Pada 2017 WHO sudah meluncurkan pandangan tentang konsumsi rokok yang berdampak negatif terhadap lingkungan
Jakarta (ANTARA) - Ketua Yayasan Lentera Anak Lisda Sundari mengatakan bahwa rokok tidak hanya berdampak negatif pada kesehatan, tetapi juga memiliki dampak negatif terhadap lingkungan.

"Banyak data, banyak hasil penelitian yang menunjukkan ada dampak negatif (rokok) terhadap lingkungan," kata Lisda Sundari dalam webinar bertajuk "Dampak Filter Plastik Puntung Rokok terhadap Kesehatan dan Lingkungan", di Jakarta, Selasa.

Baca juga: Bea Cukai Kanwil Jatim I musnahkan jutaan batang rokok ilegal

Dia menuturkan, pada 2017 WHO sudah meluncurkan pandangan tentang konsumsi rokok yang berdampak negatif terhadap lingkungan.

Kemudian dalam peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia pada 2022, WHO juga mengangkat isu dampak konsumsi rokok terhadap lingkungan.

Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) WHO juga mengkampanyekan tentang laut bersih karena filter rokok yang mengandung mikroplastik banyak ditemukan di laut.

"Dan Indonesia bergabung dalam kampanye ini dengan target mengurangi sekitar 70 persen sampah di laut," kata Lisda Sundari.

Baca juga: Memberangus rokok ilegal tanpa kenal putus

Lisda Sundari menuturkan bahwa pada peringatan Hari Peduli Sampah Nasional 2024, salah satunya akan menyoroti peran Indonesia dalam perundingan internasional tentang polusi plastik.

Yayasan Lentera Anak pun meminta pemerintah untuk memperhatikan masalah penanganan sampah puntung rokok, mengingat puntung rokok melepaskan zat kimia berbahaya dan selulosa asetat atau plastik yang membahayakan ekosistem laut.

Pasalnya, sampah puntung rokok menyumbang 5 - 9 persen sampah dan sekitar 4,5 triliun puntung rokok yang dibuang sembarangan setiap tahunnya yang berakhir ke lautan. Puntung rokok yang dibuang mengeluarkan bahan kimia dan logam berat dalam kadar tinggi yang mudah mencemari tanah dan air, serta membunuh mikroorganisme dan hewan air.

"Terdapat 80 persen sampah puntung rokok yang selama ini belum dikelola, berakhir di laut," katanya.

Baca juga: Ahli: Waspadai sariawan lebih dari dua minggu, bisa jadi gejala kanker

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2024