Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Dr dr Erlina Burhan mengatakan penyakit tuberkulosis (TB) dapat diobati dan dicegah melalui Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT).

"TPT itu adalah pengobatan yang diberikan kepada seseorang yang terinfeksi kuman Mycobacterium tuberculosis dan berisiko sakit TB," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin.

Erlina yang juga Ketua Koalisi Organisasi Profesi Indonesia Untuk Penanggulangan TB (KOPI TB) itu mengatakan TPT dapat mengurangi risiko TB sebesar 24-86 persen pada seluruh populasi berisiko, termasuk pasien terdiagnosis TB laten.

Selain itu, TPT berperan mengurangi risiko atau kematian akibat TB pada pasien HIV yang rutin mengonsumsi obat antiretroviral (ARV) hingga 60 persen serta mengurangi risiko TB hingga 82 persen pada pasien anak.

Baca juga: Menarik nafas tanpa takut tuberkulosis di 2030

Ia menyebut notifikasi kasus TB di Indonesia mengalami peningkatan pada 2022, dengan penemuan TB mencapai 724.000 kasus. Angka itu meningkat menjadi 821.000 pada 2023, yang merupakan angka tertinggi sejak 1995.

"Meskipun terjadi peningkatan notifikasi kasus, peningkatan akses terhadap TPT masih berlangsung lambat. Pencegahan infeksi TB dan pencegahan perkembangan infeksi menjadi penyakit adalah kunci untuk mengurangi jumlah kasus TB sesuai dengan yang ditargetkan dalam Strategi End TB dari WHO," ujarnya.

Terkait hal tersebut, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Imran Pambudi mengatakan saat ini pemerintah terus berupaya dalam mengeliminasi TB di Indonesia.

Ia menyebut upaya penanggulangan TB telah tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 67 Tahun 2021, yang membahas pengaturan dan strategi penanggulangan TB.

"Satu-satunya negara yang memiliki perpres terkait tuberkulosis adalah Indonesia, karena presiden mengatakan masalah TB tidak hanya masalah kesehatan, tetapi beberapa kementerian dan sektor juga harus mengambil tanggung jawab terkait hal ini," ucapnya.

Ia menjelaskan berbagai upaya percepatan penanganan TB telah dilakukan melalui berbagai pilar, yakni pencegahan, promosi kesehatan, deteksi, pengobatan, dan surveilans yang seluruhnya melibatkan berbagai pemangku kepentingan lintas sektor.

Pihaknya juga telah melakukan pertemuan dengan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) dan kementerian lain untuk membahas Rumah Singgah bagi pasien TB Resisten Obat (RO), pendampingan bagi tenaga kesehatan program TB (dokter, perawat, apotek, dan teknisi lab), serta optimalisasi penemuan kasus TB melalui kegiatan skrining dan investigasi kontak kolaboratif dengan kader/komunitas.

"Pelatihan online untuk petugas kesehatan melalui platform TB E-learning, workshop (lokakarya) komunikasi motivasi organisasi penyintas tuberkulosis, dan workshop perencanaan logistik program TB juga telah dilakukan," dia Imran.

Baca juga: WHO Indonesia: Skrining dibarengi TPT kurangi TB hingga 44 persen
Baca juga: Kemenkes: Integrasi penanganan TBC penting dalam pengobatan pada anak
Baca juga: Kemenkes khawatir "silent pandemic" dari TBC resisten obat

Pewarta: Sean Filo Muhamad
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2024