Kuningan (ANTARA) - Gunung Ciremai di Jawa Barat tak hanya dikenal sebagai simbol keindahan alam yang megah, namun juga memberikan sumbangan vital bagi kelangsungan hidup warga di sekitarnya.

Dari sudut pandang geografis, Gunung Ciremai memiliki peran penting sebagai penyangga ekosistem. Hutan-hutan yang memayungi lerengnya menjadi rumah bagi berbagai jenis flora dan fauna endemik nan unik.

Keberadaannya turut mempengaruhi pola iklim setempat, sehingga menciptakan keseimbangan yang memadai untuk mendukung adanya aktivitas agrikultur dengan tersedianya lahan-lahan subur.

Peran Gunung Ciremai pun tidak berhenti pada aspek ekologi. Ancala ini menyediakan sumber air yang sangat dibutuhkan penduduk lokal yang sebagian besar menggantungkan hidup di sektor pertanian.


Pemanfaatan

Areal pertanian milik warga itu membentang di sepanjang kawasan kaki Gunung Ciremai, yang secara administratif berada di dua kabupaten, yakni Kuningan dan Majalengka.

Skema pertanian di wilayah tersebut umumnya mengadopsi teknik terasering, sebuah sistem yang melibatkan pembuatan tanggul atau teras bertingkat pada lereng gunung untuk memaksimalkan pemanfaatan lahan serta mengurangi erosi tanah.

Hal tersebut membantu petani dalam mengatur aliran air dan mempertahankan kelembaban tanah, sehingga meningkatkan produktivitas tanaman di area dengan topografi curam, seperti lereng Gunung Ciremai.

Kondisi areal pertanian terasering di dekat kaki Gunung Ciremai, Majalengka, Jawa Barat. (ANTARA/Fathnur Rohman)
Melalui skema ini, para petani juga mengembangkan pendekatan unik dalam memanfaatkan sumber mata air dari Gunung Ciremai.

Misalnya petani di daerah Palutungan, Kabupaten Kuningan, menggunakan sistem pipanisasi yang efisien untuk mengalirkan air dari ketinggian gunung.

Setiap pipa atau selang itu terhubung langsung ke sumber mata air, memastikan pasokan air yang lancar dan konsisten untuk pengairan ladang mereka.

"Sistem pipanisasi ini sudah berlangsung sejak lama. Pipa diperlukan untuk mengalirkan air dari sumber mata air di ketinggian," kata Asep Nurdin, salah satu petani sayur asal Kuningan, saat berbincang dengan ANTARA.

Kemudian, para petani mengoptimalkan jaringan irigasi yang terbentuk secara alami maupun dibuat dengan metode tradisional untuk pengairan lahan.

Seluruh aspek kegiatan pertanian di lereng Gunung Ciremai sangat bergantung pada ketersediaan air dari sumber tersebut. Oleh karenanya, bagi petani, seperti dirinya, menjaga kebersihan serta kelancaran aliran air ini harus rutin dilakukan.

Selain menjadi fondasi dari operasi pertanian, sumber mata air di Gunung Ciremai digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi warga hingga keperluan rumah tangga.

Balai Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) mencatat terdapat 97 sumber mata air dengan debit mencapai 9.057,61 liter per detik, yang ada di kawasan itu.

Dari jumlah tersebut, sekitar 14 titik sumber mata air dimanfaatkan untuk keperluan komersial, sedangkan sisanya dipakai oleh 54 desa guna kepentingan masyarakat.

Sejumlah pemerintah daerah (pemda), seperti Kota dan Kabupaten Cirebon, serta Kuningan ikut ambil bagian dalam pemanfaatan sumber mata air dari Gunung Ciremai. Ketiga pemda ini telah meneken kerja sama dengan TNGC.

Pemda Kabupaten Kuningan, melalui badan usaha milik daerah (BUMD), yakni PDAM Tirta Kamuning, sudah mengoptimalkan pengelolaan sumber mata air baku untuk memenuhi kebutuhan layanan air bersih bagi warga di daerahnya.

Salah satu program yang dijalankan, misalnya melakukan revitalisasi dan pelebaran "bront captering" di kawasan mata air Cibangir, Kuningan, sehingga diperkirakan memiliki daya tampung lebih tinggi.

