Lampung Barat, (ANTARA News) - Laju perambahan (encroachment) di hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) wilayah Provinsi Lampung dan Bengkulu yang terus meluas sejak tahun 1972, harus segera diantisipasi agar tidak menimbulkan kerusakan lebih parah pada "warisan dunia" itu. Koordinator Wildlife Conservation Society-Indonesia Program (WCS-IP), Prianto Wibowo di Lampung Barat pekan ini, menyebutkan, intensitas perambahan di TNBBS pada tahun 2000 telah mencapai sekitar 25 persen (88.000 ha) dari luas kawasan hutan itu (356.800 ha). Perambahan itu didominasi untuk pemanfaatan sebagai lahan pertanian yang kurang intensif (sekitar 50.000 ha). "Kalau tidak cepat diantisipasi, perambahan di hutan itu dapat mencapai 40 persen dari luasnya pada tahun 2022 nanti," ujar Prianto pula. Beberapa komoditas pertanian yang ditanam di TNBBS itu, diantaranya kopi, kakao, lada, kacang-kacangan, pisang dan beberapa tanaman pertanian maupun perkebunan lainnya. Selain menjadi kebun dan ladang, terdapat pula rumah-rumah dan permukiman warga termasuk gubuk-gubuk di tengah kebun yang digunakan oleh para pekebun di dalam hutan itu. Padahal TNBBS pada Sidang ke-28 Komite Warisan Dunia UNESCO di Suzhou-RRC telah ditetapkan sebagai Tropical Rainforest Heritage Site (TRHS) di Pulau Sumatera, bersama dengan dua TN lainnya, yaitu TN Gunung Leuser (TNGL) dan TN Kerinci Seblat (TKNS). Di Indonesia terdapat sembilan situs warisan dunia (world heritage site). Namun dari hasil monitoring UNESCO pada Februari-Maret 2006 terdapat sejumlah persoalan krusial di TNBBS, yaitu pembangunan jalan di TNBBS, perambahan hutan, tata batas, penebangan liar (illegal logging), dan restrukturisasi kelembagaan. Upaya pelestarian TNBBS itu diperlukan, mengingat di dalamnya menjadi habitat sejumlah spesies flora dan fauna jenis langka dan dilindungi di dunia, diantaranya Bunga Rafflesia (Bunga Padma) dan Bunga Bangkai dan ratusan jenis anggrek alam serta tempat hidup aneka satwa liar seperti gajah, harimau, badak dan berbagai jenis burung. Hasil penelitian WCS-IP menunjukkan titik sebaran beberapa jenis mamalia di TNBBS yang tempat hidupnya terancam akibat penjarahan dan penebangan hutan. TNBBS merupakan kawasan hutan yang berfungsi ekologi sebagai pemasok (penyuplai) air dan fungsi hidrologis yang kalau mengalami kerusakan dan gangguan dapat berdampak luas bagi sejumlah wilayah di Lampung. Produktivitas pertanian, perikanan, suplai air bersih dan pembangkit listrik yang bergantung pada kelestarian dari TNBBS itu. WCS-IP menurut Prianto, mendapati sejak tahun 1072 hingga tahun 1999 di TNBBS telah kehilangan sekitar 30 persen (662 km2) hutan alaminya, dengan tingkat perambahan hingga tahun 2000 mencapai 25 persen wilayahnya. Diprediksi, kalau laju kerusakan dan perambahan tetap berlanjut seperti sekarang ini, hutan TNBBS pada tahun 2010 hanya akan tersisa 30 persen saja, selebihnya sekitar 70 persen hutan akan hilang dan beralih fungsi. "Kami perkirakan, tanpa upaya serius menekan perambahan dan penjarahan maupun penebangan liar, pada tahun 2036 nanti seluruh areal yang bisa dibudidayakan di hutan TNBBS akan hilang dan berubah menjadi kebun atau hunian penduduk," demikian Prianto Wibowo.(*)

Copyright © ANTARA 2006