Jakarta (ANTARA) - Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menyampaikan buku panduan Climate Risk Management and Scenario Analysis (CRMS) untuk perbankan di Indonesia diharapkan dapat menjadi jembatan kebijakan (bridging policy) sebelum standar internasional oleh BCBS berlaku.

"Ini (panduan CRMS) masih guidance yang sifatnya kualitatif. Di The Basel Committee on Banking Supervision (BCBS), konsep ini masih bergerak, sedang disusun. Jadi, kalau di sana bergerak seperti apa, kita kan wajib mengikuti. Tapi, arahnya hampir mirip dengan ini (panduan CRMS), karena ini diambil salah satunya dari BCBS," kata Dian di Jakarta, Senin.

Panduan CRMS yang diterbitkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bertujuan untuk membantu bank dalam mengukur dampak iklim pada kinerja dan keberlanjutan bisnisnya melalui standardisasi kerangka manajemen risiko iklim, penetapan skenario dan kerangka metodologi yang seragam, serta didukung sumber data dan referensi.

CRMS merupakan kerangka terpadu yang meliputi aspek tata kelola, strategi, manajemen risiko, dan pengungkapan untuk menilai ketahanan model bisnis dan strategi bank dalam menghadapi perubahan iklim dalam jangka pendek, menengah, dan panjang.

Panduan CRMS terdiri atas enam buku, dengan buku pertama atau panduan utama menjelaskan prinsip-prinsip tentang pengelolaan risiko yang terkait iklim. Sementara lima buku lainnya merupakan panduan yang mendukung implementasi CRMS, termasuk panduan teknis pelaksanaan stress test dampak risiko perubahan iklim terhadap kinerja perbankan.

Dian mengatakan, inisiasi pengembangan panduan CRMS di Indonesia telah dimulai setelah BCBS menerbitkan consultative paper (CP) "Prinsip Manajemen Pengawasan yang Efektif atas Risiko Keuangan terkait Iklim" pada 2022.

Berdasarkan arah kebijakan BCBS tersebut, OJK pada Mei 2023 menerbitkan initial guidance untuk implementasi Climate Risk Stress Stress (CRST) secara terbatas guna memperoleh feedback awal atas teknis implementasi dampak pengukuran risiko iklim terhadap kinerja bank-bank.

Mandat integrasi risiko iklim di perbankan kemudian diperkuat dengan diterbitkannya POJK No. 17/2023 tentang Tata Kelola. POJK tersebut memberikan payung hukum dalam penerapan manajemen risiko iklim di industri perbankan terutama pada aspek governance, strategy, dan risk management.

Selain dukungan dari regulasi, Dian mengatakan bahwa panduan CRMS juga telah melalui berbagai rangkaian proses penyusunan yang akuntabel termasuk studi literatur dan diskusi dengan berbagai pihak mulai dari Bank Sentral dan otoritas keuangan di negara lain hingga akademisi dan praktisi.

Adapun beberapa negara di dunia yang telah menginisiasi penerapan manajemen risiko iklim pada sektor keuangan antara lain Amerika Serikat, Inggris, Uni Eropa, Australia, Uni Emirat Arab, Hong Kong, Singapura, dan Malaysia.

Negara-negara tersebut juga telah melakukan stress test exercise kepada perbankan dan industri keuangan lainnya, dengan beberapa di antaranya bahkan telah mempublikasikan hasil climate risk stress test-nya.

"Tentunya, panduan CRMS (di Indonesia) ini akan bersifat living document yang akan kami perbaharui secara berkala sesuai dengan global policies direction, praktik terbaik di industri keuangan dan tuntutan stakeholders," kata Dian.

Baca juga: OJK: Stabilitas sektor jasa keuangan terjaga dengan permodalan kuat
Baca juga: OJK luncurkan panduan manajemen risiko iklim bagi perbankan
Baca juga: OJK: Bursa Karbon RI Terbaik di Asia

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2024