Direktur Utama PDAM Tirta Kamuning Kuningan Ukas Suharfaputera menjelaskan dengan pelebaran bak penampungan, aliran air yang tadinya hanya 20 liter per detik, kini bisa ditampung jadi 40 liter per detik. Permintaan warga di Kabupaten Kuningan terhadap air baku meningkat sebesar 5-10 persen setiap tahun.

Dalam menjaga suplai air bersih tetap tersalurkan kepada konsumen, pihaknya rutin melakukan perawatan terhadap pipa-pipa reservoir agar tidak mengalami kebocoran.

Langkah berikutnya mengantisipasi adanya penurunan kapasitas sumber mata air, salah satunya disebabkan karena berkurangnya daya dukung lingkungan yang merosot akibat kawasan tangkapan air berubah menjadi permukiman.

Pemda Kuningan berkomitmen menjaga lokasi mata air, yang hampir 67 persen berada di wilayah Gunung Ciremai.

Hal serupa juga dilakukan Pemerintah Kota Cirebon, yang fokus memperbaiki layanan penyediaan air bersih dengan mengoptimalkan penggunaan reservoir berkapasitas 9.000 meter kubik di Plangon, Kabupaten Cirebon.

Penjabat Wali Kota Cirebon Agus Mulyadi menjelaskan bahwa pemeliharaan reservoir dilakukan oleh BUMD PAM Tirta Giri Nata untuk mengurangi tingkat kehilangan air. Dukungan penuh juga diberikan melalui berbagai regulasi dan program untuk memastikan pelayanan air bersih terus meningkat.


Pengaturan bijak

Kepala Balai TNGC Maman Surahman mengingatkan masyarakat sekitar Gunung Ciremai, akan pentingnya menjaga kelestarian gunung tersebut dalam hal pasokan air.

Pengolahan dan penggunaan air yang bijaksana sangatlah penting. Balai TNGC telah menetapkan Peta Penetapan Areal Air yang mengatur sumber air di Gunung Ciremai.

Debit air di setiap mata air dicatat dan diinventarisir, lalu sebagian dikembalikan ke alam agar pohon dan binatang juga dapat mengaksesnya. Pengaturan ini dilakukan untuk menjaga kelestarian serta mencegah penurunan kualitas air tanah.

Pengaturannya dari debit air yang ada, setiap mata air itu sekitar 50 persen dari debit yang ada dikembalikan lagi ke alam. Sebanyak 30 persen itu untuk masyarakat yang non-komersial, 20 persen untuk masyarakat komersial.

Kehidupan masyarakat sangat bergantung pada cadangan air yang berasal dari Gunung Ciremai. Jika vegetasi di kawasan itu, yang berfungsi sebagai penampung air mengalami kerusakan, maka dapat mengakibatkan banjir dan tanah longsor saat musim hujan, sedangkan pada musim kemarau bisa terjadi kekeringan.

Berbagai langkah telah diambil oleh Balai TNGC untuk melindungi kawasan tersebut. Contohnya melakukan penanganan terhadap kegiatan destruktif, seperti pembalakan liar, perambahan, dan penggarapan liar.

Selain itu, untuk mengatasi kerusakan yang sudah terjadi, pemulihan ekosistem dilakukan secara bertahap dengan mengadopsi pohon melalui program "Bapak Angkat".

Masyarakat sekitar juga dapat terlibat dalam upaya pelestarian, misalnya mengikuti program kemitraan konservasi. Nantinya pendanaan disediakan oleh Balai TNGC, kemudian pelaksanaannya dilakukan oleh peserta.

Adopsi metode, seperti miyawaki, soil block, dan pemberian pupuk hayati juga telah diterapkan dalam usaha menjaga kelestarian ekosistem Gunung Ciremai. Hasilnya air dari dapat langsung diminum tanpa proses perlakuan tambahan.

Upaya yang dilakukan oleh Balai TNGC dan masyarakat menunjukkan keseriusan mereka dalam menjaga kelestarian dan keberlanjutan sumber air di Gunung Ciremai, sehingga generasi masa depan dapat terus menikmati manfaat dari sumber air tersebut.
 

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2024