Prancis tak ingin mengesampingkan petunjuk mengenai bakal adanya serangan teror, sekecil apa pun petunjuk itu,
Jakarta (ANTARA) - Prancis berusaha menjadikan Olimpiade Paris 2024 sebagai panggung global untuk merayakan kemenangan total masyarakat dunia dalam melawan pandemi.

Prancis juga berusaha menjadikan Olimpiade 2024 sebagai simbol demokrasi, transparansi, dan antikorupsi ketika ajang-ajang akbar olahraga sebelumnya, termasuk Piala Dunia FIFA yang digelar di Qatar pada 2 tahun silam, dipenuhi kontroversi, mulai dari masalah demokrasi sampai transparansi keuangan.

Demi tekad itu, Prancis pun merencanakan sebuah Olimpiade yang menyimbolkan kebebasan dan transparansi, dengan salah satunya menggelar upacara pembukaan Olimpiade di tempat terbuka, bukan di dalam stadion yang sebelum ini biasa dilakukan oleh negara-negara yang pernah menyelenggarakan Olimpiade.

Prancis akan menggelar upacara pembukaan di tempat terbuka di Sungai Seine yang membelah Kota Paris.

Di sungai itulah, sekitar 94 kapal berlayar pelan sejauh 6 kilometer, sambil mengangkut ribuan atlet yang akan melambaikan bendera kebangsaannya. Di belakang mereka, akan menyusul 80 kapal lainnya yang ditumpangi awak media dan tim keamanan.

Penyelenggara Olimpiade Paris memperkirakan sekitar 222 ribu orang akan memadati kedua sisi Sungai Seine, sedangkan 200 ribu orang menyaksikan parade atlet Olimpiade yang tak biasa itu dari berbagai gedung yang berdiri di kedua sisi sungai yang membelah ibu kota Prancis itu.

Prancis paham betul bahwa untuk menyelenggarakan acara semacam ini membutuhkan sistem pengamanan yang besar. Untuk itulah mereka juga menurunkan tim keamanan yang lumayan besar dan bekerja 24 jam.

Akan tetapi, serangan teroris Negara Islam Provinsi Khorasan (ISKP) di Moskow, Rusia, pada 22 Maret 2024 yang menewaskan 140 orang, memaksa Prancis menaksir ulang sistem keamanan Olimpiade Paris.

Sebenarnya tak hanya Prancis yang terusik oleh serangan ISKP di Moskow, karena sebagian besar negara di Eropa juga menaikkan status waspada terorisme pada tingkat maksimum, seperti diambil pemerintahan Presiden Emmanual Macron di Prancis.


Siap hadapi hal terburuk

Setelah bertemu dengan Dinas Intelijen Prancis menyusul serangan teror di Moskow, Menteri Dalam Negeri Prancis Gerald Darmanin menyatakan polisi dan dinas intelijen siap menghadapi segala kemungkinan terburuk.

Dia juga menyadari Olimpiade Paris, yang merupakan panggung global yang bakal mendapatkan perhatian dari miliaran penduduk Bumi, adalah target penting untuk serangan teror.

Untuk itu, menurut Darmanin, Prancis tengah menempuh upaya-upaya besar dan mengalokasikan sumber daya keamanan guna memastikan Olimpiade 2024 berjalan aman.

Negara itu akan mengerahkan 45.000 polisi dan petugas keamanan lain, yang antara lain termasuk para penembak jitu dan petugas-petugas khusus yang ditempatkan di kapal-kapal.

Tak hanya di situ, Prancis juga akan menutup penerbangan dalam radius 150 km dari kota Paris, untuk mencegah serangan teror yang menggunakan drone.

Tak berhenti di sana, Prancis juga meminta bantuan kepada 46 negara untuk menghadirkan 2.000 polisi tambahan guna menjaga keamanan Olimpiade Paris.

Permintaan Prancis ini sudah umum dilakukan oleh sebuah negara yang akan menggelar acara olahraga akbar. Prancis sendiri pernah mengirimkan 200 polisi untuk membantu Qatar dalam memastikan Piala Dunia FIFA 2022 berjalan aman.

Sejauh ini, mengutip ESPN, sudah 35 negara menyanggupi permintaan Prancis, termasuk Polandia yang berjanji untuk menempatkan tentara mereka di Paris. Pun demikian dengan Jerman yang sebelum Olimpiade 2024, akan menggelar Euro 2024 mulai pertengahan Juni nanti.

Dari perkembangan-perkembangan itu, tak berlebihan jika Olimpiade Paris 2024 bisa menjadi Olimpiade yang paling dijaga ketat.

Jika itu yang terjadi, para pelancong dan penikmat olahraga yang berencana ke Prancis dan khususnya Paris pada Juli mendatang, mungkin akan mendapati pemandangan langka oleh hadirnya tentara di berbagai sudut kota Paris.


Rakyat Prancis yakin

Pemeriksaan terhadap warga asing pun mungkin kian ketat, walau serangan teror di Prancis mungkin tak dilakukan dari luar, tapi dari sel-sel teror di dalam negeri Prancis sendiri.

Sejauh ini, menurut Kementerian Dalam Negeri Prancis, telah menapis (skrining) sejuta orang sebelum Olimpiade Paris 2024 digelar mulai akhir Juli nanti. Mereka yang ditapis itu terdiri atas atlet, staf, sukarelawan, dan orang-orang yang tinggal berdekatan dengan situs-situs Olimpiade.

Presiden Emmanuel Macron terlihat tak mau mengesampingkan kemungkinan serangan ISKP, belakangan ini ada upaya-upaya serangan teror di Prancis, termasuk dua rencana serangan teror awal tahun ini.

Prancis tak ingin mengesampingkan petunjuk mengenai bakal adanya serangan teror, sekecil apa pun petunjuk itu.

Mungkin ini berkaitan dengan pengalaman Prancis sebelum ini yang memang kerap menjadi sasaran serangan teroris, termasuk yang terbesar terjadi pada November 2015 ketika teroris yang berbasis di dalam negeri Prancis melancarkan serangan teror terkoordinasi di gedung kesenian Bataclan.

Akankah Olimpiade dengan penjagaan seketat itu tetap menarik untuk disaksikan, dan bisakah rakyat Prancis menikmatinya?

Ternyata, rakyat Prancis ingin pemerintahnya jalan terus dengan rencana semula. Berdasarkan jajak pendapat BFMTV yang dipublikasikan pekan ini, dari 80 persen rakyat Prancis yang mengkhawatirkan terorisme, 58 persen di antaranya yakin Prancis berhasil menggelar Olimpiade yang aman.

Meminjam laporan The Guardian, 57 persen rakyat Prancis bahkan meminta upacara pembukaan Olimpiade Paris tetap digelar di tempat terbuka.

Akan tetapi memang, sejak Olimpiade 1972 ketika kelompok teroris "Black September" menyusup ke kampung atlet untuk menyandera dan kemudian membunuh dua atlet Israel, tak pernah ada lagi serangan teror yang mengganggu Olimpiade.

Meskipun demikian, bersiap menghadapi kemungkinan terburuk yang bisa mengganggu kekhidmatan, kemeriahan, dan keamanan ajang agung olahraga seperti Olimpiade, adalah lebih baik dari pada mengesampingkan ancaman terorisme.




 

Copyright © ANTARA 2024