ANTARA) - Proses perhitungan suara Pemilu 2024 belum berjalan di Kuala Lumpur, Rabu (14/2), ketika Panitia Pengawas Pemilu Luar Negeri (Panwaslu) Kuala Lumpur mengumumkan hasil penyelidikannya atas dugaan pelanggaran pemilu oleh Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur.

Panwaslu menyatakan PPLN Kuala Lumpur terbukti melakukan pelanggaran administratif pemilu sehingga mengeluarkan enam rekomendasi untuk menyelesaikan proses pesta demokrasi selanjutnya.

Ketua Panwaslu Kuala Lumpur Rizky Al-Farizie mengatakan secara garis besar pelanggaran itu berkaitan dengan pelaksanaan pemungutan suara metode pos dan kotak suara keliling (KSK).

Ada temuan-temuan yang mereka dapat selama proses pemungutan berjalan, salah satunya soal pengembalian surat suara metode pos yang tidak sesuai standar operasional prosedur Pos Malaysia Berhad, kata Rizky.

Ada 1.972 surat suara yang dikembalikan oleh satu orang yang tidak diketahui identitasnya, yang dalam kondisi surat suara sudah berada dalam amplop pengembalian yang disediakan.
Menurut dia, temuan seperti itu tidak hanya satu.

Terkait metode KSK, ada kesalahan administrasi dalam proses pendistribusian surat suara. Dari 136 KSK, PPLN Kuala Lumpur menyediakan 500 surat suara, ditambah 2 persen kertas suara cadangan di masing-masing KSK meskipun jumlah daftar pemilih tetap luar negeri (DPTLN) di masing-masing KSK berbeda.

Panwaslu juga mendapat laporan adanya pemilih yang melakukan dua kali pencoblosan. “Ini meresahkan karena bisa mendegradasi Pemilu,” ujarnya.


Pencoblosan di TPS

Metode pemungutan suara di luar negeri lainnya yakni melalui tempat pemungutan suara luar negeri (TPSLN).

Warga negara Indonesia (WNI) di wilayah Kuala Lumpur dan sekitarnya yang memiliki hak suara -- tidak hanya yang masuk daftar pemilih tetap luar negeri (DPTLN) -- mendatangi Gedung World Trade Center (WTC) Kuala Lumpur pada 11 Februari 2024.

Termasuk Mislachuddin Djawahir, seorang diaspora Indonesia di Malaysia, yang hari itu mendatangi WTC Kuala Lumpur dengan niat dapat menyalurkan suara.

Mislachuddin mengatakan sebenarnya dirinya tidak termasuk dalam DPTLN metode TPSLN, tapi masuk dalam metode pos.

Namun demikian, hingga hari pencoblosan tanggal 11 Februari, surat suara yang seharusnya diterima melalui layanan Pos Laju tidak pernah diterima. Mislachuddin menunjukkan tangkapan layar DPTLN yang tertulis Pos/TPS atas namanya.

Ia mengaku sangat kaget ketika petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN) yang bertugas memverifikasi data pemilih mengatakan dirinya tidak dapat memilih karena sudah berstatus mencoblos di metode pos.

Ia menyatakan keberatan dan meminta, agar dirinya tetap dapat memilih, namun awalnya ditolak oleh KPPSLN. Ia lalu meminta PPLN mencari tahu di mana surat suara miliknya dan siapa yang menggunakan hak pilihnya.

Menurut Mislachuddin, Ketua PPLN Kuala Lumpur Umar Faruk sempat meminta dilakukan pelacakan ke Pos Malaysia, dan ternyata surat suara itu berstatus "return to sender". Akan tetapi, masalahnya mengapa berstatus sudah dicoblos?

Karena merasa belum pernah mencoblos maka ia tetap meminta dapat menyalurkan hak suara dan Mislachuddin diizinkan.

Kasus seperti Mislachuddin ternyata tidak hanya satu. Berdasarkan konfirmasi dari beberapa WNI lainnya, termasuk juga kepada KPPSLN yang bertugas, mereka mendapat pengakuan hampir serupa soal adanya pemilih yang tidak dapat mencoblos karena statusnya sudah mencoblos di TPS metode pos, meskipun belum pernah menerima surat suara.

