Tangerang (ANTARA) - Kepolisian Resor Kota (Polresta) Bandara Soekarno-Hatta (Soetta), Polda Metro Jaya mendapat penghargaan dari Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) atas keberhasilan mengungkap kasus kejahatan seksual dan pornografi anak jaringan internasional.

"Ini menjadi catatan luar biasa. Kompolnas memberikan apresiasi atas capaian Polresta Bandara Soetta" kata Anggota Kompolnas RI, Irjen Pol (Purn) Pudji Hartanto Iskandar melalui keterangan diterima di Tangerang, Kamis.

Ia mengungkapkan, atas keberhasilan ini pihaknya juga mengapresiasi kinerja Polresta Bandara Soetta yang mampu bekerja sama dengan Federal Bureau of Investigation (FBI) untuk mengungkap kasus serta jaringan internasional yang terlibat.

Kerja antara Polri dan jajaran gugus tugas Violent Crimes Against Children International Task Force FBI dapat menjadi contoh untuk peningkatan kerja sama internasional antara Polri dengan kepolisian negara lain.

Kendati demikian, hal tersebut diharapkan agar semua pihak mampu menjadi garda terdepan dalam memberikan perlindungan kepada anak dan perempuan.

"Karena melindungi perempuan dan anak-anak (dari tindak kejahatan ) menjadi tanggung jawab kita bersama, agar mereka bisa hidup lebih baik," tuturnya.

Kompolnas juga menekankan pentingnya sinergi antar lembaga baik dalam dan luar negeri untuk pengungkapan kasus dan pencegahan yang berkelanjutan.

"Penguatan penyidikan kejahatan seperti ini harus bisa ditingkatkan melalui kerja sama internasional, terutama penguatan Divisi Hubinter Polri dan kemampuan wawasan penanganan kejahatan terkait seperti ini oleh para Atase Kepolisian yang ada di luar negeri," ungkapnya.

Ke depan atas pengungkapan pelaku siber online child porn jaringan internasional itu dapat membongkar sindikat jaringan lainnya, sehingga anak-anak Indonesia dapat diselamatkan tak menjadi korban di kemudian hari.

Sementara itu, Kapolresta Bandara Soetta Kombes Pol Roberto Pasaribu mengatakan, seluruh penegak hukum dunia sepakat bahwa kasus pornografi anak online adalah kejahatan luar biasa karena modusnya yang memanfaatkan kelemahan anak melalui pendekatan pelaku yang dikenal dengan tehnik gromming untuk mengeksploitasi korban.

"Pelaku selalu melakukan pendekatan dengan metode gromming, kepada anak korban melalui berbagai hal, dengan tujuan awal menjadikan korban merasa nyaman dan akhirnya anak korban mengikuti kemauan pelaku melakukan perbuatan asusila, lalu direkam secara video dan foto untuk kemudian diperjualbelikan melalui jejaring sosial media atau aplikasi percakapan sosial sampai melibatkan pelaku lain di luar negeri," jelasnya.

Seperti dalam kasus ini, sebanyak dua pelaku ditangkap oleh FBI di Amerika Serikat, dan lima pelaku lainnya ditangkap di Indonesia.

Dalam penindakan polisi, ditemukan ribuan dokumen elektronik yang tengah didalami untuk menemukan identitas para korban anak lainnya, termasuk aliran uang yang menggunakan metode pembayaran virtual.
​​​​​Baca juga: Pakar keamanan siber minta guru hati-hati unggah video murid di medsos
Baca juga: Kak Seto: Orang tua harus jaga anak dari seksual "grooming online"
Baca juga: Kompolnas apresiasi kerja sama Polri-FBI bongkar pornografi anak

Pewarta: Azmi Syamsul Ma'arif
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024