Kami meyakini situasi ketika Bank Indonesia berpotensi melonggarkan kebijakan moneternya seperti sekarang.
Jakarta (ANTARA) - Head of Research Team Mirae Asset Robertus Hardy menyampaikan bahwa dengan inflasi yang terkendali akhir-akhir ini, Bank Indonesia (BI) berpotensi melonggarkan kebijakan moneternya tahun ini dengan menurunkan suku bunga acuan.

“Kami meyakini situasi ketika Bank Indonesia berpotensi melonggarkan kebijakan moneternya seperti sekarang, mirip dengan pascakrisis finansial global 2008 dan pandemi COVID-19 pada 2020,” ujar Robertus Hardy, di Jakarta, Selasa.

Ia mengatakan bahwa secara historis saat ada potensi penurunan suku bunga acuan domestik, beberapa saham pada sektor barang konsumsi dan keuangan akan berkinerja lebih tinggi dibandingkan dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Pada sektor barang konsumsi non-siklikal, beberapa saham yang diprediksi berkinerja baik di antaranya UNVR, ICBP, MYOR, AMRT, sementara pada sektor barang konsumsi siklikal, saham yang berpotensi memiliki kinerja apik adalah ACES dan MAPI.

Sedangkan saham yang diproyeksikan memiliki kinerja yang bagus pada sektor keuangan adalah BBRI, BBCA, BMRI, dan BBNI.

Robertus mengatakan bahwa penurunan suku bunga BI juga dapat memangkas cost of fund di sektor perbankan dengan cukup signifikan.

“Akibatnya kalau cost of fund menurun kemudian juga penyaluran kredit bisa lebih diakselerasi lagi,” katanya pula.

Ia juga menyatakan bahwa dengan adanya potensi penurunan cost of fund tersebut para investor kini sudah mulai melakukan front-running terhadap berbagai saham dengan peluang tinggi.

Namun, BI dinilai masih akan berhati-hati dalam menurunkan suku bunga acuannya.

Chief Economist Mirae Asset Rully Arya Wisnubroto menyatakan bahwa salah satu hal yang menjadi pertimbangan BI dalam menentukan suku bunga acuan adalah pergerakan nilai tukar rupiah.

Menurutnya, BI kini tengah berfokus untuk memastikan pergerakan rupiah terus menguat atau setidaknya stabil.

Selama sebulan terakhir, rupiah cenderung bergerak di angka Rp15.600-Rp15.700 per dolar AS, bahkan pernah mencapai sekitar Rp15.500 per dolar AS.

“Jadi, meskipun trennya sudah menguat, tapi memang ketidakpastiannya masih tinggi dan masih adanya perubahan ekspektasi market,” katanya lagi.
Baca juga: BI: Kebijakan moneter tetap fokus jaga stabilitas pada 2024
Baca juga: BI akan pertahankan suku bunga di 2024 karena global masih bergejolak


Pewarta: Uyu Septiyati Liman
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2024