Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan menyoroti bahaya cuaca panas dan terik beberapa hari terakhir karena berpotensi menyebabkan jumlah kasus dengue (demam berdarah) meningkat dalam masyarakat.

“Kalau saya bilang akhir-akhir ini hujan deras, kemudian tiga empat hari ini panas. Ini yang menyebabkan genangan yang ada dari hujan itu berpotensi menimbulkan banyak sarang nyamuk untuk berkembang biak (breeding place),” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes Imran Pambudi dalam talkshow di Jakarta, Kamis.

Imran menuturkan cuaca panas yang tiba-tiba datang menyebabkan air dalam tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes Aegypti itu semakin kotor dan tidak terbilas dengan air yang baru.

“Sebetulnya dari sisi epidemiologi, lebih aman kalau hujan terus ada karena airnya akan terganti. Kalau sekarang hujannya berbahaya untuk terkait dengue,” kata dia.

Baca juga: Kemenkes targetkan kasus DBD turun lewat penyebaran nyamuk Wolbachia

Baca juga: Kemenkes jadwalkan introduksi vaksin dengue tahun depan


Imran membeberkan dalam data kumulatif sebaran kasus dengue Kementerian Kesehatan per 18 Maret 2024, total kasus sudah mencapai angka 35.556 kasus.

Dengan enam provinsi yang menyumbang kasus terbanyak adalah Jawa Barat 10.428 kasus, Jawa Timur 3.638 kasus, Sulawesi Tenggara 2.763 kasus, Kalimantan Tengah 2.309 kasus, Kalimantan Selatan 2.068 kasus dan Lampung 1.761 kasus.

Dalam data yang sama, total kasus kematian yang diakibatkan oleh dengue pun sudah mencapai 290 kasus.

Kemenkes pun telah melakukan enam langkah strategis dalam memberantas penyakit dengue makin berkembang dalam masyarakat. Ia menjelaskan strategi pertama yang dilakukan adalah fokus pada manajemen vektor, yakni mengendalikan kasus sebelum masa penularan dengan memberdayakan masyarakat, misalnya melalui Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik dan pemeriksaan jentik secara berkala.

Strategi kedua, yakni menerbitkan berbagai aturan seperti PNPK terkait tata laksana infeksi dengue pada dewasa dan anak-anak serta remaja. Kemudian menggalakkan penggunaan RDT dengue sebagai alat bantu penegakan diagnosis dini.

Upaya selanjutnya yakni mewujudkan surveilans dengue secara data seketika (realtime), melalui pengembangan SIARVI (Sistem Informasi Arbosirosis), Membentuk Tim Gerak Cepat dalam penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) dan sistem kewaspadaan dini KLB.

Sedangkan yang keempat jajarannya melakukan diseminasi dan sistem kewaspadaan dini KLB. Partisipasi masyarakat selalu kita dorong untuk gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) 3M Plus dan revitalisasi kelompok kerja operasional (POKJANAL).

Sedangkan dalam strategi kelima, Kemenkes menjalankan manajemen program, kemitraan dan komitmen pemerintah, Kementerian Kesehatan melakukan penyusunan RPM Penanggulangan dengue, serta mengajak pemerintah daerah untuk membuat peraturan tentang pencegahan dan pengendalian dengue.

Kemudian pada strategi keenam terkait pengembangan kajian, penelitian dan inovasi, pemerintah mengembangkan sebuah teknologi Wolbachia yang sudah dikembangkan setidaknya di lima kota seperti Semarang, Bontang, Kupang, Bandung dan Jakarta Barat.

“Memang beberapa kegiatan ini tidak bisa kita lakukan sendiri-sendiri. Kita semua harus bersama-sama mengatasi penyakit dengue,” ujarnya.

Baca juga: Target nol kematian akibat DBD 2030, Kemenkes gaet Biofarma dan Takeda

Baca juga: Kemenkes gencarkan edukasi tentang Wolbachia untuk cegah disinformasi

Baca juga: Kemenkes imbau masyarakat untuk tak mudah percaya hoaks soal Wolbachia

 

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2024