WNI lainnya yang datang ke TPSLN WTC Kuala Lumpur adalah Muniroh. KPPSLN yang melayaninya melakukan verifikasi data menginformasikan dirinya masuk DPTLN metode Pos dengan Nomor TPS 164, dan ternyata sudah berstatus mencoblos.

“Iya Ibu, katanya saya sudah mencoblos di TPS 164. Katanya lah, tak apalah,” kata Muniroh saat dikonfirmasi. Terdengar nadanya tidak puas, namun dirinya tidak dapat berbuat apa-apa dan menerimanya.

Berbeda nasib dengan Mislachuddin yang kemudian dapat mencoblos di WTC, Muniroh akhirnya pulang dan tidak menyalurkan suara.

WNI lainnya, Freddrik, mengatakan istrinya juga masuk sebagai DPTLN metode Pos, namun tidak pernah menerima surat suara tersebut. Akhirnya dia mencoblos di TPS WTC dengan mendaftar sebagai daftar pemilih khusus (DPK).

Namun ia mengatakan tidak bertanya status surat suara metode pos milik istrinya tersebut apakah sudah tercoblos atau belum.


Persoalan data

Sejak awal rata-rata PPLN di Malaysia bergelut dengan persoalan data pemilih. Data dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) memang tidak sepenuhnya sama dengan Data Potensial Pemilih Pemilu Luar Negeri (DP4LN) yang diperoleh dari Pemerintah.

Mulai dari segi jumlah hingga soal kelengkapan data, memang ada yang berbeda dari DP4LN. Dari mulai persoalan nama yang ganda, paspor ganda, alamat "unknown”, alamat WNI yang hanya tertulis Malaysia saja.

Persoalan itu menjadi tantangan tersendiri bagi PPLN terlebih lagi para Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih) yang bertugas melakukan pencocokan dan penelitian (coklit) data dari KPU di lapangan. Mereka harus bekerja ekstrakeras untuk memastikan data WNI terverifikasi dengan baik dengan petunjuk yang minim sekalipun.

Dan perbedaan itu tidak hanya terjadi di Kuala Lumpur, di Johor dan Penang juga mengalami hal sama.

Hal yang perlu juga menjadi catatan, khususnya di Malaysia, tidak ada yang tahu pasti berapa jumlah seluruh WNI di sana, di mana saja domisili mereka secara pasti.

Panwaslu Kuala Lumpur mengeluarkan enam rekomendasi untuk PPLN, terutama terkait dengan pemungutan suara metode KSK dan pos.

Mereka merekomendasikan agar PPLN Kuala Lumpur tidak menghitung suara yang sudah dikumpulkan melalui dua metode tersebut. Hingga saat ini, PPLN belum mengeluarkan hasil pemilu di Kuala Lumpur, baik untuk metode pos, KSK, maupun TPS.

Rekomendasi lain yakni melaksanakan pemungutan ulang untuk dua metode tadi, namun harus didahului dengan pelaksanaan pemutakhiran daftar pemilih untuk metode pos dan KSK.

Panwaslu Kuala Lumpur juga merekomendasikan PPLN agar tidak menetapkan seluruh pemilih yang telah memberikan suara di TPS Kuala Lumpur sebagai pemilih pada pemungutan suara ulang (PSU) dengan dua metode tadi.

Selanjutnya, Panwaslu juga merekomendasikan agar PPLN Kuala Lumpur mengevaluasi metode pos dengan pemilihan metode lain guna menghindari kesalahan atau kejadian yang sama.

Meski demikian, Ketua KPU Hasyim Asy'ari mengatakan pemungutan suara dengan metode pos masih relevan digunakan di Kuala Lumpur. Namun semuanya perlu didukung dengan data yang lebih akurat.

Hingga saat Jumat (16/2), PPLN Kuala Lumpur belum mengumumkan hasil pemungutan suara satu pun, baik dari metode TPS, KSK, maupun pos.

Juru Bicara PPLN Kuala Lumpur Puji Sumarsono menyatakan belum dapat menentukan waktu pemungutan suara ulang metode pos dan KSK di wilayah kerjanya.






 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024