Ekonomi global ini sebetulnya sedang tidak baik-baik saja, karena ada lima isu ketidakpastian di tataran global
Padang, Sumbar (ANTARA) - Bank Indonesia (BI) Perwakilan Sumatera Barat (Sumbar) menyebutkan ada lima isu ketidakpastian, yang kini turut memengaruhi perekonomian global, sehingga berimbas ke tataran nasional termasuk Indonesia.

"Ekonomi global ini sebetulnya sedang tidak baik-baik saja, karena ada lima isu ketidakpastian di tataran global," kata Kepala BI Perwakilan Provinsi Sumbar Endang Kurnia Saputra di Padang, Sumbar, Jumat.

Pertama, terjadinya tendensi ekonomi global yang cenderung mengalami perlambatan akibat dampak perang Ukraina dan Rusia. Kondisi itu diperparah tensi geopolitik antara Israel dengan Palestina serta kondisi yang terjadi di Laut Merah.

Imbasnya, pertumbuhan perekonomian global melambat. Pada 2023, Dana Moneter Internasional atau IMF memprediksi ekonomi global tumbuh sebesar 3,1 persen.

Namun, pada 2024, IMF mengoreksi perekonomian global maksimal hanya di kisaran 3,0 persen.

"Sama halnya dengan IMF, BI juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi global hanya berkisar di angka 3,0 persen," sebut Endang.

Faktor kedua yakni inflasi yang biasanya terjadi di negara-negara maju, kini justru beralih ke negara berkembang, tidak terkecuali Indonesia.

Sebagai contoh, lonjakan harga cabai merah yang menyentuh Rp150 ribu per kilogram di tingkat pedagang.

"Jadi, negara-negara seperti Indonesia ini mengalami tendensi ekonomi yang meningkat," ujarnya.

Selanjutnya, faktor ketiga yang memengaruhi ekonomi global ialah kenaikan suku bunga yang cenderung tinggi dalam waktu yang panjang. Serta, di banyak negara, masyarakat lebih suka memegang uang tunai.

Eks Kepala Deputi BI Perwakilan DKI Jakarta tersebut mengatakan fenomena itu juga terealisasi di ekonomi Indonesia. Sebagai contoh, masyarakat di Tanah Air lebih suka menyimpan uang tunai atau emas.

"Hal itu bisa kita lihat dengan tingginya harga emas," ucap Endang.

Terakhir, adanya fenomena di tataran global berupa menguatnya mata uang dolar AS. Padahal, Amerika Serikat mengalami defisit anggaran dan perdagangan terutama dengan China.

Bahkan, Negeri Paman Sam itu memiliki utang yang cukup besar. Namun, hal itu tidak memengaruhi nilai mata uang di negara itu dan justru menguat.

Baca juga: BI: Ekonomi global diperkirakan lebih baik dibanding proyeksi semula
Baca juga: BI: Ekonomi Indonesia meningkat di tengah perlambatan ekonomi global
Baca juga: BI: Ekonomi dunia tumbuh melambat dengan ketidakpastian pasar keuangan

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2024