Kupang (ANTARA) - Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi Republik Indonesia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Silmy Karim menilai program Desa Binaan Imigrasi dapat menekan maraknya kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

“Soal TPPO ini ada kaitannya dengan program Desa Binaan, apalagi NTT juga termasuk salah satu provinsi kantong pekerja migran, “ katanya kepada ANTARA, usai memberikan pengarahan kepada para staf Imigrasi secara luring dan daring, di Kantor Imigrasi Kupang, Rabu.

Menurut dia, program Desa Binaan Imigrasi dapat menjadi alat untuk memberikan pembinaan kepada calon pekerja migran agar para calon pekerja migran bisa memahami hal-hal yang kiranya dapat menjadi masalah di kemudian hari jika bekerja di luar negeri akibat ketidaktahuan.

Desa binaan itu, ujar Silmy, tidak hanya petugas dari Imigrasi saja, tetapi juga melibatkan sejumlah pihak, mulai dari pemerintah provinsi hingga desa.

"Harapannya melalui program ini, akan ada keterlibatan aktif dari pemerintah daerah hingga tingkat paling rendah yaitu pemerintah desa, agar secara bersama-sama dapat memberikan pemahaman terkait bahaya kejahatan TPPO," ujar Silmy.

Dia berharap agar program Desa Binaan itu bisa berjalan, sehingga penduduk di NTT yang ingin menjadi pekerja migran sudah mempunyai referensi atau bekal untuk mengetahui syarat-syarat apa saja yang harus dipenuhi jika ingin bekerja di luar negeri supaya sesuai dengan prosedur atau aturan yang berlaku, sehingga tidak ditahan karena melanggar aturan di luar negeri.

Dia juga menjelaskan bahwa bekerja di luar negeri itu ada kontrak kerjanya, sebab jika tidak ada kontrak kerja, tidak ada yang akan menjamin bagaimana pembayaran gaji, serta pemenuhan hak-hak yang harus diperoleh oleh pekerja migran itu di luar negeri.

“Kalau tidak ada kontrak jika ada masalah harus kontak siapa. Nah ini yang. harus diberikan pemahaman melalui program desa binaan itu, sehingga mereka tidak terjebak dalam TPPO,” ujar dia.

Terkait upaya petugas Imigrasi dalam mencegah terjadinya TPPO dan tidak terlibat dalam komplotan yang masuk dalam TPPO, dia menilai bahwa hal utama yang harus diketahui bahwa perlu memberikan pemahaman agar masyarakat tidak menjadi korban TPPO.

“Dalam konteks penerbitan paspor, hal tersebut merupakan hak warga negara, sehingga pihak Imigrasi hanya bisa mengurangi risiko, salah satunya melalui program desa binaan tersebut dengan membangun sinergi bersama seluruh pihak terkait,” ujar dia.

Oleh karena itu, ujar dia, penting untuk memberi pemahaman dan pembinaan sejak awal sehingga tidak menjadi bagian sindikat TPPO.

“Kalau sudah paham, tentu masyarakat tidak mau terlibat di dalamnya, dan akan mempermudah petugas dalam melakukan proses screening," tuturnya sambil berharap juga agar pemerintah perlu menyediakan lapangan pekerja sehingga ekonomi juga semakin membaik.

Sementara Kepala Kanwil Kemenkumham NTT Marciana berharap untuk memperkuat legitimasi maka program Desa Binaan Imigrasi tersebut dapat berkolaborasi dengan program Desa Sadar Hukum.

"Dalam waktu yang tidak terlalu lama, kami ingin mengundang Pak Dirjen bersama Pemda untuk bersama kita membahas terkait substansi dan teknis pelaksanaan karena program ini merupakan kolaborasi yang jika tepat sasaran akan berdampak positif bagi masyarakat, dan ini dapat dimulai dari NTT sebagai pionir”, katanya.

Marciana juga menyampaikan langsung keadaan dan kondisi di seluruh UPT Imigrasi se-NTT, seperti keterbatasan sarana prasarana, kekurangan SDM terutama di perbatasan, dan ketersediaan dukungan teknis lainnya agar dapat menjadi atensi khusus Dirjen Imigrasi.

Silmy Karim juga dijadwalkan pada Jumat (8/3) besok akan bertolak ke perbatasan RI-RDTL untuk meninjau Kantor Imigrasi, PLBN Mota Ain, kemudian pos pengawasan untuk melihat langsung situasi dan kondisi di daerah tersebut.

 

Pewarta: Kornelis Kaha
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024