Jakarta (ANTARA) -
Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuturkan tim penasihat hukum Menteri Pertanian RI periode 2019-2023 Syahrul Yasin Limpo (SYL) melakukan framing persidangan seolah-olah SYL merupakan pahlawan dan bukan pelaku tindak pidana.
 
Framing tersebut, kata dia, dilakukan penasihat hukum SYL dengan membeberkan sederet penghargaan yang diterima SYL dalam pembacaan nota keberatan atau eksepsi.
 
"Penasihat hukum terdakwa terburu-buru untuk mem-framing persidangan seolah-olah terdakwa SYL bukan pelaku tindak pidana dan tidak melakukan perbuatan sebagaimana dalam surat dakwaan penuntut umum," kata Jaksa KPK dalam sidang tanggapan penuntut umum terhadap eksepsi SYL di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
 
Jaksa KPK menegaskan, penetapan SYL sebagai tersangka kasus pemerasan dan gratifikasi di Kementerian Pertanian (Kementan) dilakukan setelah ditemukannya alat bukti yang cukup dan akan terlihat semakin jelas setelah masuk tahap pembuktian di persidangan.
 
Selain melakukan framing, Jaksa KPK menilai hampir seluruh materi eksepsi yang disampaikan penasihat hukum SYL tidak termasuk dalam ruang lingkup keberatan dalam Pasal 156 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), melainkan termasuk ruang lingkup materi praperadilan dan sebagian besar telah masuk pada pembuktian materi pokok perkara.
 
Dengan demikian, kata dia, sangat terlihat tim penasihat hukum sudah tidak sabar dan terlalu dini dalam membela SYL sehingga dalam materi eksepsi menyampaikan berbagai dalil pembelaan yang seharusnya baru dapat disampaikan pada tahap pembelaan atau pleidoi.
 
Bahkan, lanjut Jaksa, penasihat hukum telah menyimpulkan sendiri bahwa SYL tidak bersalah tanpa dilakukan pemeriksaan dalam persidangan terlebih dahulu.
 
"Kesempatan menyampaikan keberatan atau eksepsi yang diberikan oleh undang-undang melalui majelis hakim telah dipergunakan oleh penasihat hukum terdakwa dengan mengabaikan adanya pembatasan materi keberatan yang sudah diatur oleh Pasal 156 ayat (1) KUHAP," tuturnya.

Sebelumnya, SYL berharap nota keberatan atau eksepsinya bisa diterima majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi karena mengklaim dirinya telah menjadi pahlawan selama pandemi COVID-19.
 
"Saya berharap eksepsi itu bisa disadur dengan baik. Empat tahun saya kendalikan makanan rakyat pada saat COVID-19," ucap SYL saat ditemui usai sidang pembacaan eksepsi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu(13/3).
 
SYL mengatakan dirinya mengawali karier dari bawah dan menjadi pahlawan serta pejuang untuk negeri, bangsa, dan rakyat, terutama saat pandemi COVID-19 melanda Indonesia.
 
Adapun SYL didakwa melakukan pemerasan serta menerima gratifikasi dengan total senilai Rp44,5 miliar dalam kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan) pada rentang waktu tahun 2020 hingga 2023.
 
Pemerasan dilakukan bersama Kasdi Subagyono selaku Sekretaris Jenderal Kementan periode 2021–2023, serta Muhammad Hatta selaku Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan tahun 2023, antara lain untuk membayarkan kebutuhan pribadi SYL.
 
Perbuatan SYL sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Baca juga: Jaksa minta majelis hakim tolak nota keberatan SYL
Baca juga: SYL ajukan permohonan pemindahan rumah tahanan
Baca juga: PH: SYL dijadikan tersangka karena tak penuhi permintaan Firli Bahuri

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024