Dengan menghidupkan data, langkah-langkah yang diambil dapat lebih tepat sasaran
Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dr Hasto Wardoyo meminta agar seluruh pemangku kepentingan saling berkolaborasi dalam menghidupkan data untuk mempercepat penurunan stunting.

"Data yang akurat dan terkini menjadi kunci dalam merancang strategi, mengidentifikasi tantangan, dan mengukur dampak dari setiap intervensi yang dilakukan. Dengan menghidupkan data, langkah-langkah yang diambil dapat lebih tepat sasaran," katanya dalam keterangannya di Jakarta, Senin.

Ia menyebutkan, pemanfaatan data yang tepat akan memberikan manfaat maksimal serta berkontribusi dalam pembuatan kebijakan dengan standar yang mengakomodasi semua (one fits for all), utamanya dalam penurunan angka stunting di Indonesia.

Hasto juga menyampaikan, BKKBN memiliki sumber data utama yaitu New Siga (Sistem informasi keluarga), sebuah sistem informasi yang lebih kekinian dan akuntabel, yang menjadi data operasional bagi petugas keluarga berencana (KB) dan pihak terkait dalam melakukan intervensi terhadap program Pembangunan keluarga, kependudukan, dan keluarga berencana (Bangga Kencana), khususnya dalam rangka percepatan penurunan stunting.

Baca juga: BKKBN sebut perlu upaya penguatan data dalam penanganan stunting
Baca juga: BKKBN mutakhirkan data keluarga, tangani stunting & kemiskinan


Selain itu, menurutnya, data kebutuhan ber-KB yang belum terpenuhi atau unmet need juga menjadi perhatian, termasuk alasan kesehatan yang diidentifikasi sebagai sumber utama dari putus KB dengan persentase 55,97 persen, dan pada kelompok umur 30-34 tahun mencapai 13,3 persen.

"Unmet need secara erat terkait dengan masalah stunting, karena dengan ber-KB, kelahiran bayi- bayi stunting baru dapat dicegah," ucapnya.

Ia juga menambahkan, perlu ada penyelidikan dan upaya pencegahan stunting dengan pemahaman yang lebih komprehensif terhadap faktor-faktor yang menyebabkan unmet need, seperti keterbatasan akses terhadap makanan bergizi, kurangnya edukasi gizi, serta masih minimnya layanan kesehatan yang berkualitas.

"Stunting sebagai dampak dari kekurangan gizi kronis pada anak-anak, mencerminkan ketidakmampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan nutrisi yang esensial pada tahap-tahap penting perkembangan manusia," tuturnya.

Baca juga: BKKBN kejar target penurunan stunting dan "unmet need" di tahun 2024
Baca juga: BKKBN layani kebutuhan KB 5,6 juta pasangan usia subur di Jawa Tengah
Baca juga: Pakar UI: Angka "unmet need" jadi tantangan program keluarga berencana

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2024