Jakarta (ANTARA) - Dewan Pers mengecam tindakan penganiayaan terhadap seorang jurnalis di Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara, yang pelakunya merupakan oknum prajurit TNI Angkatan Laut.

Seorang jurnalis di Halmahera Selatan dianiaya oleh prajurit, yang diyakini korban, pelaku berjumlah tiga orang di Pos TNI AL (Posal) Panamboang di Kecamatan Bacan Selatan pada Kamis (28/3).

“Ini adalah peristiwa yang patut kita kecam bersama karena pada hakikatnya para jurnalis yang menjalankan tugasnya adalah satu aktivitas yang baik dalam rangka mencari, mengolah, sampai mendistribusikan berita. Itu adalah salah satu kerja pers yang harus dilindungi, baik dalam konteks pemberitaan maupun dalam konteks kebutuhan perlindungan fisik dan kesehatannya,” kata Ninik saat jumpa pers di Kantor Dewa Pers, Jakarta, Senin.

Baca juga: PWI Maluku Utara kecam penganiayaan seorang wartawan di Halsel

Oleh karena itu, Ninik menyebut Dewan Pers berupaya membuka komunikasi dengan Kepala Staf TNI AL Laksamana TNI Muhammad Ali untuk penanganan insiden tersebut. Dalam upaya itu, Dewan Pers meminta tiga hal dari pimpinan TNI AL, yaitu jaminan perlindungan kepada korban dan keluarganya, jaminan kesehatan untuk memulihkan fisiknya, dan jaminan proses hukum berjalan sampai tuntas.

“Jadi, jangan sampai setelah ada peristiwa ini, kemudian ada bentuk-bentuk intimidasi dan kekerasan lanjutan kepada wartawan ataupun keluarganya,” kata Ketua Dewan Pers.

Dalam kesempatan itu, dia pun mengingatkan aparat dan para pejabat untuk tidak menggunakan kekerasan saat mereka keberatan terhadap berita-berita yang ditulis para jurnalis.

“Ada hak jawab yang bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang keberatan terhadap pemberitaan yang disampaikan oleh teman-teman wartawan,” kata Ninik.

Dia menegaskan selain hak jawab, ada juga jalur hukum yang tersedia manakala seorang jurnalis terindikasi melanggar hukum saat membuat dan menyiarkan beritanya.

“Jadi, tidak melakukan tindakan-tindakan intimidasi kekerasan baik kepada wartawan maupun keluarganya,” kata Ninik Rahayu.

Baca juga: Danlanal Ternate copot Komandan Pos terkait penganiayaan wartawan

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan Dewan Pers Arif Zulkifli mengingatkan aparat dan para pejabat bahwa kerja jurnalistik bukan sebatas profesi, tetapi lebih dari itu yaitu menjalankan mandat konstitusi.

“Jadi, wartawan itu bekerja bukan hanya sekadar mencari nafkah, tetapi menjalankan mandat konstitusi untuk memenuhi hak publik untuk tahu,” kata Arif.

Arif juga memuji atensi dari TNI AL, yang diwakili Komandan Pangkalan TNI AL (Danlanal) Ternate Kolonel Marinir Ridwan Azis, terhadap insiden kekerasan yang melibatkan anak buahnya itu.

“Dewan Pers memberikan apresiasi kepada TNI Angkatan Laut yang sudah menyantuni korban, tetapi hendaknya itu bukan sebuah langkah yang memutus atau menghentikan proses hukum yang berlangsung,” kata Arif.

Danlanal Ternate, saat dihubungi terpisah dari Jakarta, Senin, menegaskan santunan buat korban bukan upaya mengajak damai karena proses hukum terhadap terduga pelaku masih terus berjalan, termasuk terhadap Letda M yang juga telah dicopot dari jabatannya sebagai Komandan Pos TNI AL (Danposal) Pulau Bacan.

Kolonel Mar Ridwan Azis juga membantah ada paksaan untuk berdamai terhadap korban. “Pada saat saya turun (menemui korban) itu tidak ada, tidak terjadi. Tidak ada seperti itu,” kata Danlanal Ternate.

Baca juga: Dewan Pers andalkan Satgas atasi kasus kekerasan pada jurnalis
Baca juga: Indeks Keselamatan Jurnalis bisa jadi pengingat jaga keamanan wartawan

 

Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024