Jakarta (ANTARA) - Majelis hakim tidak menerima dalih penasihat hukum mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) bahwa kliennya dijadikan tersangka karena tidak memenuhi permintaan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri.

Anggota majelis hakim Ida Ayu Mustikawati dalam sidang pembacaan putusan sela di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Rabu, mengatakan dalih tersebut merupakan peristiwa yang berbeda dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum KPK.

“Menimbang bahwa alasan keberatan poin satu ini menurut pendapat majelis hakim bukanlah materi eksepsi sebagaimana yang diatur dalam Pasal 156 ayat (1) KUHAP karena alasan keberatan yang diajukan oleh tim penasehat hukum terdakwa tersebut merupakan peristiwa yang berbeda dengan peristiwa yang didakwakan oleh penuntut umum,” kata Ida.

Adapun terkait kebenaran peristiwa yang didalilkan penasihat hukum SYL tersebut perlu dibuktikan dalam pemeriksaan pokok perkara sebagai bahan pembelaan SYL nantinya.

Baca juga: Hakim tidak terima nota keberatan Syahrul Yasin Limpo

“Menimbang bahwa oleh karena keberatan poin satu sudah masuk pada pembuktian pemeriksaan pokok perkara, maka dinyatakan tidak dapat diterima,” ucap Ida.

Dalam persidangan pembacaan nota keberatan atau eksepsi, Rabu (13/3), penasihat hukum mantan Menteri Pertanian RI SYL, Djamaludin Koedoeboen mengatakan kliennya dijadikan tersangka oleh KPK karena tak memenuhi permintaan Firli Bahuri.

"Di mana perbuatan tersebut dilakukan terhadap SYL, yang pada pokoknya menggunakan alasan adanya penyelidikan atas perkara ini, sehingga bila terdakwa tidak memenuhi permintaan oknum KPK tersebut, maka SYL akan ditetapkan sebagai tersangka," ujar Djamaludin.

Oleh karena SYL dipandang tidak dapat memenuhi permintaan tersebut, Djamaludin mengungkapkan SYL kemudian ditetapkan sebagai tersangka serta selanjutnya dilakukan pula tindakan penangkapan dan penahanan.

Dengan kata lain, kata dia, perjalanan proses hukum yang wajar (due proccess of law) dalam penyelidikan dan penyidikan atas perkara tersebut telah dicemari dengan adanya niat (mens rea) untuk melakukan pemerasan.

"Sehingga cukup alasan bilamana dalam perkara atas nama terdakwa dimulai dan disusun dengan maksud dan tujuan tertentu (pemerasan)," ucap Djamaludin menambahkan.

Adapun Polda Metro Jaya telah menetapkan Firli Bahuri sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terhadap SYL pada Rabu (22/11/2023). Kasus itu terjadi di wilayah hukum Polda Metro Jaya pada sekitar tahun 2020–2023.

Pada perkara ini, SYL didakwa melakukan pemerasan serta menerima gratifikasi dengan total Rp44,5 miliar dalam kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian pada rentang waktu 2020 hingga 2023.

Pemerasan dilakukan bersama Kasdi Subagyono selaku Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian periode 2021–2023, serta Muhammad Hatta selaku Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementerian Pertanian tahun 2023, antara lain untuk membayarkan kebutuhan pribadi SYL.

SYL didakwa melanggar Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Baca juga: Hakim kabulkan permohonan Syahrul Yasin Limpo untuk pindah rutan
Baca juga: KPK periksa Hanan Supangkat soal proyek pengadaan di Kementan
Baca juga: KPK periksa Sahroni soal aliran uang dari SYL ke NasDem

 

Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2024