Jakarta (ANTARA) - Manajer Riset dan Program The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII) Arfianto Purbolaksono berharap keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ambang batas parlemen dapat membangun parlemen yang merepresentasikan suara rakyat.
 
Menurutnya, sistem perpolitikan parlemen Indonesia saat ini selalu terganjal dengan ambang batas empat persen yang pada akhirnya membuang banyak suara pemilih yang memilih partai-partai yang tidak masuk dalam nominal batasan tersebut.
 
"Adanya keputusan MK ini diharapkan ke depan menjadi representasi suara pemilih atau suara rakyat yang mana bisa menghasilkan parlemen yang cukup dapat meningkatkan kinerja fungsi-fungsi legislatif," kata Arfianto ketika dihubungi di Jakarta, Minggu.

Maksud dari fungsi legislatif di parlemen, lanjut dia, yakni fungsi-fungsi pengawasan, pembuatan undang-undang, serta menjaring aspirasi masyarakat.
 
"Bukan yang hanya seperti adanya saat ini, hanya menjalankan perintah ketua partai politik atau fraksi, terus juga hanya untuk ‘menjadi stempel’ dari undang-undang yang diajukan pemerintah, tapi diharapkan kinerja dari parlemen ke depan dengan adanya hal ini bisa lebih baik," ujarnya.
 
Terkait adanya kekhawatiran bahwa putusan tersebut dapat menimbulkan sistem multipartai yang ekstrem di parlemen, ia mengatakan hal itu tidak akan terjadi.

Baca juga: Perludem apresiasi putusan MK soal gugatan ambang batas parlemen

Baca juga: Komisi II DPR punya semangat sama dengan MK soal putusan ambang batas

Baca juga: Soal putusan MK, MPR sebut presidential threshold juga perlu dikoreksi


"Bagi saya ini bukan multipartai yang ekstrem. Kalau multipartai yang ekstrem itu kan memang bayangannya adalah terbagi dalam berbagai ideologi, ideologi partai politik, seperti (pemilu) tahun 1955 misalkan," ujarnya.

Menurutnya, putusan MK adalah untuk menegaskan agar suara rakyat tidak banyak yang terbuang serta meningkatkan kinerja legislatif.
 
"Ini (putusan MK) bukan menghasilkan multipartai yang ekstrem, tapi lebih bagaimana merepresentasikan suara rakyat, tidak membuang suara rakyat, dan juga bisa mendorong agar kinerja legislatif lebih baik lagi ke depannya," tegasnya.
 
Diketahui, MK pada sidang pleno Kamis (29/2) mengabulkan sebagian permohonan uji materi Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
 
MK dalam amar putusan-nya, meminta pembentuk undang-undang untuk mengatur ulang besaran angka dan persentase ambang batas parlemen dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu agar lebih rasional.
 
MK juga menyatakan pasal tersebut konstitusional untuk Pemilu DPR 2024 dan konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada Pemilu DPR 2029 dan pemilu berikutnya, sepanjang telah dilakukan perubahan terhadap norma ambang batas parlemen serta besaran angka atau persentase ambang batas parlemen.

Pewarta: Nadia Putri Rahmani
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2024