Jakarta (ANTARA) - Industri minuman ringan menjadi salah satu sektor yang terpuruk saat pandemi COVID-19 melanda Tanah Air dan sejumlah negara di dunia. Sektor ini masih dalam proses pemulihan dari dampak bencana kemanusiaan yang membunuh jutaan orang di dunia tersebut.

Industri minuman ringan  mencakup minuman karbonasi atau berperisa, serta minuman siap minum (ready to drink/RTD) yang meliputi susu, teh, kopi, minuman isotonik, serta minuman energi.

Data dari Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM) menunjukkan bahwa penjualan sektor tersebut sebelum pandemi dalam rentang 2016-2019 rata-rata mencapai volume 8 juta liter. Namun pada saat pandemi COVID-19 penjualan industri itu merosot hingga ke angka 6 juta liter.

Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) sektor minuman ringan pada 2021 hanya sebesar 2,54 persen dengan kontribusi terhadap ekspor mencapai Rp58,96 triliun. 

Apabila dikonversi menjadi tingkat pertumbuhan per tahun dalam periode tertentu (Compounded Annual Growth Rate/CAGR) di tahun 2020-2022, industri minuman ringan tidak mengalami pertumbuhan sama sekali.

Di penghujung tahun 2023, ASRIM mencatat industri ini mengalami pertumbuhan sebesar 3,1 persen, namun peningkatan ini didominasi oleh penjualan air mineral  yang mencapai  60 persen.

Apabila dihitung tanpa penjualan air mineral, pertumbuhan yang dialami oleh industri minuman ringan menjadi negatif, yakni -2,6 persen.

Dengan kondisi ini pemerintah menyiapkan berbagai strategi guna mendongkrak industri minuman ringan agar dapat keluar dari lumpur hisap degradasi karena pandemi.

Kebijakan insentif fiskal seperti diskon pajak, dan pembelian mesin baru bagi perusahaan di industri ini telah disiapkan agar ketahanan sektor tersebut meningkat. Sebab, potensi pasar minuman ringan cukup besar baik di dalam maupun luar negeri.

Diskon pajak

Pemberian keringanan pajak menjadi strategi pemungkas bagi Kemenperin untuk membantu para pengusaha di sektor industri minuman ringan agar bisa pulih kembali.

Hingga Desember 2023 ada 136 perusahaan minuman dengan nilai investasi sebesar Rp7,7 triliun, serta tenaga kerja yang mencapai 53 ribu orang. Sedangkan sepanjang alur produksi, tenaga kerja yang menggantungkan hidup pada sektor ini mencapai 300 ribu tenaga kerja.

Jumlah tersebut memberikan gambaran bahwa sektor ini turut berkontribusi besar dalam menghidupi masyarakat. Kemenperin tak ingin industri ini terus mengalami penurunan, karena menyangkut hidup ratusan ribu pekerja.

Pembebasan pajak (tax holiday), potongan pajak (tax allowance), pengurangan pajak penghasilan bruto (super deduction tax) khusus bagi kegiatan penelitian dan pengembangan, serta pembebasan bea masuk impor barang modal dalam rangka investasi di industri minuman ringan, ditawarkan guna menjadi pemicu pengembalian kapasitas produksi dan penjualan sektor ini.

Pengusaha di industri minuman ringan dibebaskan dari tarif pajak penghasilan (PPh) sebesar 100 persen selama lima sampai 20 tahun, serta dilanjutkan keringanan membayar PPh sebesar 50 persen selama dua tahun setelah masa pembebasan PPh 100 persen usai.

Pengurangan sebesar 30 persen pajak penghasilan bruto, serta pengenaan tarif PPh final juga diberikan guna mendorong investasi di daerah, sehingga dapat mewujudkan pemerataan pembangunan.

Selain itu, pengurangan pajak dari kegiatan penelitian dan pengembangan turut diterapkan supaya mendorong kegiatan inovatif dari industri minuman ringan, agar menghasilkan produk yang berdaya saing global.

Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kemenperin Merrijantij Punguan Pintaria menginginkan insentif yang diberikan bisa mengembalikan roda ekonomi industri minuman ringan dengan target pasar mendominasi penjualan di dalam negeri.

"Visi kami ini ingin industri minuman ringan jadi tuan rumah di negeri sendiri," ujarnya.

Salah satu potensi besar pemanfaatan insentif fiskal yang diberikan yakni pada masa Idul Fitri tahun 2024.

Melihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun lalu, fase mudik Lebaran memberikan keuntungan bagi perekonomian sebesar 1,5 persen.

Pada tahun ini proses mudik diprediksi akan sangat masif, ditambah dengan cuti bersama yang cukup panjang, serta didukung oleh pulihnya perekonomian, sehingga dapat meningkatkan volume penjualan bagi sektor tersebut, diperkirakan sebesar 30 persen.


Pembaruan alat

Selain memberikan diskon pajak kepada para pengusaha di industri minuman ringan, Kemenperin juga memberikan kesempatan bagi pelaku industri yang ingin memperbarui alatnya melalui program restrukturisasi mesin.

Tujuan dari restrukturisasi mesin di industri minuman yakni mendukung program pengurangan impor atau substitusi impor, karena dengan memberikan alat baru ke perusahaan di tanah air, secara langsung dapat meningkatkan volume produksi dan penjualan.

Program ini diharapkan juga bisa meningkatkan daya saing melalui penggunaan teknologi terbaru yang lebih hemat energi dan ramah lingkungan. Restrukturisasi mesin juga mendorong hilirisasi industri. 

Pada tahun ini Kemenperin mengalokasikan dana Rp10 miliar khusus untuk 10 perusahaan minuman di tanah air yang ingin memodernisasi peralatan industrinya. Jumlah tersebut bisa berubah tergantung kebutuhan dari perusahaan di industri ini.

Program restrukturisasi mesin diberikan bagi pelaku industri di subsektor minuman, sehingga diharapkan mampu mendongkrak penjualan yang tak hanya didominasi oleh produk air mineral dalam kemasan.

Kebijakan ini diterapkan melalui mekanisme pengembalian dana atau reimburse, serta mulai direalisasikan pada kuartal pertama tahun ini setelah payung hukumnya selesai.

Berdasarkan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) di Februari 2024, melalui kedua insentif fiskal tersebut dalam enam bulan ke depan industri minuman ringan optimistis bisa meningkatkan kinerjanya.

Harapannya, industri minuman ringan bisa pulih, dan mengalami pertumbuhan yang positif seperti sebelum pandemi, yakni di angka 6-8 persen.
 

Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2024