Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengungkapkan adanya mark up harga dalam kasus dugaan korupsi pengadaan sarana kelengkapan rumah jabatan anggota DPR RI pada tahun anggaran 2020.

"Kasusnya kalau enggak salah mark up harga, ada persekongkolan. Katanya mahal, padahal di pasar enggak sebesar itu," kata Alex di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu.

Meski demikian, Alex mengaku dirinya belum menerima informasi lebih detail dari tim penyidikan soal perkara dugaan korupsi tersebut

Salah satu perkembangan terbaru yang diumumkan KPK terkait dengan penyidikan tersebut adalah pencegahan terhadap tujuh orang untuk bepergian ke luar negeri.

"KPK mengajukan cegah agar tetap berada di wilayah NKRI pada pihak Ditjen Imigrasi Kemenkumham RI terhadap tujuh orang dengan status penyelenggara negara dan swasta," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (5/3).

Ali tidak menjelaskan lebih lanjut identitas tujuh orang yang dicegah ke luar negeri tersebut. Pemberlakuan cegah tersebut berlaku untuk 6 bulan ke depan sampai Juli 2024 dan bisa diperpanjang sesuai dengan kebutuhan penyidikan.

KPK juga mengingatkan agar para pihak terkait untuk kooperatif dan selalu hadir dalam setiap agenda pemanggilan pemeriksaan oleh tim penyidik.

Sebelumnya, KPK mengumumkan telah memulai penyidikan perkara dugaan korupsi tersebut.

Berdasarkan Undang-Undang KPK, setiap perkara yang telah naik ke tahap penyidikan pasti turut disertai dengan penetapan tersangka.

Meski demikian, pengumuman pihak yang ditetapkan sebagai tersangka beserta pasal yang disangkakan dan konstruksi perkara akan dilakukan saat konferensi pers penahanan.

Namun, Ali telah menyampaikan bahwa tim penyidik KPK dalam penyidikan tersebut telah menerapkan pasal soal kerugian keuangan negara dengan nilai kerugian miliaran rupiah.

Diungkapkan pula bahwa seluruh detail perkara tersebut akan dibuka seluas-luasnya kepada publik dalam proses persidangan sehingga seluruh masyarakat bisa menilai hasil kerja KPK dalam pemberantasan korupsi.

"Nanti ketika proses persidangan, pasti dibuka seluas-luasnya. Seluruh alat bukti yang diperoleh dari penyelidikan atau keterangan dari para saksi yang sudah dipanggil, pasti dibuka dalam sebuah berita acara pemeriksaan. Itu juga diserahkan secara resmi kepada penasihat hukumnya, kepada terdakwa, untuk sama-sama kemudian dibuktikan di depan majelis hakim secara terbuka," ujar Ali Fikri.

Baca juga: KPK cegah tujuh orang ke luar negeri terkait korupsi rumah jabatan DPR
Baca juga: KPK sebut tersangka korupsi rumah jabatan DPR lebih dari dua orang

Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2024