Jakarta (ANTARA) - Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Rahmat Bagja mengatakan bahwa catatan terbesar pada pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Kuala Lumpur, Malaysia adalah pemilih minim informasi mengenai pemberitahuan untuk melakukan PSU tersebut.

Bagja menjelaskan banyak pemilih yang belum mengetahui apakah mereka termasuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) PSU. Selain itu, lanjut dia, banyak pemilih yang juga belum mengetahui lokasi Tempat Pemungutan Suara Luar Negeri (TPSLN) ataupun Kotak Suara Keliling (KSK).

"Banyak pemilih yang hadir hanya karena mengetahui informasi adanya PSU melalui media sosial KPU (Komisi Pemilihan Umum) RI dan grup WhatsApp, seperti grup pendataan WNI KBRI KL (Warga Negara Indonesia Kedutaan Besar Republik Indonesia Kuala Lumpur)," kata Bagja dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa malam.

Bagja menyebut temuan tersebut didapatkan pihaknya berdasarkan keterangan pemilih yang datang ke TPSLN dan KSK kepada pengawas pemilu.

Bagja lantas menyebut terdapat dua faktor yang membuat kondisi itu terjadi. Pertama, kata dia, pemilih tidak mendapatkan formulir Model C Pemberitahuan.

Menurut Bagja, seharusnya Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN) telah menyampaikan surat pemberitahuan pemungutan suara yang diberi tanda khusus bertuliskan PSU kepada pemilih yang terdaftar paling lambat satu hari sebelum PSU di TPS diadakan.

Walaupun demikian, lanjut dia, KPU menyampaikan kepada Bawaslu bahwa formulir Model C Pemberitahuan telah terdistribusi secara keseluruhan.

"Hal ini berbeda dengan hasil koordinasi Bawaslu kepada KPU. Keterangan KPU pada 8 Maret 2024 menyatakan bahwa formulir Model C Pemberitahuan telah terdistribusi seratus persen kepada pemilih DPT di Kuala Lumpur melalui 'messenger blast'," ujarnya.

Faktor kedua, kata dia, yaitu salinan DPT Luar Negeri (DPTLN) tidak dipasang di papan pengumuman di lokasi TPSLN dan KSK.

Bagja mengatakan bahwa tidak dipasangnya salinan DPTLN di lokasi TPSLN dan KSK berimplikasi pada kebingungan status pemilih antara DPT dan Daftar Pemilih Khusus (DPK).

"Minimnya informasi mengenai pemberitahuan untuk melakukan PSU di antaranya pemilih yang datang ke lokasi KSK bukan pemilih yang masuk dalam kategori DPT KSK yang dimaksud, sehingga implikasinya adalah pemilih tidak puas dengan pelayanan penyelenggara dan menimbulkan kegaduhan dan gangguan keamanan," katanya.

Sebelumnya, KPU RI menyelenggarakan PSU Kuala Lumpur pada Minggu (10/3) dengan dua metode, yakni TPS dan KSK.

KPU RI menetapkan DPTLN untuk PSU di Kuala Lumpur mencapai 62.217 orang yang terdiri dari 42.372 orang pemilih TPSLN dan 19.845 orang pemilih KSK.

Angka itu diperoleh dari total pemilih yang hadir di Kuala Lumpur lewat tiga metode pemungutan suara sebelumnya, baik yang tercatat pada daftar pemilih tetap (DPT), daftar pemilih tambahan (DPTb), dan daftar pemilih khusus (DPK).

Total pemilih untuk tiga metode yang tercatat dalam DPT, DPTb, dan DPK mencapai 78 ribu. Angka 78 ribu itu menjadi basis data untuk pemutakhiran dengan tiga kategori, yakni validitas alamat, analisis kegandaan, dan validitas nomor induk kependudukan (NIK) maupun nomor paspor.

Bawaslu merekomendasikan PSU untuk di Kuala Lumpur setelah menyatakan telah menemukan pelanggaran administratif dalam pelaksanaan Pemilu 2024 oleh Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur.

Seturut Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022, rekapitulasi suara nasional Pemilu 2024 dijadwalkan berlangsung mulai 15 Februari sampai dengan 20 Maret 2024.
Baca juga: Bawaslu RI: PSU Kuala Lumpur berjalan lancar, tetapi ada catatan
Baca juga: Bawaslu tak persoalkan caleg datangi lokasi PSU Kuala Lumpur
Baca juga: Bawaslu RI soroti kerawanan pelaksanaan pemilu ulang di Kuala Lumpur

Pewarta: Rio Feisal
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024