Bandung (ANTARA) -
Gerbang lebar dengan monumen lokomotif TD 10024 di sebelah kanannya, menjadi pemandangan yang menyambut mata ketika datang ke kompleks Kantor Pusat PT Kereta Api Indonesia (KAI) di Jalan Perintis Kemerdekaan Nomor 1, Babakan Ciamis, Kota Bandung.

Ketika melewati gerbang dan memasuki kompleks perkantoran tersebut, pandangan kita akan disambut oleh bukit kecil, di atasnya ada bangunan kuno dikelilingi bangunan lainnya, dikenal sebagai Gedung Pendopo, dengan bagian muka langsung menghadap gerbang dan Sungai Cikapundung yang membelah Bandung.

Berdasarkan catatan Tim Ahli Cagar Budaya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung pada September 2023, bangunan di dalam Kompleks Kantor Pusat PT KAI, terbagi menjadi bangunan cagar budaya yang dibangun pada periode 1900 hingga 1960, dan bangunan biasa yang dibanguan pada periode 1980-an.

Dari dokumen tersebut, dalam kompleks itu sedikitnya ada sembilan bangunan yang berasal dari periode 1900-1960, dan enam di antaranya telah direkomendasikan menjadi bangunan cagar budaya Kota Bandung, antara lain Paviliun A, Gedung Arsip, Paviliun B, Paviliun C, Paviliun D, dan Gedung Pendopo.

Dalam rekomendasinya, Tim Ahli Cagar Budaya Kota Bandung menyebut bangunan pada Kompleks Kantor Pusat PT KAI memiliki keunikan dari bentuk bangunannya yang berlanggam arsitektur eklektik "Indo-Europeesschen Stijl" yang merupakan langgam campuran, memadukan teknologi membangun gaya barat dengan unsur budaya dan iklim tropis.

Langgam bangunan-bangunan tersebut terlihat pada beberapa elemen, yaitu ragam hias kolom bangunan, bentuk jendela dan pintu, serta menonjolnya elemen-elemen geometris berupa permainan garis vertikal-horisontal. Selain elemen-elemen tersebut, bangunan yang bersinergi dengan keadaan iklim tropis serta budaya lokal terlihat dari bentuk atap yang menjadi elemen tersendiri serta terdapat teritisan/emperan atap yang cukup lebar sebagai penangkis tempias hujan.

"Berdasarkan kajian terhadap data yang tersedia, Tim Ahli Cagar Budaya Kota Bandung pada 19 September 2023 merekomendasikan kepada Wali Kota Bandung agar menetapkan enam bangunan di situs kantor pusat KAI yang berasal dari periode 1900-1960, sebagai Bangunan Cagar Budaya Peringkat Kota Bandung, yang kemudian direkomendasikan untuk ditingkatkan ke peringkat yang lebih tinggi," kata analis Cagar Budaya dan Koleksi Museum Bidang Pengkajian Budaya Disbudpar Kota Bandung Garbi Cipta Perdana.


Vila Maria 

Kota Bandung resmi didirikan pada 25 September 1810 oleh bupati ke-6 R.A. Wiranatakusumah II untuk menggantikan Krapyak (Dayeuhkolot) yang sudah tidak kondusif sebagai ibu kota Kabupaten Bandung karena sering banjir.

Seiring bencana letusan Gunung Gede pada 1864 yang menyebabkan Cianjur rusak berat, ditetapkanlah Kota Bandung sebagai Ibu Kota Keresidenan Priangan menggantikan Cianjur. Dari situlah pemerintah kolonial memberikan perhatian khusus pada Bandung dan membangunnya sesuai kebutuhan mereka.

Berbagai gedung pemerintah, perumahan, pusat bisnis, hingga sarana pendukungnya dibangun oleh pemerintah kolonial untuk mendukung Bandung sebagai ibu kota keresidenan dan juga tujuan pelesir bagi warga Eropa, hingga akhirnya bermunculanlah berbagai penginapan di Bandung untuk mendukung kebutuhan tersebut.

Salah satunya, adalah Vila Maria (Gedung Pendopo) di Landraadweg (Jl Perintis Kemerdekaan 1) yang dibangun dan dimiliki M Philippeau, kemudian difungsikan sebagai penginapan kelas menengah berdasarkan peta Bandung tahun 1905.

Bangunan Vila Maria ini hampir berbentuk bujur sangkar dengan dua anak bangunan pada bagian depan yang menghadap ke arah tenggara dengan beranda yang luas dan atap berbentuk dasar berupa perisai dua susun dengan sudut kemiringan atap berbeda, di mana sudut yang landai berada pada puncak atap sementara bagian bawah mempunyai sudut yang curam.

