Jakarta (ANTARA) - Pemerintah menilai bahwa aksesi Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) menjadi katalis untuk merumuskan kebijakan dan regulasi yang lebih unggul bagi Indonesia.

Proses aksesi sendiri merupakan proses di mana 38 negara anggota OECD meninjau secara mendalam calon negara kandidat dari berbagai aspek sebelum dapat diterima sebagai anggota resmi.

“Ini (aksesi OECD) bisa menjadi salah satu, bukan satu-satunya, tetapi salah satu katalis, jadi bukan satu-satunya, jadi salah satu katalis untuk pemerintah dalam merumuskan atau memformulasikan kebijakan dan regulasi yang recognized dan accepted,” kata Koordinator Substansi Kerja Sama Ekonomi dan Keuangan Multilateral dan Lembaga Pembiayaan Internasional Kemenko Perekonomian Muhammad Hadianto dalam diskusi virtual Indef di Jakarta, Kamis.

Hadianto memberikan contoh melalui penyusunan Undang-Undang Cipta Kerja yang nantinya dievaluasi dalam upaya penyelerasan standar dan regulasi Indonesia dengan OECD.

Dengan posisi Indonesia yang sudah disetujui ke dalam tahap aksesi OECD, pemerintah saat ini menunggu peta jalan (roadmap) aksesi yang tengah disusun.

Selama proses aksesi, pemerintah dapat terus menyiapkan berbagai rumusan kebijakan ekonomi sesuai dengan standar “klub negara maju” itu, khususnya yang berfokus dalam sektor reformasi struktural.

“Bagi Indonesia, keanggotaan dengan standar OECD cukup membantu banyak, khususnya dalam rangka deepening our integration. OECD juga memberikan atau membantu Indonesia dalam reformasi struktural di dalam negeri ini,” ujarnya.

Saat ini Indonesia menjadi negara dengan proses persetujuan aksesi OECD paling cepat, yakni hanya tujuh bulan. Sebelumnya pemerintah mengajukan keinginan untuk menjadi anggota OECD sejak bulan Juli 2023, kemudian disetujui untuk lanjut ke tahap aksesi keanggotaan pada 20 Februari 2024.

“Keputusan itu sebagai tindak lanjut dari intensi yang disampaikan pemerintah Indonesia di bulan Juli 2023, dan proses sampai aksesi itu selama tujuh bulan dianggap salah satu yang tercepat dalam proses yang ada di OECD, dan kita merupakan negara Asia Tenggara pertama yang mulai masuk dalam proses aksesi OECD,” kata Menko Airlangga saat konferensi pers diskusi aksesi Indonesia bersama delegasi OECD di Jakarta, Rabu.

Proses aksesi OECD merupakan proses di mana 38 negara anggota meninjau secara mendalam calon negara kandidat dari berbagai aspek sebelum dapat diterima sebagai anggota resmi OECD.
​​
Menko Airlangga mengharapkan proses aksesi yang sudah dimulai saat ini hanya akan memakan waktu dua hingga tiga tahun saja.

Sedangkan proses aksesi​​​​​​​ berbagai negara agar dapat menjadi anggota resmi OECD rata-rata membutuhkan waktu lima sampai tujuh tahun. Dengan mengikuti standar serta regulasi negara-negara maju, diharapkan Indonesia dapat meningkatkan arus investasi yang masuk di Indonesia.

Pada kesempatan yang sama, Dosen Hubungan Internasional Universitas Islam Internasional Indonesia Faisal Karim menilai secara umum, keanggotaan OECD memang dapat memberikan banyak manfaat bagi Indonesia.

Salah satunya yang paling berpengaruh adalah meningkatnya reputasi Indonesia secara global.

“Hal ini (keanggotaan OECD) akan memberikan persepsi bagus kepada para investor, masuk yang ke OECD itu memberikan persepsi bagus kepada investor. Terutama terkait dengan apakah ada risk investement bagi negara-negara tersebut,” terang Faisal.

Kendati demikian, menurutnya pemerintah perlu mencermati serta mendiskusikan dengan matang berbagai persyaratan yang terangkum dalam peta jalan aksesi OECD yang tengah dipersiapkan saat ini.

Pasalnya, beberapa persyaratan dan aturan tersebut kemungkinan akan berbenturan dengan kepentingan nasional atau sistem kebijakan Indonesia masih masih belum siap.

“OECD adalah like-minded club yang memiliki kesamaan cara berpikir, apakah cara berpikir kita sudah sama,” pungkasnya.

Baca juga: Indef: Indonesia perlu perbaiki struktur ekspor agar tak rugi di OECD

Baca juga: Mulai aksesi, Airlangga harapkan kelanjutan dukungan anggota OECD

Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Nurul Aulia Badar
Copyright © ANTARA 2024