Apalagi kalau statusnya sebagai penyandang disabilitas, tentu paling rentan karenanya bisa berlapis
Jakarta (ANTARA) -
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyebut perempuan penyandang disabilitas menjadi kelompok paling rentan karena kerap kali mengalami diskriminasi berlapis di masyarakat.
 
Komisioner Komnas Perempuan Bahrul Fuad menjelaskan kondisi masyarakat yang masih menganut sistem patriarki secara kental telah memposisikan perempuan sejak awal dalam kelompok gender yang nomor dua sehingga perempuan dengan disabilitas jelas berada di bawah posisi itu.
 
“Masyarakat kita yang patriarki kerap melakukan diskriminasi terhadap perempuan. Apalagi kalau statusnya sebagai penyandang disabilitas, tentu paling rentan karenanya bisa berlapis,” kata Bahrul Fuad dalam unjuk bincang “Fakta Tentang Perempuan Disabilitas” yang disimak dari Jakarta, Jumat.
 
Ia menambahkan hak afirmasi dan akomodasi layak yang kini sudah dijamin melalui undang-undang dan payung hukum lainnya bahkan tidak serta merta membebaskan perempuan penyandang disabilitas dari perlakuan diskriminasi sehingga masih berujung pada tidak terpenuhinya hak-hak dasar mereka, seperti pendidikan dan penghidupan yang layak.
 
Sebagai contoh, ia menyebutkan banyak perempuan penyandang disabilitas yang gagal mendapatkan pekerjaan karena perusahaan kerap kali mendahulukan laki-laki penyandang disabilitas untuk memenuhi kuota afirmasi sebanyak 2 persen yang telah dijaminkan dalam undang-undang.
 
Sementara contoh lainnya, sambung dia, perempuan penyandang disabilitas  acap kali mengalami diskriminasi berlapis dalam hal peran sosial di masyarakat.
 
Sampai hari ini, pihaknya masih menemukan sebagian masyarakat yang beranggapan bahwa perempuan penyandang disabilitas tidak mampu dalam mengasuh dan membesarkan anak.
 
Alhasil, anggapan yang demikian secara tidak langsung pula telah memaksa mereka untuk menitipkan anak masing-masing ke dinas sosial atau anggota keluarga terdekat yang tidak memiliki disabilitas.
 
Lebih parah lagi, ia mengingatkan diskriminasi berlapis tersebut tidak jarang dibarengi dengan tindakan kekerasan, baik verbal, fisik maupun seksual karena anggapan mengenai perempuan penyandang disabilitas yang tidak berdaya untuk melapor kepada aparat penegak hukum.

Oleh karena itu, pihaknya bersama kementerian dan lembaga terkait kian menggencarkan advokasi dan edukasi mengenai perempuan penyandang disabilitas kepada masyarakat.
Baca juga: Kasus Penjaringan pengingat pentingnya dukungan kerabat dan masyarakat
Baca juga: Komnas Perempuan: Pendekatan sosial kunci hapus stigma disabilitas
Baca juga: LNHAM dorong percepatan pengesahan peraturan pelaksanaan UU TPKS

Pewarta: Hana Dewi Kinarina Kaban
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2024