Seluruh permukaan luar bangunan ini dilindungi oleh tritis yang konstruksinya terpisah dari konstruksi atap di atasnya, yang berperan sebagai talang air hujan terbuat dari lembaran logam yang dipasang di atas landasan yang ditunjang oleh balok-balok kayu pada jarak tertentu yang teratur dan ditanam ke dalam dinding yang terbuat dari tembok pasangan batu bata tebal dengan lapisan plester dan acian pada sisi-sisinya.

Dinding tembok mempunyai ketebalan satu batu di mana pada bagian sisi luar dihiasi oleh ragam hias dalam kurung ornamen horizontal dan menerus di bawah garis ambang bawah kusen jendela dan di atas garis ambang atas kusen pintu jendela balok intel yang ditunjang oleh dua kolom bergaya Neo Classic Ordodoric. Kusen pintu dan jendela terbuat dari bahan kayu jati.

Villa yang dikenal pula dengan nama Gedong Karet itu, terdiri dari bangunan utama, galeri belakang, ruang makan, 10 kamar dengan luasan 48 M², tujuh kamar luas 30 M², dan dua kamar lain berkuran lebih kecil itu, beberapa kali berganti kepemilikan, sampai pada tahun 1919, lahan tempat vila itu berada dibeli sebuah jaringan hotel.

Pada tahun tersebut, Vila Maria atau Gedong Karet dan lahannya, ditingkatkan untuk menjadi hotel dengan nama Grand National Hotel dan diperluas, dari semula satu bangunan ditambahkan tiga, koridor tertutup, dan tiga gudang dengan keseluruhan luas 206,75 M² yang diproyeksikan memiliki seratus kamar.

Perluasan yang memakan biaya sebesar ƒ13.241,33 dengan biaya per M² sebesar ƒ64.05 itu, dilakukan oleh Firma Selle & de Bruijn dengan insinyur Charles P Schoemaker selaku kepala arsitek, dan Gedong Karet saat itu difungsikan menjadi ruang kantor dan ruang baca.
Anak bangunan di sisi utara Gedung Pendopo yang dulunya dikenal dengan Gedong Karet atau Villa Maria, di Kantor Pusat PT KAI, Bandung, Kamis (14/3/2024). (ANTARA/Raisan Al Farisi)

Diambil Alih SS
 
Seiring dengan rencana Bandung menjadi ibu kota Hindia Belanda, yang ditandai dengan pendirian gedung Governement Bedrijven (Kementerian BUMN) yang kini dikenal Gedung Sate, perusahaan kereta api Hindia Belanda Staatsspoorwegen (SS) yang merupakan cikal bakal PT KAI, juga merespons dan memindahkan pusat komandonya dari Batavia ke Bandung.

Dipilihlah lahan dan bangunan Grand National Hotel untuk diakuisisi oleh SS pada tahun 1921, guna digunakan sebagai Hoofdkantoor (kantor pusat). Secara bertahap perpindahan dari Batavia dilakukan tahun 1923 yang keseluruhan rampung pada 1924.

Pada tahun 1927, SS mengembangkan bangunan, yang untuk mempermudah prosesnya, keberadaan selesar penghubung antarbangunan dihancurkan, gedung eks Vila Maria menjadi bangunan utama kantor yang diperuntukkan bagi direktur utama serta direksi lain.

Pada tahun yang sama, beberapa bangunan dirombak dan didirikan di kompleks kantor pusat, yakni Paviliun A, Paviliun B, Paviliun C, Paviliun D, gedung arsip yang disertai ruang bawah tanah, garasi, serta beberapa parkir sepeda.

Bangunan Paviliun A terletak di Selatan Gedong Karet (eks Vila Maria), memiliki tiga tingkat bangunan dengan atap berbentuk perisai disertai teritis yang menyatu dengan konstruksi atapnya, dan membentuk massa atap secara jelas disertai dua buah anak atap pada sisi utara untuk menjadi atap bagi tonjolan-tonjolan massa bangunan di bawahnya.

Dinding selubung luar mempunyai ketebalan satu batu dengan permainan tebal-tipis plesteran dengan pola yang teratur yang memperkuat ekspresi masifnya volume bangunan yang memiliki kusen, pintu, dan jendela dari bahan kayu jati.

Paviliun B (utara) dan D (selatan), terletak di belakang Gedong Karet yang saling berhadapan dengan disertai ruang penghubung, sehingga keduanya membentuk konfigurasi menyerupai huruf U dengan keduanya memanjang arah barat-timur, sementara ruang penghubung menghadap ke arah timur.

Atapnya berbentuk atap perisai dengan anak-anak atap yang melindungi masa-masa bangunan tambahan berupa tonjolan-tonjolan di bawahnya. Seluruh sisi luar selubung bangunan dilindungi oleh tritis yang menyatu dengan konstruksi atapnya sehingga menjadi massa atap yang terlihat dengan jelas.

Dinding selubung luar mempunyai ketebalan satu batu dengan permainan tebal tipis plesteran yang membentuk pola ragam hias yang memperkuat ekspresi karakter bangunan. Kusen, pintu, dan jendela terbuat dari bahan kayu jati yang ditempatkan mundur dari bidang luar dinding selubung, sehingga menjadikannya lebih terlindung dari terpaan cuaca luar.

Paviliun C, berbentuk persegi panjang dari barat ke timur, di sebelah utara Paviliun B. Bangunan ini memiliki dua tingkat dengan atap berbentuk perisai dan anak-anak atap yang melindungi masa bangunan tambahan berupa tonjolan-tonjolan di bawahnya.

Seluruh sisi luar selubung masa bangunan dilindungi oleh tritis yang merupakan kepanjangan dan menyatu dengan konstruksi atap, sehingga menjadi sebuah masa atap yang terlihat jelas. Dinding selubung luar mempunyai ketebalan satu batu dengan permainan tebal tipis pelesteran dengan pola ragam hias teratur yang memperkuat ekspresi karakter bangunan.

Pintu-pintu dan jendela-jendela terbuat dari bahan kayu jati. Kusen-kusen ditempatkan mundur dari sisi terluar dari selubung bangunan, sehingga menjadi lebih terlindungi dari terpaan cuaca.

Gedung arsip, terletak di sebelah utara Gedong Karet dengan konfigurasi bangunan berbentuk huruf L, yang memiliki dua tingkat bangunan di atas permukaan tanah, dan satu lapis tingkat ruang di bawah tanah.

Atap bangunan ini dilindungi oleh tritis yang menyatu dengan konstruksi atap sehingga membentuk massa atap yang menjadi mahkota bangunan. Ketebalan dinding pada bangunan ini lebih tipis dibandingkan dengan bangunan-bangunan di sekitarnya.

Pintu dan jendela-jendela yang berada di lantai bawah mempunyai kusen yang terbuat dari beton bertulang dan mempunyai penutup yang terbuat dari pelat beton yang bertujuan untuk melindungi keselamatan arsip-arsip di dalamnya.

Jendela yang berada di selubung dinding luar lantai tingkat kedua terbuat dari bahan kayu jati. Di atas setiap jendela, terdapat dua lubang ventilasi dan tiap jendelanya tidak dilengkapi dengan penutup pengamanan.

Di antara lantai tingkat satu dan lantai tingkat dua terdapat tritis tambahan berupa pelat tipis terbuat dari beton bertulang.


Pendudukan Jepang 

Pada 7 Desember 1941 Kekaisaran Jepang menyerang pangkalan Amerika Serikat di Pearl Harbour, Hawaii, yang menjadi tanda dimulainya Perang Pasifik dalam Perang Dunia II.

Kobaran perang akhirnya sampai ke Hindia Belanda dan Jepang mulai menguasai wilayah Nusantara, setelah pemerintah kolonial menyatakan bertekuk lutut di Kalijati, Subang, 8 Maret 1942, dan Bandung pun menjadi salah satu daerah yang dikuasai Jepang.

Di bawah pendudukannya, Jepang yang militeristik mengubah Kompleks SS tersebut menjadi Kantor Pusat Rikuyu Sokyoku (Urusan Angkutan Darat) yang mengatur Eksploitasi Barat (Seibu Kyoku), Eksploitasi Timur (Tobu Kyoku), dan Eksploitasi Tengah (Chubu Kyoku). Masing-masing wilayah eksploitasi (Kyoku) dibagi dalam beberapa inspeksi (Zimusho).

Setelah sekitar 3,5 tahun berkuasa di Nusantara, pada 17 Agustus 1945, Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan dan kelahiran sebuah negara bernama Indonesia.

Di dalam proklamasi itu, dinyatakan bahwa hal-hal mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

Akhirnya Beberapa aset vital mulai diambil alih, salah satunya perkeretaapian. Setelah sukses mengambil alih perkeretaapian di Jakarta pada awal September 1945, ribuan pekerja kereta api memenuhi kompleks Kantor Pusat SS itu sejak pagi hari tanggal 28 September 1945.

Ratusan pekerja kereta api bersama pemuda memenuhi halaman depan kantor pusat Bandung menanti rekan-rekan mereka berunding dengan pimpinan tentara Jepang di ruangan direktur pada 28 September 1945. Setelah Jepang memutuskan pergi, bendera Indonesia untuk pertama kalinya dikibarkan bersama dengan dikumandangkannya lagu Indonesia Raya di halaman depan gedung eks Villa Maria itu.

Pada 30 September 1945, bertempat di kompleks kantor pusat Bandung, diadakan rapat pimpinan yang dihadiri perwakilan kantor daerah kereta api dari Jakarta, Semarang, dan Surabaya, yang kemudian menyepakati membuat manajemen baru untuk menggantikan yang lama.

Dalam sebuah rapat pasca-pengambilalihan, di bangunan eks Villa Maria, Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI) dibentuk oleh segenap karyawan kereta api pada 30 September 1945.


Pelestarian sejarah

Seiring waktu, kompleks lahan dan bangunan di tenggara Bundaran Viaduct yang awalnya villa, kemudian hotel, serta menjadi kantor militer Japang ini, kini digunakan sebagai kantor dari PT Kereta Api Indonesia (KAI).

Mengingat usianya yang sekitar 120 tahun, PT KAI sebagai pemilik dan pengelola langsung lahan dan bangunan tersebut, perusahaan pelat merah tersebut menyadari perlunya melakukan perawatan berkala guna mencegah kerusakan yang parah.

Usaha yang dilakukan PT KAI adalah mendata dan inventarisasi bangunan heritage yang beberapa bangunan manjadi bagian dari cagar budaya oleh Pemerintah Kota Bandung.

Terkait dengan statusnya yang merupakan cagar budaya pada beberapa gedung, menjadi tantangan tersendiri bagi PT KAI untuk beradaptasi terhadap kebutuhan ruang bagi pegawai, terlebih bangunan di kantor pusat terpisah satu sama lainnya.

Perawatan berkalapun dilakukan, khususnya untuk memberikan kebutuhan ruang kerja yang memadai bagi karyawan, dilakukan adaptasi penambahan fasilitas serta perubahan interior yang selaras dengan kaidah pelestarian, dengan meminimalisir bentuk perubahan.

"Dalam penyelesainnya PT KAI melakukan perencanaan menyeluruh terhadap adaptasi bangunan serta berkoordinasi dengan Tim Ahli Cagar Budaya Kota Bandung dan dinas terkait untuk melakukan pemetaan bangunan yang termasuk cagar budaya dalam proses pelestarian, dalam hal ini revitalisasi dengan perawatan berkala," kata Vice President Public Relations PT KAI Joni Martinus.

Ke depan, PT KAI akan melakukan langkah-langkah strategis untuk mengoptimalkan manfaat kawasan kantor pusatnya, baik dari sisi nonkomersial maupun komersial sebagai langkah untuk pelestarian dan pemanfaatan lebih jauh situs cagar budaya Kantor Pusat KAI tersebut.

Dari sisi nonkomersial, PT KAI menyediakan "heritage tour" Kantor Pusat PT KAI kepada berbagai komunitas, sebagai sarana edukasi sejarah bangunan maupun kereta api, sampai mengunjungi salah satu ruang bawah tanah yang kini disulap menjadi galeri foto sejarah kereta api.

Dari sisi komersial, PT KAI kini tengah mengembangkan usaha, dengan rencana mendirikan kafe bernama "KAI-fetaria" ataupun kantin baru di kawasan tersebut. Rencananya kantin ini akan dibuka untuk masyarakat umum.

Sudah 213 tahun Kota Bandung berdiri dengan berbagai kisahnya. Kawasan Kantor Pusat KAI yang berdiri hampir satu setengah abad lalu itu menjadi sejarah yang mewarnai sebagian dari cerita kota berjuluk "Paris van Java" ini.

Ke depan, Kompleks Kantor Pusat KAI yang kini digunakan sebagai pusat komando eksklusif dari perusahaan kereta api satu-satunya di Indonesia itu diproyeksikan untuk memberi dampak lingkungan lebih besar dengan turut mengadopsi praktik bisnis yang berkelanjutan.

Usaha-usaha untuk menjaga kompleks tersebut tetap terlindungi dan relevan sebagai aset yang bermanfaat bagi KAI, mitra, dan publik, tidak boleh hanya ala kadarnya apalagi berhenti. Karena PT KAI dan rangkaian "ular besi" itu juga merupakan sejarah dan masa depan milik Indonesia serta masyarakat di dalamnya.

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2024